• Home
  • Explore Blog
    • K-Pop
    • EXO
    • Concert Experience
    • GMMTV's The Shipper Recap
    • Film
    • Self Reflection
    • My Trips!
      • New York Trip
      • Seoul Trip
      • Bangkok Trip
      • London Trip
  • Social Media
    • YouTube
    • Twitter
    • Instagram
    • Facebook
    • Email Me
  • My Podcasts
    • Podcast KEKOREAAN
    • Podcast ngedrakor!
  • NEW SERIES: 30 and Still Struggling
kaoskakibau.com - by ron

Sambil baca review singkat ini, gue saranin lo dengerin original soundtrack-nya 'Us' di Spotify deh.


"Nonton yuk!"

Biasanya kalo temen kantor udah mengeluarkan ajakan sakti ini, gue nggak bisa nolak. Apalagi kalau yang ditonton adalah film horor dan thriller, wah favorit gue banget! Pas banget semalam hari Kamis alias Malam Jumat dan temen gue ini ngajakin nonton 'Us'. Salah satu film thriller yang bakalan banyak dibahas tahun ini karena nggak cuma menampilkan Lupita Nyong'o sebagai pemeran utamanya, tetapi juga sutradara Jordan Peele yang sebelumnya sukses menciptakan kengerian dan menyentil isu-isu rasis di film 'Get Out'.

Gue mau bikin pengakuan dulu: gue nonton 'Get Out' enggak di bioskop, tapi download dari forum sebelah. WKWKWKW.

Soalnya waktu itu pas lagi di bioskop nggak sempat buat nontonnya, eh udah turun aja. Walaupun gue melakukan hal yang ilegal, tapi gue nggak nyesel nontonnya di laptop. Soalnya... Wow... WOW... Kalau gue nonton di bioskop, mungkin gue akan meledak-ledak di bioskop. Akan teriak ketakutan dan minta tolong untuk filmnya disudahi saja. Yah, waktu nonton di laptop juga kurang lebih sih gitu. Mau banget gue matiin dan udah nggak usah dilanjutin aja. Tapi di saat yang sama gue nggak bisa dibikin penasaran. 'Get Out' ini gila sih, nggak tanggung-tanggung gitu lho mempermainkan mental dan perasaan gue yang suka film horor dan thriller tapi sangat lemah dan gampang teriak kalau dikagetin sama jump scare (atau tidak jump scare sekalipun). Dan perasaan yang sama kembali ketika gue nonton 'Us' semalam.


Mungkin beberapa di antara kalian yang sejak lama mengikuti tulisan gue di blog ini sudah tahu kalau gue berasal dari Lombok. Buat yang belum tahu dan merasa butuh tahu, ya itu sekarang kalian sudah tahu. Hehehe. 

Gue mulai menjadi anak rantau di tahun 2009, di tahun yang sama juga nama gue dipanggil oleh wali kelas di SMA dan diberitahu kalau gue diterima di Universitas Indonesia lewat jalur PPKB waktu itu. Gue ingat hari itu hari Kamis dan gue sedang ada di kelas Geografi ketika wali kelas gue (yang beberapa tahun lalu meninggal dunia) menyerahkan surat dari UI dalam amplop putih. Buat orang lain mungkin ini adalah kabar yang ditunggu-tunggu. Tapi buat gue saat itu rasanya gue nggak mau surat ini datang. Gue sudah diterima di Universitas Mataram di jalur yang sepertinya akan menyenangkan, Pendidikan Bahasa Inggris, dan gue akan tetap berada di Lombok dengan teman-teman dekat gue di SMA. Selama beberapa minggu gue sudah lupa kalau gue pernah diam-diam mengirim aplikasi pendaftaran ke UI, pakai pas foto yang gue edit di photoshop pakai badan Daniel Radcliffe (ini beneran, gue gak bercanda gais lmao), membayar uang pendaftaran dengan uang bulanan gue yang waktu itu hanya Rp 100 ribu per bulan. Gue nggak ngasih tahu nyokap gue, gue nggak ngasih tahu bokap gue. Mereka tahunya di hari yang sama dengan gue menerima surat itu. Sempat terjadi perdebatan di antara kami bertiga sampai akhirnya diambil sebuah keputusan: gue berangkat ke UI. 

Yang namanya anak rantau, di awal-awal pasti berat banget dong. Apalagi itu pertama kalinya gue harus tinggal jauh dari orangtua. Dari nyokap. Harus melakukan semuanya sendiri dan untuk pertama kalinya juga gue nggak pulang saat hari Lebaran karena masalah tiket yang sangat mahal pada saat itu. Butuh satu tahun untuk bisa membiasakan diri dengan ritme kehidupan yang baru. Bangun pagi tanpa suara nyokap dan makan makanan warteg setiap hari karena hanya itu makanan paling affordable yang mengenyangkan yang bisa gue makan saat itu. Ya sesekali makan di Mall kalau ada uang lebih. Seiring waktu berjalan gue akhirnya bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar, walaupun, yah, gue akan tetap jadi gue. 

Alien. 

Yang diketawain karena wallpaper laptopnya artis Korea. 

Ugh. 

Salah satu resolusi gue di tahun 2019 ini selain menjauhkan diri dari orang-orang toxic sekaligus selalu berusaha untuk tidak jadi makhluk toxic di muka bumi ini adalah memperluas khazanah permusikan gue. Soalnya gue tuh termasuk orang yang paling susah untuk mencoba mendengarkan sesuatu yang baru dan cenderung stuck di satu lagu atau artis yang sama.

Sebagai contoh, gue bisa mendengarkan satu lagu seharian tanpa diganti-ganti sama sekali. Di kondisi yang sudah parah, itu bisa berlanjut sampai berhari-hari. Pernah di suatu masa gue mendengarkan lagunya Taeyeon yang ‘Rain’ sampai tiga hari berturut-turut nggak diganti lagu yang lain sama sekali. Makanya temen kantor gue, namanya Dita yang juga suka Kpop, selalu berusaha untuk memberikan rekomendasi lagu-lagu Kpop baru ke gue. Dia nggak terlalu mendengarkan EXO jadi gue juga kadang-kadang memberikan rekomendasi lagu EXO ke dia. Mostly sih dia maksain gue buat dengerin Monsta X (yang mana gue lakukan dan pada akhirnya gue tahu beberapa lagu Monsta X yang enak dan gue suka), tapi di banyak kesempatan gue juga jadi dengerin lagu-lagu dari penyanyi kayak Minseo atau grup-grup kayak fromis_9 gitu yang normalnya gak akan gue sentuh.

Ya gue memang sepemalas itu. Atau mungkin gue lebih suka disebut sebagai orang yang susah move on. Nah kalau yang ini nggak cuma soal lagu aja deh, soal banyak hal termasuk soal perasaan. Hihihi...

Inget nggak gimana rasanya ketemu sama orang yang lo taksir? Ketika pertama kali kalian berdua ngobrol dan akhirnya merasa nyambung. Ketika awalnya lo biasa aja, nggak ada perasaan apa-apa karena itu bukan cinta pada pandangan pertama kayak yang biasa ada di serial-serial drama televisi Korea. Lalu kalian ngobrol karena punya satu topik yang suka dibahas. Entah buku, entah film, entah musik, entah Kpop. Dari obrolan yang cuma beberapa menit itu kok rasanya nyaman ya? Kok rasanya enak nih kalau misalnya kita ketemu lagi dan ngobrol lagi. Akhirnya kalian mulai tukar-tukaran nomor ponsel dan mulai ngobrol di chat. Masih nggak ada rasa apa-apa. Murni karena kalian cuma ingin memperluas pertemanan aja. Nggak ada salahnya dong punya teman baru. Tapi pelan-pelan dari obrolan-obrolan soal buku, film, musik, dan Kpop itu berubah jadi obrolan-obrolan yang serius. Tiba-tiba di suatu hari dia chat dan nanya hal penting ke lo. Rupanya ada masalah keluarga. Lo mulai mendengarkan curhatan-curhatan dia. Lo mulai khawatir. Lo mulai menjadikan diri lo selalu available untuk dia kalau memang dia lagi butuh cerita. Lalu rasa biasa-biasa aja dalam diri lo itu berubah jadi perhatian. Lo jadi sering nanya dia lagi ngapain, kapan bisa ketemu, mau nonton ini nggak, gue ada tiket konser nih mau pergi bareng nggak. Dan lo sampai di satu titik kalau lo ternyata suka sama dia. Dia nggak tahu. Lo sendiri sebenarnya juga masih ragu sama perasaan lo. Tapi lo tetap memberikan perhatian itu. Dia tetap menerima perhatian itu. Kemudian lo masuk ke fase cinta diam-diam karena lo nggak mau hubungan kalian jadi renggang setelah lo ngungkapin perasaan lo ke dia. Inget nggak gimana rasa berbunga-bunga setiap kali dia balas chat lo?

Happy, kan? Meski diam-diam lo curi-curi pandang ketika dia nggak memerhatikan, tapi lo happy, kan?

Tapi perasaan happy itu nggak cuma akan terjadi hanya karena dan ketika lo ketemu sama orang yang lo taksir. Ketemu sama orang yang nyambung pada obrolan pertama juga buat gue memberikan efek happy yang sama. Gue punya temen namanya Ais, gue lupa sebenarnya awalnya kita bisa kenal kayak gimana tapi kayaknya sih gara-gara dia admin salah satu fanbase EXO dulu dan pada masa-masa itu gue lagi gila-gilanya nge-tweet soal EXO. Kita kenal di Twitter dan kemudian ketemu beberapa kali karena fanbase yang bersangkutan ada event dan gue dateng. Tapi momen ketemu kita yang paling gue ingat adalah di satu hari di akhir bulan Maret 2013 ketika ada event cover dance di Gandaria City. Setelah itu kita akhirnya jadi sering ketemuan dan jalan bareng. Sampai sekarang, dia jadi temen jalan-jalan gue kalau di Bandung.


Lagi banyak banget yang resign dari kantor gue beberapa bulan terakhir. Beberapa adalah orang yang gue sendiri nggak tahu mereka ternyata sekantor sama gue (hahaha maaf anaknya memang tidak tahu sopan santun), beberapa adalah orang yang gue tahu dan pernah koordinasi kerjaan. Selama periode kerja di beberapa kantor gue biasanya nggak pernah terlalu mikirin siapa yang datang dan siapa yang resign. Karena memang kan fase kerja di perusahaan swasta kayak gitu. Kalau orangnya nyaman sama kerjaannya mungkin mereka bisa bertahan dua atau tiga tahun. Tapi kalau mereka merasa tidak berkembang secara personal atau tidak nyaman secara pribadi, ya nggak bisa disalahkan juga kalau enam bulan udah cabut. Tapi yang kemaren resign sih rata-rata memang orang-orang yang sudah ada bahkan sebelum gue masuk ke situ. Kenapa ya? Karena sudah pindah kantor tiga kali sejak lulus kuliah, adegan orang-orang pamit buat resign kayak gini seharusnya udah jadi hal yang biasalah. Toh gue sendiri sudah pernah resign juga kan dari tiga kantor sebelumnya. Tapi kemaren tuh aneh aja gitu, ada sesuatu yang ganjal di dadaku. HAHAHAHAHAH. Gue nggak bisa bohong kalau gue kepikiran. Like, why people? Why?! Alasannya apa?!

Well, sebenarnya ini jawabannya simpel aja: mencari yang terbaik. Karena kalau yang sekarang nggak memberikan apa yang kita cari dan yang kita butuhkan ya kita kan sebenarnya memang harus pindah. Daripada terpenjara terus dan terjebak di kubangan yang sama kan? Gue jadi ingat obrolan sama Rizka dan Ais dalam kunjungan main-main pertama gue ke Bekasi akhir pekan lalu. Topikya soal resign ini juga dan soal gimana salah satu temen mereka memutuskan untuk cabut padahal baru tiga bulan kerja. “Ya soalnya kondisinya nggak lebih baik dari kantor sebelumnya. Jadi buat apa lama-lama?”

Waktu gue resign dari kantor gue yang sebelumnya, ada banyak yang nanya “Kok bisa sih lo mengambil keputusan secepat itu?” Dan sekarang ketika orang-orang pada resign, kok gue malah jadi bingung ya? Hahahahaha. Ya mungkin jawaban lainnya: mereka sedang dalam proses mengejar mimpi.

Hmmm... mimpi...

SHIT! SHIT! SHIT! SEJAK KAPAN KATA INI JADI SANGAT MEMBUAT GUE BAPER?!
Guys, di balik ingar bingar Kota Jakarta, lo tahu nggak sih ternyata masih ada tempat wisata alam di sini? Nah, ini beberapa rekomendasi terbaik buat lo.
Kota Tua Jakarta (foto: ronzstagram)

Kata siapa, di Kota Jakarta hanya ada mal dan gedung tinggi? Berarti lo belum menelusuri Jakarta lebih jauh lagi, padahal lo akan menemukan deretan tempat wisata bernuansa alam. Meskipun ada di tengah perkotaan, panoramanya tetap hijau dan diselimuti hawa sejuk, lho!

Buat lo yang berencana liburan ke Kota Jakarta (atau lo lagi di Jakarta dan belum pernah ke mana-mana nih di sekitaran kota selain Monas), berikut ini rekomendasi tempat wisatanya.

1. Kampung Main Cipulir

Foto: bisnisrumahan2012
Lo pengin berlibur bareng keluarga? Kampung Main Cipulir adalah pilihan wisata Jakarta yang pas untuk santai dan main-main. Suasana Kampung Main Cipulir hijau dan asri karena dikelilingi pepohonan, rumput, serta perairan.

Kampung Main Cipulir menyediakan berbagai wahana permainan juga buat anak-anak dan dewasa. Semisal, flying fox, trampolin, paint ball, ATV, dan permainan lumpur. Lo juga bisa ngajak anak-anak (ponakan misalnya) main tangkap ikan dan berkuda. Selain itu, ada kolam renang dengan segala fasilitasnya, seperti seluncuran dan ember tumpah.

2. Hutan Kota Srengseng

Foto: jurnalbumi

Aroma hutan dan hijaunya dedaunan bisa lo dapatkan dan nikmati dengan berkunjung ke Hutan Kota Srengseng. Lokasinya di Jakarta Barat, tepat di area perkotaan. Makanya itu, Hutan Kota Srengseng disebut paru-paru kota.

Trus, apa yang menarik dari Hutan Srengseng? Pertama, hutan ini punya 4.000 pohon dari 60 varietas. Semua pohon berdaun lebat dan rindang jadi cocok buat santai-santai bareng keluarga.

Selain itu, Hutan Kota Srengseng menawarkan kawasan bermain anak, danau yang menyegarkan, dan juga trek jogging. Di sini juga ada pujasera sederhana sebagai tempat menyantap kuliner khas Kota Jakarta. Soal fasilitas umum, Hutan Srengseng dilengkapi tempat parkir, musala, dan toilet.

3. Wisata Alam Angke Kapuk

Foto: backpackerjakarta

Dekat dengan lautan, Jakarta punya kawasan hutan mangrove yang cukup luas. Salah satunya dijadikan tempat wisata, yaitu Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Luasan taman ini mencapai hampir 100 hektare.

Konsep wisatanya juga terbilang unik; Taman Wisata Alam Angke Kapuk menyuguhkan panorama hutan bakau dan pantai dari jembatan gantung. Selain itu ada juga pondok kemah yang berderet di sisi jembatan kayu. Lo juga bisa foto-foto di spot payung aneka warna.

Jelajahi juga perairan di sekitar mangrove dengan perahu. Biaya sewa satu perahu hanya Rp 350 sampai Rp 450 ribu dengan kapasitas 6 hingga 8 orang. Patungan biar murah gais!

4. Cibubur Garden Dairy

Foto: jejakpiknik

Cibubur Garden Dairy merupakan kawasan agrowisata yang terletak di sekitar Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta. Area wisata Jakarta ini punya peternakan sapi perah, kebun, taman, dan beberapa saung di atas kolam ikan arwana.

Karena termasuk lokasi wisata edukatif, Cibubur Garden Dairy sering dikunjungi rombongan anak sekolah dan mahasiswa. Objek rekreasi terpadu ini menyediakan fasilitas program pengenal dunia peternakan sapi, proses pemerahan susu, serta entrepreneurship. Gak cuma itu, pengunjung juga bisa mencicipi yoghurt dan susu segar di stan yang tersedia.

5. Taman Suropati

Foto: backpackerjakarta

Liburan akhir pekan lo akan lengkap dengan mengunjungi Taman Suropati di kawasan perumahan elite Menteng. Taman ini punya desain yang unik, rapi dan hijau. Lantainya sudah dilapisi paving block sehingga nyaman buat berpijak.

Gak cuma punya penorama yang menyegarkan, Taman Suropati juga menawarkan keindahan karya seni patung. Pembuat patung berasal dari negara anggota PBB di Asia Tenggara. Selain itu, bisa juga lo mencicipi aneka kuliner khas Jakarta.

Nah, itu beberapa tempat wisata di Kota Jakarta yang bisa lo kunjungi di akhir pekan ini. Di samping kawasan itu, Jakarta juga masih menyimpan objek rekreasi menarik lainnya. Cek deh daftarnya di situs pemesanan tiket online, seperti Traveloka.

Kita nggak bisa selalu jadi orang yang menyenangkan setiap hari. Kadang-kadang kita juga melakukan kesalahan. Sadar atau tidak sadar. Atau kadang-kadang kita berbuat sesuatu yang kurang menyenangkan yang pada akhirnya bikin satu atau dua orang merasa tersinggung. Dalam konteks pertemanan yang sudah sangat dekat, saling singgung-menyinggung ini sebenarnya nggak akan jadi sebuah masalah besar karena biasanya masing-masing partisipan dalam lingkaran pertemanan itu punya level kabaperan yang sudah bisa dikatakan sangat minimal. Tapi dalam konteks pertemanan yang lain nggak bisa disamakan dan dipukul rata. Apalagi misalnya sama teman kerja atau teman sekelompok di kampus yang sebenarnya deket juga enggak (atau mungkin keinginan untuk dekat pun sebenarnya nggak ada) tapi dipaksa keadaan untuk berinteraksi rutin setiap hari. Well, you cannot faking your smile everyday, right? Hihihi. Ketika dihadapkan dengan orang-orang yang demikian, ada kalanya kita yang sudah berusaha untuk selalu terlihat bahagia dan selalu positif dalam hal apapun ini mendadak bermuka masam. Mendadak tidak mau senyum sama sekali. Mendadak tidak ingin berkomunikasi dengan siapapun di dunia kecuali dengan diri sendiri dan Tuhan.

Suatu hari mantan teman sekamar gue pernah update status di LINE yang gue nggak inget persisnya tulisannya gimana tapi intinya bahwa “nggak mudah untuk jadi orang yang selalu ceria setiap hari”. Meski kita seringkali punya pendapat yang berbeda tentang sesuatu, but I totally agree with what he wrote at that time.

“Kenapa kok belum ada posting-an baru di KaosKakiBau?” 

Jleb. Pertanyaan itu langsung menusuk ke jantung dan langsung bikin gue baper waktu Nisa nanyain langsung ke gue di kopi darat kita pas gue ke Jogja akhir pekan lalu. Selama beberapa hari gue memang sedang ada di Jogja untuk urusan pekerjaan. Lalu gue sempat update di Twitter dan Instagram dan dihubungi oleh Bondan, salah satu chingu yang ngakunya juga sudah lama baca blog gue dan kita officially kenalan beberapa tahun yang lalu karena sama-sama jadi responden skripsinya Niki, mahasiswa Komunikasi UGM. Gue, Bondan (dan salah satu temannya), dan Nisa ketemuan di satu tempat di Jogja namanya Estuary. Nisa juga adalah salah satu pembaca blog gue. Dan malam itu dia melakukan tugasnya sebagai seorang pembaca yang baik: nanyain kapan ada posting-an baru lagi. Sementara gue, bukan blogger yang baik karena sudah meninggalkan blog kesayangan gue itu selama berbulan-bulan, hanya bisa senyum malu dan merangkai kata secepat mungkin sebagai alasan ke Nisa. Gue bilang, 

“Gue lagi mengalami kebuntuan yang gue sendiri enggak tahu kenapa bisa kayak gitu. Gue agak capek kayaknya,” kata gue yang terdengar sangat nggak meyakinkan sebenarnya. Lalu gue melanjutkan alasan itu dengan menceritakan bagaimana Sabtu dua minggu lalu gue berusaha untuk menulis dan menyelesaikan posting-an terbaru blog gue di sebuah tempat yang sebelumnya nggak pernah gue kunjungi. 


21 September 2018 lalu, gue mendapat tugas untuk terbang ke Banyuwangi. Kota Kabupaten yang selama ini hanya gue dengar saja namanya tapi tidak pernah membayangkan seperti apa kondisi kotanya. Pernah mendengar soal Blue Fire Ijen tapi belum sama sekali menyaksikannya dengan mata telanjang. Tapi tujuan kali ini bukan mendaki ke Puncak Ijen. Tujuan kali ini adalah menghadiri sebuah event bertajuk Indonesia Writers Festival 2018 yang dihadiri oleh beberapa pembicara yang akan memberikan materi-materi (yang sepertinya) seru tentang menulis. Salah satunya adalah Fira Basuki, seorang novelis Indonesia yang namanya sudah sangat populer di kalangan para pecinta buku. Karena kebetulan gue juga sedang (berharap bisa dan sangat ingin sekali) menulis novel, jadi gue tertarik untuk tahu lebih banyak. Bagaimana Fira Basuki bisa menulis dan menghasilkan 33 buku sepanjang kariernya sebagai novelis ya? Bagaimana caranya mendapatkan ide untuk dikembangkan menjadi sebuah buku atau sebuah tulisan? Bagaimana caranya bisa konsisten menulis? Bagaimana begini dan bagaimana begitu? Well, semua pertanyaan gue mungkin tidak akan terjawab karena waktu yang diberikan buat Mbak Fira Basuki untuk menyampaikan materi sangat singkat. Tapi paling enggak ada sesuatu yang bisa dipetik dari waktu yang singkat itu.

Indonesia Writers Festival 2018 bertempat di sebuah resort bernama Jiwa Jawa Ijen. Lokasi ini sudah populer selama beberapa tahun terakhir karena menjadi lokasi untuk acara Jazz Gunung. Gue bukan penikmat Jazz dan hanya tahu Jazz karena Ryan Gosling selalu ngomongin Jazz ke Emma Stone di 'La La Land' yang sudah gue tonton lebih dari dua puluh kali mungkin dan masih suka gue tontonin juga sebelum tidur atau kalau lagi iseng di kosan dan tidak ada kerjaan sama sekali. Jadi gue juga tidak pernah ngeh dengan event Jazz Gunung ini sesungguhnya. Sampai akhirnya gue tiba di Banyuwangi sore itu. Tapi, gue enggak nginep di hotel Jiwa Jawa ini. Soalnya mahal. Muahahahaha. Walaupun perjalanan ini bukan gue yang bayar sendiri, tapi tetap saja, hemat pangkal kaya, kan?

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Hey, It's Me!



kpop blogger, kpop podcaster, social media enthusiast, himself


Author's Pick

Bucin Usia 30

Satu hal yang gue sadari belakangan ini seiring dengan pertambahan usia adalah kenyataan bahwa gue mulai merasakan perasaan-perasaan yang ng...

More from My Life Stories

  • ▼  2024 (5)
    • ▼  Maret (2)
      • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
      • I Know..., But I Dont Know!
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2022 (12)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2021 (16)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2020 (49)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (34)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (48)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2012 (98)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (19)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (101)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (25)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2010 (53)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (17)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (7)

Podcast ngedrakor!

Podcast KEKOREAAN

#ISTANEXO

My Readers Love These

  • 'Sexy, Free & Single' Music Video: Review Saya!
  • Are You Ready for Your SM Global Audition Jakarta?
  • EXO CHEN! Siapa Member Lainnya?
  • EXO MAMA MV: Review Saya! [PART 1]
  • Crazy Little Thing Called Love: REVIEW
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.

Smellker

Instagram

#vlognyaron on YouTube

I Support IU!

Copyright © 2015 kaoskakibau.com - by ron. Designed by OddThemes