Gue sedang menunggu Lola, Ayu dan suaminya, Awent, di suatu sore jelang buka puasa di sebuah hotel di Mataram. Kami hari ini berencana buat buka puasa bareng setelah beberapa tahun nggak ketemu dan melakukan ini. Sebenarnya ada dua orang lagi di geng ini tapi mereka berhalangan hadir jadilah kami hanya bertiga plus Awent sebagai penggembira. Mengatur sebuah acara buka puasa memang bukan perkara mudah, gue tahu. Tapi gue kira itu hanya terjadi buat orang-orang yang mengurus buka puasa buat 40 orang atau satu angkatan SMA atau kuliah. Tapi ternyata ngurus geng yang isinya lima orang ini aja ribet banget. Dan gue kira, dramanya sudah selesai sehabis dua orang tidak bisa datang dan hanya tiga orang yang konfirmasi. Ternyata sesampainya di lokasi, masih ada drama lain: meja kami nggak ada.
Gue tiba-tiba ingat satu doa yang gue panjatkan di sebuah masa, setiap selesai salat, ketika gue merasa gue butuh seseorang untuk dipegang tangannya, untuk ditelepon sebelum tidur, ketika gue merasa gue menyukai seseorang dan ingin dia jadi bagian dari hari-hari gue, paling tidak sampai kami merasa kami masih saling membutuhkan.
Gue sedang duduk di salah satu kafe di pinggiran Mataram, tempat yang sebelumnya diperkenalkan oleh Lola. Gue memutuskan buat mampir ke sini di Sabtu sore jelang maghrib karena gue sedang tidak baik-baik saja.
Gue sedang berada dalam fase-fase bingung dan kosong dan nggak tahu sedang ingin apa. Gue duduk di kursi dekat jendela, kursi untuk empat orang tapi gue tempati sendirian, mendengarkan lagu Orla Gartland yang judulnya Why Am I Like This? yang anehnya mood-nya sangat pas dengan gue hari ini. Gue sebenarnya sedang kenapa sih?
"I got my mistakes on loop inside my head..."
“Malam ini ke mana? Keluar yuk, bosen nih.”
Gue kirim pesan itu ke Lola, teman karib gue sejak SMA. Gue lagi di Lombok by the way, lagi libur Lebaran setelah dua tahun terakhir gue Lebaran di kosan sendirian aja karena pandemi. Sekarang setelah tiga kali vaksin gue rasanya lebih berani pulang-pergi ke kampung halaman. Di 2022 ini aja gue udah tiga kali pulang saking beraninya.
Hari itu Sabtu. Gue sejak beberapa hari terakhir cuma tidur-tiduran saja di rumah karena menikmati waktu kosong tanpa bekerja dan nulis artikel. Ada beberapa artikel yang harus gue kerjakan Sabtu ini tapi gue akan free di malam harinya. Jadi gue pikir sepertinya akan menarik kalau gue ngajak Lola buat pergi-pergi. Dia bukan orang yang ribet buat diajak pergi-pergi dan selalu mau.
Geng SMA gue ada lima orang termasuk gue. Empat yang lainnya perempuan dan tiga di antara mereka sudah nikah. Lola masih sendiri dan gue selalu sendiri karena memang gue tidak ada keinginan sama sekali buat berumah tangga. Jadilah gue sama Lola sering banget main bareng kalau gue lagi pulang kampung. Sudah cukup lama juga kita nggak ketemu karena pandemi. Jadi mumpung gue lagi di rumah, gue jadi agak clingy sama dia dan ngajak-ngajak dia terus seolah-olah dia nggak punya kerjaan lain. WKWKWKWKWKKW. Gue nggak bisa ngajak temen-temen segeng gue yang lain karena sudah berkeluarga. Tahu diri aja gue nggak mungkin ngajak ibu-ibu nongkrong di kafe sementara anaknya dibiarin sama suami kan. Di titik ini gue sedang merasa bahwa gue tidak bisa seperti mereka yang mengemban tanggung jawab sebesar itu. Jadi gue lebih menikmati waktu sendiri gue saja bersama orang-orang yang sendirian juga seperti Lola.
Tapi malam itu rupanya Lola nggak sedang sendirian.
Sial.
Author's Pick
Bucin Usia 30
Satu hal yang gue sadari belakangan ini seiring dengan pertambahan usia adalah kenyataan bahwa gue mulai merasakan perasaan-perasaan yang ng...
More from My Life Stories
Podcast ngedrakor!
Podcast KEKOREAAN
#ISTANEXO
My Readers Love These
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.