Childish

Gue paling nggak suka kalo ada yang bilang gue childish atau di usia dua puluh tahun ini masih ada yang menganggap gue anak-anak. Banyak orang yang kadang-kadang, saking kelamaannya kenal sama kita, dari bocah misalnya, jadi kebawa-bawa selalu tuh anggapan bahwa kita adalah masih orang yang sama dengan siapa kita sepuluh tahun yang lalu. Padahal kita sendiri merasa sudah sangat dewasa dan merasa berhak untuk diperlakukan sebagaimana mestinya orang dewasa. Gue sering merasakan hal ini kalau sedang berada diantara sepupu-sepupu gue yang usianya kira-kira lima tahun lebih tua ataupun mungkin om-om gue yang memang sudah berumur. Karena memang mereka sudah tahu bagaimana gue sejak kecil, jadi bawaannya sekarang masih jadi anak kecil aja. Kadang-kadang sih enak, dianggap masih kecil, kalo pas bagian makan kue tart dikasi bagian paling banyak misalnya. Alasannya karena gue masih kecil, jadi wajar dapet porsi banyak. Tapi bagian nggak enak tuh kayak misalnya ketika kita sudah merasa siap untuk mendengarkan sebuah masalah tentang keluarga dan masalah ini cukup serius, tapi kita masih selalu dianggap anak kecil. Jadinya ya kayak gini, kalo ada masalah apa, gue jadi bengong gak tau apa-apa. Ujung-ujungnya malah jadi nggak pengen tahu karena dari awal sudah nggak dianggap dan dilibatkan. Rasanya sakit. Kayak bintang jatuh di kepala gue, ngebakar rambut gue trus otak gue lumer. Sakitnya kayak gitu.


Gue selalu merasa diri gue dewasa. Setiap hari kita memang seharusnya melakukan introspeksi diri. Setidaknya itu yang gue pelajari dari hidup gue selama di Depok dan jadi mahasiswa. Ada banyak sekali orang yang nggak bakalan bisa gue tebak bagaimana kepribadian mereka, bagaimana sifat mereka karena kerap kali berubah, dan bagaimana pandangan mereka ke gue. Hal ini sebenarnya positif buat gue karena paling nggak gue bisa lebih mawas diri dan menjaga sikap. Walaupun mungkin, di beberapa kesempatan sifat dan sikap gue sangat minus sampai-sampai membuat orang-orang di sekeliling gue eneg sama tingkah gue. Gue ngakuin itu, kadang memang gue suka berlebihan terhadap sesuatu. Jahatnya suka berlebihan, ngomong asalnya suka berlebihan, begonya juga suka berlebihan. Hal-hal yang kayak gini yang sangat bisa bikin hubungan satu dan yang lain jadi jelek nih... terlebih lagi kalau misalnya kita menganggap diri kita dewasa padahal sebenarnya kita jauh dari kesan dewasa itu dan bahkan cenderung childish.

Perasaannya suka campur aduk kalau misalnya kita sadar bahwa apa yang terjadi saat ini antara hubungan kita dan temen kita itu ternyata karena sikap dan sifat kekanak-kanakan yang nggak penting itu. Kayak misalnya, pas gue sekelompok berempat sama dua orang temen cowok dan satu orang temen cewek. Kita lagi di tengah-tengah proses mengerjakan tugas dan dua orang temen cowok gue itu ngejekin gue habis-habisan. Bercanda menurut mereka tapi dalam tingkat tertentu ada bagian dari becandaan itu yang tiba-tiba jleb gitu dan akhirnya gue jadi bete sendiri. They called it Ngambek. Dan yeah, gue ngambek saat itu. Suasana jadi nggak enak, tugas nggak kelar, diem-dieman, persis kayak adegan di mana cowok sama cewek lagi berantem di film trus diem-dieman nunggu satu sama lain buat memulai. So childish right? Cenderung menjijikkan juga. Yak... Awalnya gue pikir gue dewasa, tapi ternyata belom. Gue belom bisa menerima sebuah becandaan dan nggak menganggap itu serius. Sampai akhirnya temen gue itu rada-rada bete kali ya sama gue dan sangat tahu gue kayak gimana dan akhirnya mencoret gue dari daftar "Manusia Normal Di Sekeliling Gue" dan masukin gue ke "Daftar Manusia Yang Perlu Di Waspadai". Entah apa karena gue childish atau nyangka gue banci, gak tau. Dan gak mau tahu.

Kadang-kadang memang ada banyak sekali hal yang kalau dipikir-pikir karena tingkah childish kita sendiri yang kurang terkontrol. Maksudnya, ada saat-saat dimana kita boleh mengeluarkan sifat itu. Misalnya kalau kita lagi diantara beberapa teman yang sudah deket banget kayak temen curhat misalnya. Ataupun sama sahabat yang udah kayak sodara banget. Paling nggak kalo dia ngatain kita childish, everything is gonna be oke aja gitu. Nggak akan ada masalah. Tapi kalau misalnya sifat itu keluar saat diskusi tugas, becanda sama temen sekelas atau hal-hal sepele lainnya, kayaknya bakalan zonk banget. No matter what your sex is, menurut gue sifat childish memang butuh tempat khusus kalo mau dikeluarkan. Mungkin ada yang berpikir, "Emang ada cowok yang childish?" Jawabannya YA. ADA. Apa perlu gue nunjuk diri gue sendiri? LOL.

Sebagai pelaku yang kadang-kadang suka nggak ngeliat tempat untuk mengeluarkan sifat najis ini, gue juga kadang-kadang suka bete kalo ada orang yang dengan kekanak-kanakannya menilai seseorang dengan subjektif. Like, she just want to be friend with someone with pretty face or something like that. Menurut gue ini kekanak-kanakan karena, oh hell oooo... Nggak semua orang di dunia ini seganteng Choi Siwon atau Leonardo DiCaprio. Nggak semua orang di dunia ini secantik Miyabi atau Ayu Tingting... Ada tuh orang-orang yang cantik bukan dari wajah tapi sayangnya karena kriteria temen lo cuma orang-orang cantik lo jadi menyia-nyiakan mereka. Kadang-kadang suka bete sendiri juga. Dan hell ooo juga Ron, bete lo ini pun sangat kekanak-kanakan loh yah! But its true, itu membuat gue merasa bahwa dunia ini hanya untuk orang cantik dan tampan. Dimana tempat orang-orang biasa dan ber-inner pretty?

Tadi gue sempat baca dikit tesis nya kak Tari soal Maskulinitas dan kemudian sadar akan sesuatu...

Ada banyak sekali peraturan yang nggak tertulis di dunia ini. Di masyarakat kita yang memang sangat kuat dengan stereotip. Bahwa cowok gak boleh nangis, kalo nangis berarti bukan cowok, bahwa cowok cuma boleh main mobil-mobilan dan kalo main boneka itu cewek, bahwa cowok itu seharusnya kuat kalau nggak kuat bukan cowok, bahwa cowok itu harus pipis di toilet yang berdiri kalau pipis di kloset berarti bukan cowok, kalau cowok itu bisa buka baju di mana aja kalo nggak berani buka baju di mana aja berarti bukan cowok, kalau cowok itu lalalalalalala.... Peraturan-peraturan yang kayak gini yang kadang-kadang membuat sebagian kecil orang berpotensi menjadi alien bahkan di area pergaulannya sendiri.

Emang kenapa kalau cowok nangis? Dia kan punya kelenjar air mata juga. Kalo cowok punya boneka emang kenapa? Toh dia punya pacar dan pacarnya yang ngasi masa iya dia nggak terima? Kalo cowok ada yang lemah trus kenapa? Setiap manusia punya ambang batas sampai mana dia bisa mengeluarkan tenaganya kan? Kalo cowok pipis di kloset emang kenapa? Dia kan males kalo celananya basah kena air kotor atau kecipratan pipis trus gak bisa dipake solat, bisa jadi kan? Kalo cowok nggak mau pamer body di depan orang emang kenapa? Bisa aja kan kalau punggungnya korengan dan dia malu? Dan seharusnya orang-orang juga bisa menghargai kenapa orang memilih untuk tidak melakukan apa yang banyak orang anggap sebagai stereotip itu. Masing-masing orang punya hak pribadi. Gak boleh dilanggar dan dipaksa.

Sangat childish mempertanyaan hal-hal stereotip seperti ini di masyarakat dan pada akhirnya kita mengalah pada peraturan dan stereotip itu dan menerima untuk di sebut alien jika tidak mengikutinya karena pada akhirnya alasan apapun tidak akan diterima.

Orang-orang selalu bilang, Ladies First. I agee sometimes. Tapi kalo misalnya gue lagi kelaperan trus ngeliat makanan, kayaknya gue yakin gak bakalan mendahulukan para wanita, terlebih lagi mereka yang nggak gue kenal. Gue juga butuh makan kan... :p Childish nya keluar.

Hidup terlalu singkat buat memikirkan kenapa begini dan kenapa begitu. Yang jelas sih introspeksi diri aja. Terlalu banyak mengatur orang lain itu nggak enak. Selalu coba membalikkan keadaan aja. Kalo misalnya kita yang diatur juga gak mau kan?

Itulah...

Besok nonton Maher Zain! Yay!

@ronzzykevin
http://kaoskakibau.blogspot.com

Share:

1 komentar

  1. Hahahaha~
    Kayak saya nih...
    Udah kelas dua SMP dianggap anak kelas 5 SD (?!)

    Kelas 2 SMA disamakan sama anak kelas 2 SMP.
    Apaan coba?

    BalasHapus