Oh ya, gue bahkan bukan fans artis-artis dari YG Entertainment in general. Maksudnya secara manajemen gitu. Biasanya kan anak-anak Kpop kalau udah bias sama satu grup dari manajemen tertentu, mereka juga akan bias sama grup lain dari manajemen yang sama. Gue contohnya, yang lo sendiri mungkin sudah tahu karena sudah sering main ke blog ini dan baca-baca tulisan gue tentang Kpop yang lain, adalah fans artis-artis SM Entertainment. Berawal dari kesukaan gue pada SHINee yang kemudian membawa gue jadi seorang ELF dan kemudian malah suka banget sama SNSD lalu jadi ngefans Krystal dan ngikutin f(x) kemudian sekarang mendeklarasikan diri sebagai EXO-L (bukan Eros ya soalnya jijik sama nama itu) yang juga menjabat sebagai fans berat Irene dan Red Velvet dan teman curhat Kun dan WinWin (tapi ini rahasia aja) di NCT. Oh gue juga diam-diam ngebias Doyoung. Kecuali kalau dia sudah mulai ke-Jaehyun-Jaehyun-an atau ke Chanyeol-Chanyeol-an, gue istirahat dulu ngebiasnya, biasanya sih geser dikit ke Mark atau Yuta meskipun belakangan ini gue lagi suka nyanyiin ‘Havana’-nya Camilla Cabello dan liriknya diganti jadi “Na Jaemin oh Nana...”. Gue juga suka beberapa artis JYP Entertainment but never been a big fan. Cuma sekedar-sekedar doang. Tapi dibandingkan dengan yang lain. Mungkin artis-artis YG Entertainment adalah yang paling gue hindari. Jangan tanya kenapa, mungkin ini cuma masalah selera. Seperti semisal lo ditanya kenapa lo suka sama artis-artis YG, lo pasti punya jawaban yang beda sama yang lain. Pasti punya alasan sendiri. Begitu juga gue. Punya alasan kenapa gue not really into YG’s artists sejak pertama kali gue suka Kpop ratusan juta tahun cahaya yang lalu.
My ruined plan and my luck.
Salah satu hal yang paling menyebalkan di dunia ini selain diem-dieman dan tebak-menebak perasaan adalah rencana yang nggak berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Gue meninggalkan kantor lebih awal hari itu, 2 Mei 2018, untuk mengejar pesawat pulang ke Lombok yang seharusnya berangkat 20:00 WIB. Tapi yah, maskapai sampah ini memang nggak pernah beres. Padahal gue sudah berencana, kalau landing di Lombok tepat waktu, gue masih punya waktu untuk woro-woro di rumah menunggu pergantian hari. Besok gue ulang tahun dan beberapa jam sebelum tengah malam gue masih duduk di bandara, scrolling Instagram sampai baterai ponsel gue nyaris habis. Kondisi ruang tunggu bandara itu udah luar biasa sumpek. Dan kondisinya sekarang diperparah karena gue kelaperan. Gue duduk di bangku yang salah malam itu, di samping satu keluarga yang juga akan terbang ke Lombok bareng gue (gue tahu mereka orang Lombok karena logatnya), yang buka bekal dari rumah. ASTAGFIRULLAH. Aromanya luar biasa menyiksa. Gue cuma bisa mengunyah roti berminyak yang gue beli setelah check in tadi dan menelan sebanyak mungkin air putih supaya gue bisa merasa kenyang. Yang akan gue lakukan setelah naik pesawat nanti adalah tidur jadi gue nggak perlu merasa lapar berlebihan. Gue mendarat di Lombok sekitar jam setengah satu pagi dan sampai di rumah sekitar jam dua subuh.
“Happy birthday, ya!” kata kakak perempuan gue sambil memberikan sebuah kotak kado yang dibungkus sederhana dengan kertas koran. Gue udah nggak punya semangat untuk senyum malam itu tapi tulisan di depannya bikin senyum gue merekah juga. Ada ucapan dari dia, suaminya, dan dua keponakan gue Nada dan Salman. Tulisan Salman hanya berupa garis-garis berantakan mirip cacing. “Dibuka sekarang atau nanti?” katanya. Makanan sudah tersedia di depan gue sekarang. Nasi hangat dengan beberapa lauk buatan nyokap dan kakak gue yang nggak bisa lagi gue tunda untuk dilahap.
“Nanti aja,” kata gue karena sibuk memikirkan bagaimana nasi dan lauk-lauk itu akan masuk ke mulut, dikunyah, lalu masuk ke perut. “Makan dulu.”
“Kamu tuh belum lahir. Masih beberapa jam lagi,” nyokap nimbrung ketika dia ingat hari ini tanggal berapa. “Sekarang sih belum,” katanya.
“Happy birthday, ya!” kata kakak perempuan gue sambil memberikan sebuah kotak kado yang dibungkus sederhana dengan kertas koran. Gue udah nggak punya semangat untuk senyum malam itu tapi tulisan di depannya bikin senyum gue merekah juga. Ada ucapan dari dia, suaminya, dan dua keponakan gue Nada dan Salman. Tulisan Salman hanya berupa garis-garis berantakan mirip cacing. “Dibuka sekarang atau nanti?” katanya. Makanan sudah tersedia di depan gue sekarang. Nasi hangat dengan beberapa lauk buatan nyokap dan kakak gue yang nggak bisa lagi gue tunda untuk dilahap.
“Nanti aja,” kata gue karena sibuk memikirkan bagaimana nasi dan lauk-lauk itu akan masuk ke mulut, dikunyah, lalu masuk ke perut. “Makan dulu.”
“Kamu tuh belum lahir. Masih beberapa jam lagi,” nyokap nimbrung ketika dia ingat hari ini tanggal berapa. “Sekarang sih belum,” katanya.
About me and my introverted mind.Gue nggak komplain terlahir dan kemudian tumbuh besar (meski belum berkembang biak) menjadi seorang introvert. Justru gue bersyukur. Masing-masing orang tentu saja punya pribadi yang berbeda-beda dan gue yakin banyak orang juga nyaman dengan kondisi mereka yang ekstrovert misalnya. Gue sendiri selalu kagum dengan mereka yang ekstrovert. Karena mereka tahu bagaimana memposisikan diri mereka di tengah kerumunan orang. Mereka tahu bagaimana bersikap dan bergaul dengan banyak orang, entah apakah mereka baru ketemu di lokasi atau sudah berteman lama. Mereka bisa masuk ke celah-celah pergaulan yang gue bahkan nggak menyadari bahwa itu ada. Kalaupun gue sadar akan keberadaan celah itu, jiwa introvert gue mungkin akan berbisik kalau gue pasti nggak akan pernah bisa masuk ke sana sekeras apapun gue mencoba. Menjadi orang yang sibuk dengan dunianya sendiri memang nggak gampang, karena ketika mereka dihadapkan dengan dunia nyata kadang-kadang panik. “Gue harus gimana ya?” itu adalah pertanyaan yang sering muncul di kepala gue. Bagaimana orang-orang di sekitar gue bergaul kadang-kadang membuat gue sangat terpukau gitu. “Bisa ya ada orang supel kayak gini?” Meanwhile gue sadar kalau gue hanyalah seonggok daging yang nggak akan memulai pembicaraan kalau nggak perlu dan kalau nggak diajak ngomong duluan. But wait until I feel comfort around you, I’ll be that crazy guy you’ve never met before.
About the past, present, and future.
Mungkin kalian akan sangat lelah mendengarkan gue mengeluh soal penyesalan demi penyesalan. Gue pun begitu. Dalam hidup kita sering dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang seringkali nggak mudah. Walaupun kondisi “nggak mudah” itu sendiri sebenarnya datang dari keribetan kita sendiri. Contoh sederhana di pagi hari misalnya, ketika lo bingung harus pakai baju yang mana ke kantor. Padahal kondisinya kantor lo sangat membebaskan dalam hal pakaian asal sopan dan rapi. Peraturan yang seharusnya bisa mempermudah lo dalam mencari outfit of the day. Gue selalu bilang ke diri gue, “Selama lo bukan selebgram yang setiap hari hidupnya harus punya foto OOTD, gue nggak melihat alasan buat lo untuk bingung milih baju.” Toh orang-orang juga nggak ada yang pernah mengomentari baju yang lo pakai. Itulah yang gue sukai dari Jakarta. In some condition, people don’t give a shit with what you are wearing. They don’t give a shit with your life even. Karena mungkin deep down inside mereka juga punya masalah yang lebih penting untuk dipikirkan. Tapi sekali lagi, kecuali lo adalah selebgram yang harus posting foto OOTD setiap hari, mungkin people do give a shit about your damn looks. Tapi setiap kali gue misalnya, entah mungkin sekali dalam setahun, merasa sangat kepikiran soal baju yang harus gue pakai ke kantor itu dan lama memutuskan untuk memilih yang mana, gue akan ingat satu hal: bahwa ada orang yang mungkin selalu pakai baju yang sama karena mereka nggak terlalu punya banyak baju untuk dibingungin.
Sama halnya dengan pertanyaan “hari ini mau makan apa?”
Kalau lo udah ngekos selama bertahun-tahun dan bertahun-tahun juga bekerja dengan penghasilan pas-pasan mungkin lo nggak akan terlalu ribet soal makanan. Kalau sedang di kosan gitu ya, gue jarang banget mikirin hari ini mau makan apa. Karena gue adalah tipe orang yang setia pada satu menu sampai gue merasa gue harus menggantinya atau sampai menu itu nggak available lagi di warteg langganan gue. Dari zaman kuliah, menu gue selalu hanya 1 jenis lauk dan 1 jenis sayur. Pernah selama enam bulan penuh gue hanya makan telur dadar dan tumis kacang panjang. Pernah juga selama enam bulan berturut-turut menu gue ikan tongkol/ikan cuwek (yang gue sendiri tidak yakin penulisannya benar atau bahkan tahu apa bahasa Indonesia yang benar untuk jenis ikan itu) dan sayur sop. Setelah masuk ke dunia kerja, gado-gado jadi forever favorite gue. Karena apa sih yang bisa mengalahkan aroma khas bumbu kacang dan campuran sayur-sayuran murah meriah itu? Gue bisa makan gado-gado dua bulan penuh karena sangat affordable dan mengenyangkan. Belakangan ini gue lagi suka ketoprak. Bumbu kacang is my life.
Sama halnya dengan pertanyaan “hari ini mau makan apa?”
Kalau lo udah ngekos selama bertahun-tahun dan bertahun-tahun juga bekerja dengan penghasilan pas-pasan mungkin lo nggak akan terlalu ribet soal makanan. Kalau sedang di kosan gitu ya, gue jarang banget mikirin hari ini mau makan apa. Karena gue adalah tipe orang yang setia pada satu menu sampai gue merasa gue harus menggantinya atau sampai menu itu nggak available lagi di warteg langganan gue. Dari zaman kuliah, menu gue selalu hanya 1 jenis lauk dan 1 jenis sayur. Pernah selama enam bulan penuh gue hanya makan telur dadar dan tumis kacang panjang. Pernah juga selama enam bulan berturut-turut menu gue ikan tongkol/ikan cuwek (yang gue sendiri tidak yakin penulisannya benar atau bahkan tahu apa bahasa Indonesia yang benar untuk jenis ikan itu) dan sayur sop. Setelah masuk ke dunia kerja, gado-gado jadi forever favorite gue. Karena apa sih yang bisa mengalahkan aroma khas bumbu kacang dan campuran sayur-sayuran murah meriah itu? Gue bisa makan gado-gado dua bulan penuh karena sangat affordable dan mengenyangkan. Belakangan ini gue lagi suka ketoprak. Bumbu kacang is my life.
Ada nggak sih di antara kalian yang setiap ulang tahun ngomong ke diri sendiri, “Wow, I’m one year older now. Do I look different? Do I feel different? Do I need to feel different just because now I’m one year older?”
Gue sedang duduk di kamar yang dibuat nyokap setahun yang lalu untuk gue di rumah. Membagi dua ruang keluarga yang sudah jadi terlalu luas buat keluarga kami yang sebenarnya udah jarang ngumpul-ngumpul lagi. Meja belajar gue ada sebelah Selatan ruangan yang menghadap Barat itu, nempel ke tembok yang di sampingnya ada jendela yang nggak pernah dibuka. Jendela yang juga nggak punya tirai sama sekali. Pemandangan di balik jendela itu nggak menarik. Hanya lahan sempit antara rumah gue dengan rumah tetangga yang akhirnya dijadikan tempat menumpuk material-material bekas bangunan. Beberapa kali gue mencoba meyakinkan nyokap untuk membuat kolam kecil di sana atau sekalian kolam renang aja buat main-main air tapi ditolak sama dia. “Nanti lembab ke rumah tetangga, kita yang kena masalah.” Katanya. Padahal di belakang, posisi salah satu kamar di rumah ini nempel juga sama kamar mandi tetangga yang lain, menyebabkan kamar itu dindingnya jadi lembab banget dan kami nggak pernah komplain sama sekali. Jadi kenapa kita harus takut tetangga komplain ke kita? Sebel.
Gue sedang duduk di kamar yang dibuat nyokap setahun yang lalu untuk gue di rumah. Membagi dua ruang keluarga yang sudah jadi terlalu luas buat keluarga kami yang sebenarnya udah jarang ngumpul-ngumpul lagi. Meja belajar gue ada sebelah Selatan ruangan yang menghadap Barat itu, nempel ke tembok yang di sampingnya ada jendela yang nggak pernah dibuka. Jendela yang juga nggak punya tirai sama sekali. Pemandangan di balik jendela itu nggak menarik. Hanya lahan sempit antara rumah gue dengan rumah tetangga yang akhirnya dijadikan tempat menumpuk material-material bekas bangunan. Beberapa kali gue mencoba meyakinkan nyokap untuk membuat kolam kecil di sana atau sekalian kolam renang aja buat main-main air tapi ditolak sama dia. “Nanti lembab ke rumah tetangga, kita yang kena masalah.” Katanya. Padahal di belakang, posisi salah satu kamar di rumah ini nempel juga sama kamar mandi tetangga yang lain, menyebabkan kamar itu dindingnya jadi lembab banget dan kami nggak pernah komplain sama sekali. Jadi kenapa kita harus takut tetangga komplain ke kita? Sebel.
"Life is kinda hard these days. Kenapa ya?"
Di suatu pagi yang macet di jalan menuju ke kantor, gue sedang mengendarai Daniel ketika pertanyaan itu gue ajukan ke diri gue sendiri. Setiap berangkat ke kantor gue biasanya akan memutar playlist yang sesuai dengan mood gue pagi itu. Cuma ada beberapa playlist yang ada di pemutar musik-nya Jeno (nama handphone gue) dan beberapa playlist itu adalah NCT, EXO, f(x), SNSD, dan Taeyeon. Kalau mood gue lagi bagus biasanya gue akan dengerin lagu-lagu dari empat playlist yang gue sebutkan pertama. Mostly karena isinya adalah lagu-lagu up-beat yang akan membantu membuat gue feel better sepanjang perjalanan ke kantor. At least ketika gue sudah sampai parkiran kantor, gue udah nggak bad mood lagi. Biasanya mood gue akan membaik setelah momen karaoke di atas motor yang selalu gue lakukan setiap pagi.
Tapi kalau mood gue lagi nggak jelas, seperti ketika pertanyaan "Kenapa sih hidup belakangan ini kok kayaknya berat banget?" itu muncul, gue akan mendengarkan lagu-lagu di playlist Taeyeon. Walaupun ada beberapa lagu yang memang up-beat, tapi kebanyakan lagu-lagu di album My Voice itu kan temanya putus cinta. Walaupun kondisi mood gue nggak ada hubungannya sama putus cinta tapi lagu-lagunya ngena aja sama kondisi hati saat itu. Dan kalau mood gue di pagi hari nggak ada yang match sama playlist-playlist itu, gue selalu kabur ke Spotify dan mendengarkan satu album lagu Evanescene yang Fallen. Serius deh, album yang isinya lagu pop-rock emo itu sangat membantu membuat gue feel better.
Di suatu pagi yang macet di jalan menuju ke kantor, gue sedang mengendarai Daniel ketika pertanyaan itu gue ajukan ke diri gue sendiri. Setiap berangkat ke kantor gue biasanya akan memutar playlist yang sesuai dengan mood gue pagi itu. Cuma ada beberapa playlist yang ada di pemutar musik-nya Jeno (nama handphone gue) dan beberapa playlist itu adalah NCT, EXO, f(x), SNSD, dan Taeyeon. Kalau mood gue lagi bagus biasanya gue akan dengerin lagu-lagu dari empat playlist yang gue sebutkan pertama. Mostly karena isinya adalah lagu-lagu up-beat yang akan membantu membuat gue feel better sepanjang perjalanan ke kantor. At least ketika gue sudah sampai parkiran kantor, gue udah nggak bad mood lagi. Biasanya mood gue akan membaik setelah momen karaoke di atas motor yang selalu gue lakukan setiap pagi.
Tapi kalau mood gue lagi nggak jelas, seperti ketika pertanyaan "Kenapa sih hidup belakangan ini kok kayaknya berat banget?" itu muncul, gue akan mendengarkan lagu-lagu di playlist Taeyeon. Walaupun ada beberapa lagu yang memang up-beat, tapi kebanyakan lagu-lagu di album My Voice itu kan temanya putus cinta. Walaupun kondisi mood gue nggak ada hubungannya sama putus cinta tapi lagu-lagunya ngena aja sama kondisi hati saat itu. Dan kalau mood gue di pagi hari nggak ada yang match sama playlist-playlist itu, gue selalu kabur ke Spotify dan mendengarkan satu album lagu Evanescene yang Fallen. Serius deh, album yang isinya lagu pop-rock emo itu sangat membantu membuat gue feel better.
Buat yang suka banget sama Kpop dan K-Drama seperti gue, pasti punya mimpi buat berkunjung ke Korea Selatan. Mungkin nggak cuma sekali, tapi berkali-kali. Mengingat ada banyak lokasi yang bisa dikunjungi di sana dan mungkin nggak cukup kalau dalam sekali kedatangan hanya tinggal dua sampai lima hari. Lagipula ke Korea Selatan itu pasti nagih. Hehehe.
Nah buat yang memang ingin mengunjungi Korea Selatan berkali-kali dalam lima tahun (wagelaseh uangnya pasti banyak banget ya), lebih enak kalau waktu bikin Visa, lo sekalian bikin yang Multiple aja. So lo nggak perlu mengeluarkan uang untuk Visa setiap mau berangkat ke sana. Lebih hemat selama lima tahun dengan jumlah yang signifikan lho!
Jadi buat wisatawan, Visa ke Korea Selatan itu ada dua jenis: Single dan Multiple. Bedanya apa? Seperti namanya, Single ya untuk sekali masuk (sekali kunjungan dalam kurun waktu 90 hari, dengan masa tinggal 30 hari). Sementara Multiple ya untuk berkali-kali masuk (berlaku untuk 5 tahun bolak-balik ke sana, dengan masa tinggal maksimal 30 hari per kunjungan).
Bagian Konsuler Kedutaan Besar Korea Selatan untuk Indonesia yang berkantor di Jakarta Selatan belum lama ini melakukan perubahan persyaratan untuk pembuatan Visa baik Single dan Multiple. Ada beberapa hal yang disederhanakan dan dimudahkan nih buat lo yang memang berniat sering bolak-balik Korea Selatan. Semua dijelaskan dalam Press Conference yang digelar pada Selasa (10/4/2018) kemarin.
Gue enggak ngerti deh. Apakah orang-orang di dunia ini semua pada dikejar-kejar target atau gimana ya? Kok kayaknya mereka semua pukul rata gitu, soal seseorang yang udah memasuki usia tertentu sudah harus berkeluarga? Gue juga nggak ngerti apakah mereka sebenarnya enggak ada kerjaan yang lebih berfaedah gitu ya, selain ngurusin kehidupan orang lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kapan nikah gitu? Ehem.
(tarik nafas) (hembuskan) (lewat pori-pori kulit kepala)
IYA GUE TAHU GUE TAHUN INI SUDAH 27 TAHUN DAN GUE BELUM ADA RENCANA BUAT MENIKAH TRUS KENAPA?!
(teguk teh herbal) (menenangkan diri)
Serius deh. Orang-orang tuh harus beneran berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan soal pernikahan. Karena sejujurnya, sepeduli-pedulinya lo sama hidup gue, gue lebih peduli sama hidup gue sendiri. Gue nggak butuh mendengar pertanyaan seperti itu dari orang-orang yang berbeda, secara berulang-ulang, karena gue sendiri selalu mempertanyakan itu ke diri gue setiap malam sebelum tidur, setiap abis solat subuh yang selalu telat, setiap abis solat Jumat yang selalu ketiduran pas khotbah, setiap abis solat isya yang kadang udah mepet subuh. Stop mempertanyakan sesuatu yang gue sendiri masih mencari jawabannya! Lo kira enak... ENGGAK ENAK TAUK! Lagipula ngejawab pertanyaan menikah kan enggak sesimpel menjawab pertanyaan Ujian Nasional Berbasis Komputer atau Ujian Nasional pada umumnya. Enggak ada pilihan jawaban A, B, C, D atau E. Kalaupun ada paling isinya cuma:
A. Anjir, kapan gue nikah bukan urusan lo.
B. Bisa nggak sih lo diem aja ngurusin diri lo sendiri.
C. Capek nggak sih lo sama hidup lo yang ngurusin hidup orang lain kayak gini?
D. Damn you son of a bi*ch. Shut up.
E. Eek Berang-berang! Pergi lo ke Alaska!
(tarik nafas) (hembuskan) (lewat pori-pori kulit kepala)
IYA GUE TAHU GUE TAHUN INI SUDAH 27 TAHUN DAN GUE BELUM ADA RENCANA BUAT MENIKAH TRUS KENAPA?!
(teguk teh herbal) (menenangkan diri)
Serius deh. Orang-orang tuh harus beneran berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan soal pernikahan. Karena sejujurnya, sepeduli-pedulinya lo sama hidup gue, gue lebih peduli sama hidup gue sendiri. Gue nggak butuh mendengar pertanyaan seperti itu dari orang-orang yang berbeda, secara berulang-ulang, karena gue sendiri selalu mempertanyakan itu ke diri gue setiap malam sebelum tidur, setiap abis solat subuh yang selalu telat, setiap abis solat Jumat yang selalu ketiduran pas khotbah, setiap abis solat isya yang kadang udah mepet subuh. Stop mempertanyakan sesuatu yang gue sendiri masih mencari jawabannya! Lo kira enak... ENGGAK ENAK TAUK! Lagipula ngejawab pertanyaan menikah kan enggak sesimpel menjawab pertanyaan Ujian Nasional Berbasis Komputer atau Ujian Nasional pada umumnya. Enggak ada pilihan jawaban A, B, C, D atau E. Kalaupun ada paling isinya cuma:
A. Anjir, kapan gue nikah bukan urusan lo.
B. Bisa nggak sih lo diem aja ngurusin diri lo sendiri.
C. Capek nggak sih lo sama hidup lo yang ngurusin hidup orang lain kayak gini?
D. Damn you son of a bi*ch. Shut up.
E. Eek Berang-berang! Pergi lo ke Alaska!
Kalian yang lahir di tahun 80-an dan 90-an pasti tahu dan akrab dengan Doraemon. Karakter kartun ini sudah jadi tontonan anak-anak generasi 90-an sejak masa kanak-kanak. Robot kucing yang datang dari abad 21 ini memang ajaib. Soalnya dia punya peralatan-peralatan canggih dari masa depan yang dibawa ke puluhan tahun sebelum dirinya bahkan diciptakan. Alat-alat ajaib Doraemon selalu bikin wow Nobita dan kawan-kawannya termasuk juga gue sebagai penonton setia serial ini di RCTI setiap jam 9 pagi WITA zaman-zaman dulu.
Kartun Jepang ini mau nggak mau bikin gue berimajinasi dan bertanya-tanya, seperti apa sih masa depan nanti?
Di dunia Doraemon, masa depan digambarkan dengan segala sesuatu yang nggak lagi bergerak di atas tanah melainkan di udara. Sebut saja sepeda terbang, mobil terbang, dan baling-baling "bambu". Belum lagi alat-alat canggih yang bisa digunakan untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain dengan cepat seperti Pintu ke Mana Saja. Bahkan berpindah dari satu era ke era lain di masa lalu, atau masa depan, dengan Mesin Waktu.
Gambaran masa depan di Doraemon adalah hasil imajinasi dari kreatornya, Fujiko F. Fujio. Dia membayangkan bagaimana kehidupan masyarakat kebanyakan di Jepang di abad yang berbeda. Di tangan Ernest Cline, Zak Penn dan Steven Spielberg, masa depan itu tampak sangat berbeda. Khususnya buat para geeks dan gamers.
Episode baru Podcast ngedrakor!
Podcast KEKOREAAN on SPOTIFY! Dengerin di Sini!
Highlight!
Jurnal Mimpi (Mimpiin Chanyeol Anjir Random Abis)
Gue semalem mimpi aneh banget. Eh, enggak. Enggak cuma semalem, maksudnya. Gue selalu punya mimpi aneh. Tapi, ya namanya mimpi, pasti serin...
#ISTANEXO
Smellker
Yang Paling Bau!
Bau-bau yang lain ~xD
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.