Tiga kata ini yang pertama kali kepikiran ketika gue selesai nonton 8 episode Semantic Error. Sebuah serial pendek-pendek yang nggak perlu mikir panjang untuk memulainya (karena semua orang kayaknya ngomongin ini dan gue sebagai masyarakat yang gampang terbawa arus pergaulan juga harus mencoba menyaksikannya agar jadi relevan), juga nggak perlu menunda-nunda buat menyelesaikannya. Durasi yang singkat per episode membuat Semantic Error terasa sangat enak buat ditelan mentah-mentah tanpa harus berspekulasi banyak hal tentang karakternya atau cari tahu lebih banyak kenapa si ‘ini’ begini dan kenapa si ‘itu’ begitu. Kapan terakhir lo nonton drama Korea tanpa benar-benar berpikir? Terima kasih Twenty-Five Twenty-One yang sudah mengeruk isi kepala gue selama beberapa pekan lalu mengacaukan semuanya dengan ending yang paling tidak menyenangkan sepanjang sejarah Hallyu di Indonesia.
Kalau lo tahu dua minggu lagi dunia akan kiamat, apa yang akan pertama kali lo lakukan?
Hihihi... ketika gue nulis kalimat di atas gue juga jadi mikir. Apa yang akan gue lakukan ya? Di umur sekarang masih banyak hal yang ingin gue kejar (meski capek juga sih ngejer terus, kapan gue yang dikejar? #ea #apanih) dan masih banyak juga yang ingin dicapai. Tapi kalau cuma punya waktu dua minggu untuk hidup, sebagai masyarakat Asia dengan budaya ketimurannya (hihihi) pastilah gue akan pulang kampung dan bertemu Mama. Tapi masalahnya adalah kalau semua orang tahu dua minggu lagi akan kiamat, pastilah semua orang akan panik, bahkan kiamat belum kejadian saja udah kiamat duluan karena panik.
Tapi apa jadinya setelah kepanikan itu, lo kemudian mendengar kabar terbaru bahwa pemberitahuan soal kiamat itu hoax. Lo sudah ketipu.
Wah... WAH GILA SIH. WAH WAH WAH WAH...
Bahkan membayangkannya aja gue sudah dendam. Apalagi benar-benar merasakannya. Nggak sanggup deh gue untuk menahan sakit hati. Rasanya beneran pengin ngedorong itu orang yang nyebarin hoax ke dalam sumur, terus sumurnya dikasih gas beracun, terus ditutup lubang sumurnya agar abadi di alam baka.
(anjir ini pikiran gue jahat banget ya)
(astagfirullah)
(ampuni aq ya Allah)
Tapi kurang lebih itu yang terjadi sama Kim, karakter yang diperankan Maisie Williams, di serial 6 episode berjudul Two Weeks To Live ini. Selama ini dia hidup dalam pengasingan yang sebenarnya disengaja tapi dia sama sekali nggak pernah diberitahukan alasan yang sebenarnya. Yang dia dengar selama ini dari Tina, ibunya, adalah kebohongan demi kebohongan. Kim beneran hidup jauh dari keramaian. Di sebuah pondok terpencil dengan pencahayaan yang seadanya (tetap ada listrik sih) tapi nggak pernah terlalu kenal teknologi. Tina sengaja mengisolasi dirinya dan Kim dari kehidupan luar karena sebuah alasan yang dia sendiri nggak bisa jelaskan kebenarannya ke Kim. Tapi Kim yang beranjak dewasa punya rasa penasaran yang besar banget. Dia bahkan punya satu buku yang berisi bucket list, hal-hal yang ingin dia lakukan di kehidupan nyata. Siapa sangka salah satu poin dalam bucket list itu adalah balas dendam.
Setelah nulis sebuah surat ke Ibunya, Kim kabur dari rumah untuk mulai mencoret satu per satu daftar di bucket list itu. Termasuk ya balas dendam itu tadi. Tapi sebelum itu terjadi, dia masuk ke sebuah pub dan bertemu dengan Nicky dan Jay, kakak-beradik yang sedang ngerumpi soal kehidupan. Jay nantangin Nicky buat mendekati Kim yang hari itu pertama kali ke pub buat mengenang kencan pertama Ibu dan Ayahnya dulu. Setelah obrolan lucu di bar (dan sumpah sih banyak banget kejadian kocak di situ kayak misalnya Kim yang sama sekali nggak pernah pakai high heels atau menggunakan alat pengering tangan di kamar mandi karena selama ini dia hidup kayak hermit) mereka lanjut ke rumah Jay. Di sanalah semuanya berawal: sebuah becandaan yang kemudian jadi rumit.
Di saat orang-orang lagi rame bahas F4 Thailand, GMMTV baru aja nayangin satu series yang paling gress(?) yang cukup menarik perhatian gue sejak trailer-nya dirilis. Judulnya I’m Tee Me Too. Sedikit background soal series ini, I’m Tee Me Too adalah series kolaborasi antara GMMTV dengan AIS Play (AIS adalah operator seluler terbesar di Thailand). Hal pertama yang menarik perhatian gue ketika nonton trailer-nya adalah para pemainnya sih jujur aja. Wajah-wajah familiar yang sebelumnya sudah gue lihat di series GMMTV yang gue tonton. Anyway nggak banyak juga yang gue tonton sebenarnya.
Khet sudah tahu semuanya. Teori-teori yang ada di dalam kepalanya soal keanehan Kim, bagaimana Kim jadi banyak tahu tentang dirinya, mimpinya, dan seberapa penting kedua tangannya, semua sudah terbukti. Selama beberapa waktu terakhir ini yang menjalani hidup sebagai Kim, kakak laki-lakinya, adalah Pan; cewek yang udah lama dia suka dan yang secara nggak sadar selalu dia lindungi.
*pegangan di ujung meja* *sobs* *KHET!!!!!!!!*
Seperti yang lo sudah tahu dari posting-an blog soal The Shipper, gue adalah salah satu orang yang jadi korban tren dan korban pandemi yang kemudian ikut menyaksikan 2gether The Series. Ketika gue ikutan hype di media sosial, salah satu teman gue di Twitter sudah memberikan semacam warning. Bahwa dunia ini tidak semenyenangkan tampak luarnya.
ANJAY KESANNYA SERIUS BANGET.
Di mana jiwa Kim?
Itu adalah pertanyaan yang paling tepat untuk memulai review/recap/spoiler The Shipper episode 8. Sudah di penghujung akhir musim dan kita masih belum tahu apa yang terjadi pada jiwa Kim. Kalau memang Jennie salah masukin jiwa ke tubuh Pan dan Kim, harusnya kan jiwa Kim masuk ke tubuh Pan. Tapi kenapa tubuh Pan malah koma?
Awalnya gue sendiri nggak terlalu memusingkan bagian ini karena gue pikir ya jiwa Kim terjebak di dalam tubuh Pan yang koma. Jadi ya memang nggak bisa bergerak sama sekali. Tapi setelah nonton ulang dan kemudian membahas kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sama Nadya, partner Podcast ngedrakor! gue yang juga gue paksa buat nonton The Shipper, di kepala gue muncul satu kemungkinan yang menyakitkan: Kim sebenarnya sudah mati.
Gue nulis recap/review/spoiler The Shipper episode 7 ini setelah nonton The Shipper episode 11 dan... deep sigh... gue cuma bisa bilang kalau ini adalah series yang setiap episode-nya tuh getting better and better. Kalau lo sudah sampai sejauh ini nontonnya, jangan berhenti. Tolong juga like dan komentar di YouTube setiap episode-nya untuk mengapresiasi serial ini kalau emang lo suka.
Okay, let's give a big round of applause to Jennie for making the opening of The Shipper episode 6 so so so so so so so damn funny!
Serius deh, bahkan gue sempat ada di titik yang: yaudah kalau Kim nanti nggak punya pasangan, dia sama Grim Reaper aja. Soalnya tek-tok antara Kim sama Grim Reaper di sini tuh enak banget.
Di setiap episode sejak episode pertama, kelucuan selalu terjadi setiap kali Grim Reaper muncul. Dan kelucuan itu selalu bertambah dan bertambah. Di akhir episode 5 Jennie sukses bikin ngakak juga pas dia menjelaskan struktur organisasi Tuhan sampai Malaikat Pencabut Nyawa itu. Apalagi pas adegan dia ngegotong tatakan lutut WKWKWKWKWKWK. Di opening episode 6 ini makin-makin deh!
Akting natural First memerankan seorang cewek yang jiwanya terjebak di dalam tubuh seorang cowok, ketemu sama Jennie yang most likely memerankan dirinya sendiri, jadi sebuah kombinasi yang bikin komedi di The Shipper ini jadi khas banget.
TEPUK TANGAN BUAT JENNIE DAN FIRST!
Kalau ada series Thailand yang gue nggak berekspektasi akan suka, maka itu adalah The Shipper. Ketika gue membuang jauh-jauh ekspektasi gue pada cerita dan produksinya, gue justru berujung jadi sangat menikmati series ini. Percaya sama gue, 4 episode pertama akan bikin lo kecantol terus dan ngikutin sampai episode-episode selanjutnya. Durasinya yang nggak terlalu lama (kalau dipotong iklan mungkin sekitar 40 menitan) bikin nonton The Shipper ini nggak berasa.
Here's a thing about plot twist: sometimes, you want it so bad. But at another time, you wish that didn't happen.
Gue suka banget gimana tiba-tiba kisah yang kayaknya sangat menyenangkan, tentang remaja jatuh cinta, pertukaran jiwa, penulis fanfic, hubungan kakak-adik yang kaku meski masih penuh tanda-tanya, dan warna-warna BL yang terselip dalam cerita The Shipper sampai episode 3. Tapi kemudian di akhir episode 3, kita dikasih plot twist yang bener-bener (JUJUR! JUJUR BANGET NIH GUE) nggak pernah gue bayangkan sebelumnya akan disajikan dalam kisah remaja.
Gue penggemar berat film animasi The Lion King (dan juga penggemar berat film keduanya walaupun kata orang-orang film keduanya jelek tapi ya namanya juga orang-orang kan mereka bukan gue jadi gue bodo amat). Sesuka itu gue sama film animasi Disney yang dirilis tahun 1994 ini, ada masa-masa di mana gue nonton film ini setiap kali makan siang atau kapanpun sempat. Sesuka itu sampai gue hapal lagu-lagunya dan bermimpi suatu hari bisa nonton musikal Broadway-nya (tapi belum kesampaian bahkan setelah mereka tampil di Singapura beberapa tahun yang lalu pun gue masih belum mampu untuk nonton itu). Intinya gue suka banget deh sama film ini.
Salah satu teman gue (identitasnya dirahasiakan demi privasi tapi ya sebut saja namanya Agus. Kalau mau dibalik jadi Suga juga boleh katanya) belum pernah ke luar negeri dan dia baru bikin paspor. Ketika gue bilang ke dia "perawanin" aja dulu paspornya iseng-iseng jalan ke negara tetangga, dia bilang mau cari momen yang pas jadi biar nggak mubazir. Saat momen yang pas itu datang (dia mau nonton konser U2 di Singapore National Stadium), dia malah minta gue buat ikut karena dia nggak bisa pergi sendirian.
Nggak bisa pergi sendirian karena ini pengalaman pertama dia ke luar negeri. Sekaligus juga pengalaman pertama dia nonton konser di luar negeri, khususnya di Singapura. Gue sebagai teman yang baik (WKWKWKWKW) dan sudah berpengalaman nonton konser di sana (WKWKWKWKWKW) agak nggak enak ngebiarin dia terlantar sendirian. Akhirnya gue setuju buat nemenin dia ke Singapura.
Sebelum akhirnya dia jadi demanding.
Gue selalu mengeluhkan satu hal yang sama ke beberapa temen gue yang suka K-Pop belakangan ini: SM tuh artisnya siapa lagi coba? Kasian anak-anak NCT kayak gak dikasih istirahat gitu.
Saking terbiasanya gue sama roster idol-nya SM yang banyak banget pas Gen-2, sekarang ketika lagi sepi gini kayak yang diliat itu lagi itu lagi. Ya gue bukannya nggak suka ngeliat NCT, tapi kalau hanya NCT yang dimunculkan terus kan kasihan mereka. Kapan istirahatnya? Kenapa gue jadi sok perhatian gini padahal gue bukan NCTzen?
Makanya gue seneng ketika WayV akhirnya dibawa promosi ke Korea di comeback yang ini. Dan gue juga mulai mencium aroma-aroma shifting dari China ke Korea nih sekarang untuk WayV. Gue tuh gemes aja gitu kenapa nggak dari awal pas mereka udah mutusin buat promo di acara musik TV di Korea, mereka nggak langsung rilis Turn Back Time dalam Bahasa Korea aja? Kan yang di sana yang nonton nggak roaming dan repot-repot baca subtitle. Yang gue denger-denger dari teman-teman gue sesama netizen (wkwkwkw) sempat ada knetz yang bilang “Ni ngapain grup China promo di Korea sih?!” Sedih akutu. Apa jangan-jangan memang promo di Korea adalah keputusan last minute ya? HUHUHUHU.
Ini sudah waktunya gue menulis di blog soal WayV. Hihihi… Seolah ingin memberi keadilan pada grup favoritku yang terbaru ini. Setelah EXO rupanya gue juga masih bisa jadi bucin boygroup! Walaupun mungkin yang ini kayaknya msih dalam fase biasa-biasa aja karena gue belum punya satu CD mereka sama sekali. Dalam standar yang gue bikin sendiri, gue bahkan masih belum bisa menyebut diri gue WayZenNi karena masih belum punya kontribusi apapun dalam penjualan album. Oke, aku akan menuju ke sana. Jogeumman kidaryo!
Kalau gue nggak salah inget, gue pernah nulis soal review MV Boss NCT U di blog ini bertahun-tahun yang lalu. Mungkin itu adalah tulisan pertama gue soal NCT kali ya? Gue nggak tahu juga. Walaupun nama NCT dan member-membernya sering gue sebut di tulisan-tulisan gue yang lain. Kayak pas gue lagi sakit otot karena kayaknya kebanyakan mengutuk Jaehyun dalam kehidupan sehari-hari akhirnya Jaehyun memberikan kutukannya kembali ke gue. Dan waktu itu juga gue pernah nulis soal pengalaman wawancara sama NCT 127. Jadi kayak yang gue bilang di paragraf pertama, ini sudah saatnya gue nulis soal WayV.
Sebelum kita masuk ke pembahasan MV, izinkan gue berterima-kasih dulu kepada SM Entertainment karena sudah mendebutkan WinWin dan melakukan transfer pemain terhadapnya dari NCT 127 ke WayV. Terima kasih banget karena akhirnya WinWin diberikan spotlight he deserves ketika sudah ada di WayV. Nggak lagi terbayang-bayangi oleh member NCT 127 yang pesonanya sangat membahana sampai-sampai pesona WinWin pun harus tertutupi. Hal terbaik yang dilakukan SM di 2019 adalah mendebutkan lagi WinWin di WayV. Gue udah berkali-kali bilang ini sih tapi gue akan bilang sekali lagi: WINWIN DI WAYV JADI LEBIH DIKASIH PANGGUNG BUAT TAMPIL. TERIMA KASIH SM ENTERTAINMENT!
Gue nggak menyangka kalau ternyata work-from-home ini mengacaukan waktu tidur gue. Gue pikir, bisa bangun sedikit lebih siang setiap hari sampai entah kapan adalah sebuah berkah yang nggak bisa gue dapatkan di hari-hari biasa. Ya memang berkah sih kalau dipikir-pikir, sebagai budak korporat kan lo harus bangun setiap pagi di waktu yang kurang lebih hampir sama untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Tapi kehidupan yang mendadak berubah selama sebulan terakhir ini ternyata cukup mengacaukan jam bangun. Terlalu nyaman dengan bangun siang membuat gue kadang keterusan sampai siang banget. Lalu ketika gue bangun, gue merasa jadi manusia paling tidak beradab di muka bumi ini karena menyia-nyiakan berjam-jam buat tidur yang berlebihan.
Sekali mungkin nggak masalah. Tapi kalau berkali-kali? Wah gila sih... bener kata Jae di podcast terbarunya. Bangun lewat jam 12 siang tuh berasa kayak... gue bangun dan menjadi orang yang paling gagal. Bangun-bangun kepala isinya penyesalan soal waktu yang sudah terlewat dan nggak bisa kembali lagi. Salah sendiri.
But the beauty of life is that we can always try again tomorrow.
Kecuali ketika besok datang, gue kembali lagi bangun siang lagi. Asli. Gue sekarang selalu ngantuk. Nggak paham. Gue benci kondisi ini. Gue benci efek work-from-home ini. Walaupun gue yakin waktu-waktu ini pasti gue rindukan ketika hidup sudah normal nanti.
Kebiasaan bangun siang belakangan ini membuat gue jadi susah banget tidur malam. Gue kembali jadi night owl seperti masa-masa semester akhir kuliah dulu. Bangun siang, tidur hampir pagi. Begitu terus sampai TBC gue makin parah.
EH NA’DZUBILLAH JANGAN DIAMININ YA HAHAHAHAHAHHAHA.
Bagus atau jeleknya sebuah film itu tergantung dari siapa yang nonton dan siapa yang menilai. Gue paling nggak suka banget sekarang ngebaca review-review soal film A jelek atau film B bagus, atau berapa skor yang dimiliki sebuah film di situs-situs rating seperti IMDB dan Rotten Tomatoes. Yang orang bilang jelek kadang-kadang menurut gue bagus-bagus aja (kayak Dark Phoenix misalnya). Tapi yang orang bilang bagus kadang-kadang malah gue anggap jelek. Jadi balik lagi ya penilaian orang kan beda-beda ya.
Sambil baca review singkat ini, gue saranin lo dengerin original soundtrack-nya 'Us' di Spotify deh.
"Nonton yuk!"
Biasanya kalo temen kantor udah mengeluarkan ajakan sakti ini, gue nggak bisa nolak. Apalagi kalau yang ditonton adalah film horor dan thriller, wah favorit gue banget! Pas banget semalam hari Kamis alias Malam Jumat dan temen gue ini ngajakin nonton 'Us'. Salah satu film thriller yang bakalan banyak dibahas tahun ini karena nggak cuma menampilkan Lupita Nyong'o sebagai pemeran utamanya, tetapi juga sutradara Jordan Peele yang sebelumnya sukses menciptakan kengerian dan menyentil isu-isu rasis di film 'Get Out'.
Gue mau bikin pengakuan dulu: gue nonton 'Get Out' enggak di bioskop, tapi download dari forum sebelah. WKWKWKW.
Soalnya waktu itu pas lagi di bioskop nggak sempat buat nontonnya, eh udah turun aja. Walaupun gue melakukan hal yang ilegal, tapi gue nggak nyesel nontonnya di laptop. Soalnya... Wow... WOW... Kalau gue nonton di bioskop, mungkin gue akan meledak-ledak di bioskop. Akan teriak ketakutan dan minta tolong untuk filmnya disudahi saja. Yah, waktu nonton di laptop juga kurang lebih sih gitu. Mau banget gue matiin dan udah nggak usah dilanjutin aja. Tapi di saat yang sama gue nggak bisa dibikin penasaran. 'Get Out' ini gila sih, nggak tanggung-tanggung gitu lho mempermainkan mental dan perasaan gue yang suka film horor dan thriller tapi sangat lemah dan gampang teriak kalau dikagetin sama jump scare (atau tidak jump scare sekalipun). Dan perasaan yang sama kembali ketika gue nonton 'Us' semalam.
Salah satu resolusi gue di tahun 2019 ini selain menjauhkan diri dari orang-orang toxic sekaligus selalu berusaha untuk tidak jadi makhluk toxic di muka bumi ini adalah memperluas khazanah permusikan gue. Soalnya gue tuh termasuk orang yang paling susah untuk mencoba mendengarkan sesuatu yang baru dan cenderung stuck di satu lagu atau artis yang sama.
Sebagai contoh, gue bisa mendengarkan satu lagu seharian tanpa diganti-ganti sama sekali. Di kondisi yang sudah parah, itu bisa berlanjut sampai berhari-hari. Pernah di suatu masa gue mendengarkan lagunya Taeyeon yang ‘Rain’ sampai tiga hari berturut-turut nggak diganti lagu yang lain sama sekali. Makanya temen kantor gue, namanya Dita yang juga suka Kpop, selalu berusaha untuk memberikan rekomendasi lagu-lagu Kpop baru ke gue. Dia nggak terlalu mendengarkan EXO jadi gue juga kadang-kadang memberikan rekomendasi lagu EXO ke dia. Mostly sih dia maksain gue buat dengerin Monsta X (yang mana gue lakukan dan pada akhirnya gue tahu beberapa lagu Monsta X yang enak dan gue suka), tapi di banyak kesempatan gue juga jadi dengerin lagu-lagu dari penyanyi kayak Minseo atau grup-grup kayak fromis_9 gitu yang normalnya gak akan gue sentuh.
Ya gue memang sepemalas itu. Atau mungkin gue lebih suka disebut sebagai orang yang susah move on. Nah kalau yang ini nggak cuma soal lagu aja deh, soal banyak hal termasuk soal perasaan. Hihihi...
Kita nggak bisa selalu jadi orang yang menyenangkan setiap hari. Kadang-kadang kita juga melakukan kesalahan. Sadar atau tidak sadar. Atau kadang-kadang kita berbuat sesuatu yang kurang menyenangkan yang pada akhirnya bikin satu atau dua orang merasa tersinggung. Dalam konteks pertemanan yang sudah sangat dekat, saling singgung-menyinggung ini sebenarnya nggak akan jadi sebuah masalah besar karena biasanya masing-masing partisipan dalam lingkaran pertemanan itu punya level kabaperan yang sudah bisa dikatakan sangat minimal. Tapi dalam konteks pertemanan yang lain nggak bisa disamakan dan dipukul rata. Apalagi misalnya sama teman kerja atau teman sekelompok di kampus yang sebenarnya deket juga enggak (atau mungkin keinginan untuk dekat pun sebenarnya nggak ada) tapi dipaksa keadaan untuk berinteraksi rutin setiap hari. Well, you cannot faking your smile everyday, right? Hihihi. Ketika dihadapkan dengan orang-orang yang demikian, ada kalanya kita yang sudah berusaha untuk selalu terlihat bahagia dan selalu positif dalam hal apapun ini mendadak bermuka masam. Mendadak tidak mau senyum sama sekali. Mendadak tidak ingin berkomunikasi dengan siapapun di dunia kecuali dengan diri sendiri dan Tuhan.
Suatu hari mantan teman sekamar gue pernah update status di LINE yang gue nggak inget persisnya tulisannya gimana tapi intinya bahwa “nggak mudah untuk jadi orang yang selalu ceria setiap hari”. Meski kita seringkali punya pendapat yang berbeda tentang sesuatu, but I totally agree with what he wrote at that time.
“Kenapa kok belum ada posting-an baru di KaosKakiBau?”
Jleb. Pertanyaan itu langsung menusuk ke jantung dan langsung bikin gue baper waktu Nisa nanyain langsung ke gue di kopi darat kita pas gue ke Jogja akhir pekan lalu. Selama beberapa hari gue memang sedang ada di Jogja untuk urusan pekerjaan. Lalu gue sempat update di Twitter dan Instagram dan dihubungi oleh Bondan, salah satu chingu yang ngakunya juga sudah lama baca blog gue dan kita officially kenalan beberapa tahun yang lalu karena sama-sama jadi responden skripsinya Niki, mahasiswa Komunikasi UGM. Gue, Bondan (dan salah satu temannya), dan Nisa ketemuan di satu tempat di Jogja namanya Estuary. Nisa juga adalah salah satu pembaca blog gue. Dan malam itu dia melakukan tugasnya sebagai seorang pembaca yang baik: nanyain kapan ada posting-an baru lagi. Sementara gue, bukan blogger yang baik karena sudah meninggalkan blog kesayangan gue itu selama berbulan-bulan, hanya bisa senyum malu dan merangkai kata secepat mungkin sebagai alasan ke Nisa. Gue bilang,
“Gue lagi mengalami kebuntuan yang gue sendiri enggak tahu kenapa bisa kayak gitu. Gue agak capek kayaknya,” kata gue yang terdengar sangat nggak meyakinkan sebenarnya. Lalu gue melanjutkan alasan itu dengan menceritakan bagaimana Sabtu dua minggu lalu gue berusaha untuk menulis dan menyelesaikan posting-an terbaru blog gue di sebuah tempat yang sebelumnya nggak pernah gue kunjungi.