Gue dulu percaya banget sama cinta pada pandangan pertama. Seperti kebanyakan novel-novel romansa teenlit yang gue baca waktu SMP, cinta pada pandangan pertama ini selalu menjanjikan sesuatu yang indah dan magis buat yang mengalaminya. Pikiran melantur. Imajinasi melayang-layang nggak menentu.
Tapi itu dulu. Sekarang kalau ngomong soal cinta pada pandangan pertama gue jadi agak gimana gitu. Karena ternyata 90%-nya adalah nafsu dan 10%-nya mungkin beneran suka. Cinta pada pandangan pertama biasanya hanya melibatkan ketertarikan terhadap visual saja. Nggak sampai ke dalam-dalam—yah sebutlah hati. Pada pandangan pertama orang nggak akan langsung tahu isi hati orang yang ditaksir sebenarnya kan. Makanya 90%-nya bisa aja nafsu.
Ada cinta yang datang pelan-pelan. Yang tumbuh sedikit demi sedikit. Yang muncul mendadak setelah perkenalan setahun atau dua tahun dengan seseorang. Lewat obrolan-obrolan nggak menentu di Twitter yang berlanjut di curhatan semalam suntuk lewat KakaoTalk atau LINE. Cinta yang seperti ini biasanya udah nggak lagi mementingkan visual, tapi lebih ke kenyamanan.
Perasaan senang ketika lo sedang “bersama” orang ini. Perasaan menggebu-gebu setiap kali ada pesan masuk dari orang ini. Meledak-ledak yang luar biasa kalau tiba-tiba orang ini ngajakin nonton atau ketemuan. Yah syukur alhamdulillah kalau ternyata orang ini juga punya visual yang 90% bagus. Bonuslah. Apalagi kalau perasaannya mutual.
(tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan sambil meneteskan air mata)