"Perempuan Sasak Terakhir" The Movie: Review Saya!



Waktu pertama kali kakak laki-laki saya memperlihatkan trailer film ini sekitar satu setengah tahun yang lalu, saya benar-benar tertarik ingin menonton film ini. Ada beberapa alasan diantaranya adalah bahwa yang pertama film ini dibuat oleh sineas asal Lombok dengan hampir 90 persen pemain dalam film ini adalah orang-orang Lombok, yang kedua jelas bahwa film ini tentang budaya Lombok dan Sasak pada khususnya, yang ketiga bahwa film ini berlokasi di pulau imut unyu munyu damai sejahtera ini. Kakak laki-laki saya juga pernah bilang kalo someday, walaupun masih Insya Allah juga waktu itu, film ini akan tayang di bioskop pada bulan September (tahun lalu). Tapi ketika September tahun lalu tiba.... Aigoo... Ternyata memang film ini baru bisa disaksikan oleh kalangan terbatas. Lumayan kecewa sih, karena rasa penasarannya kemudian menghilang seiring waktu berjalan dan seiring dengan apa itu namanya---oh iya K-POP. Tetep. Jahanam bagian itunya.

Beruntung, minggu lalu film ini akhirnya ditayangkan untuk umum. Walaupun tidak digedung bioskop, tapi siapa peduli, yang penting kan nonton. Dan karena Mataram belum ada bioskop (dan kemudian sadar kenapa pada akhirnya nggak ada--faktanya ketika saya menonton film ini, di dalam satu ruangan yang berkapasitas bisa 50-60 orang bahkan lebih itu hanya terisi 15-20 orang saja) jadi film ini diputar di gedung pertunjukkan di arena Taman Budaya Mataram. Saya sendiri menonton pemutaran pada hari Sabtu, 25 Agustus 2012. Dengan membayar Rp 20.000,- saja, dan duduk bersila di lantai, akhirnya... bisa juga melihat keindahan pulau kelahiran sendiri di layar lebar :) Oke karena bahasanya mulai menyebalkan, saya kembali saja ke kehidupan nyata~~~~~~~ DOR

Nah! Hehehe... dua puluh ribu rupiah sebenarnya nggak terlalu mahal dibandingkan dengan tiket nonton di Blitz Megaplex :p Tapi yah, mungkin memang (dengan berpositif thinking) ketika film ini diputar kemarin, para penonton bapak bapak ibu ibu semua yang ada di Mataram lagi pada sibuk lebaranan atau mudik atau heboh mempersiapkan lebaran topat dan sebagainya. Alhasil, buset dah, ruangannya jadi sepi banget :( Agak menyedihkan mengingat seharusnya sebagai warga Mataram pada khususnya dan Lombok pada umumnya, semua orang harusnya berbondong-bondong menonton film ini seperti halnya ketika film Sajadah Kakbah nya Rhoma Irama tayang di televisi. Walaupun di film ini nggak ada pemain film nasional sekelas Rhoma Irama, tapi pemain lokal-pun tetap bisa menyuguhkan sebuah tontonan yang oke banget.

Secara keseluruhan film ini dibagi menjadi 3 alur yang masing-masing berdiri sendiri walaupun masih ada benang merahnya.

Yang pertama adalah jalan hidup Ryan (nama lahirnya Sasak Adi, tapi nama Jakarta-nya Ryan--Semacem nama gaul gitu. Kalo misalnya dia suka K-Pop pasti nama gaulnya jadi Dong-Joon atau semacemnya. Tapi berhubung dia anak gaul kebanyakan, jadi nama yang dipilih mungkin Ryan. Yayaya...) Ryan adalah seorang anak yang dilahirkan dari seorang Perempuan Sasak. Ibunya meninggal ketika melahirkan Ryan dan ayahnya tidak sempat menolong ibunya karena terlambat pulang (agak kabur pulang dari mana, mungkin dari kerja, mungkin dari mencari pertolongan). Adegan kelahiran Ryan membuka film ini dengan dramatis sekali. Jadi ceritanya Ibu Ryan lagi hamil besar trus ayahnya baru aja berangkat naik motor Suzuki tahun 70an warna merah (kayak punya kakek gue gitu deh) trus perutnya sakit gitu akhirnya dia menepi ke pager. Karena udah nggak tahan, dia membuka sabuk kain tenun yang digunakannya, trus disangkutin ke pohon, trus dia berusaha melahirkan sendiri. Ryan lahir dan ibunya meninggal dunia. Sempat merinding nonton adegan awal ini.

Nah sejak dilahirkan, ternyata eh ternyata si Ryan ini nggak pernah ketemu sama ayahnya. Aigoo... Kasian si Ryan. Dia besar bersama dengan pamannya di Jakarta. Akhirnya dia sampai kuliah di Jakarta. Nah suatu hari, pamannya mengaku tidak bisa lagi membiayai hidup Ryan. Mungkin Ryan terlalu slebor hidupnya--bahkan slebor artinya apa aja gue nggak tahu--dan pamannya memutuskan untuk mengembalikan Ryan ke haribaan ayahnya di Lombok. 

Sesampainya di Lombok, Ryan pulang naik ojek ke rumah ayahnya. Pertama kali bertemu dengan ayahnya jelas, masih kikuk rikuh awkward karena mereka memang nggak pernah ketemu sebelumnya. Ayah Ryan (Amaq Adi--Amaq berarti bapak, sementara Adi adalah nama asli Ryan, Sasak Adi, di Lombok seringkali nama ayah atau ibu seseorang di panggil dengan sebutan seperti itu. Amaq Adi berarti Ayah si Adi. Biasanya sih nama yang digunakan adalah anak paling tua. Jadi kalo misalnya nama gue Ron, bokap gue dipanggilnya bisa jadi Amaq Ron. Tapi berhubung gue anak terakhir jadi nggak berlaku bagian itu. Oke skip) sempat tidak mengenali anaknya dan ragu-ragu apakah ini anak saya atau bukan. Karena ketika pertama kali Ryan bertemu dengan Ayahnya, dia memperkenalkan dirinya dengan nama Ryan, bukan Sasak Adi. Jelas dong kan Ryan anak gaul Jakarta gitu jadi namanya nggak mungkin Sasak Adi. Menurut Ryan. Disitulah Ryan pertama kali bertemu ayahnya, masuk ke rumah ayahnya, dan bertemu dengan foto almarhum ibunya.
*
Yang seru walaupun mungkin banyak yang nggak ngeh adalah bagian dimana Ryan sedang berdiri menatap peta pulau Lombok dan si Ryan ini punya kalung yang mainan kalungnya itu berbentuk kawah gunung Rinjani gitu. Seru aja. Semakin menguatkan kalau dia adalah orang Lombok gitu kan.
*
Nah, baru sehari sampai di rumah Ayahnya, ternyata sang Ayah punya sebuah misi untuk Ryan. Yaitu mengembalikan Ryan pada fitrahnya. Kesannya kayak Ryan menyimpang banget ya hidupnya. Maksudnya adalah, ayahnya ingin si Ryan ini tahu jati dirinya sebagai orang Lombok, sebagai orang Sasak, sebagai Sasak Adi. Ayahnya ingin mengajak Ryan pulang ke kampung halaman Ayahnya di Desa Tradisional Sasak di Sembalun. Dan disinilah cerita kemudian berkembang dan berlanjut....
*
Mereka berdua mengendarai sepeda motor, mengelilingi pulau Lombok selama kurang lebih satu minggu (atau dua? agak lupa bagian itu). Amaq Adi membawa Ryan ke tempat-tempat bersejarah yang ada di Lombok dan menjelaskan sedikit demi sedikit tentang sejarah dan asal muasal tempat itu. Sepanjang perjalanan mereka pergi ke daerah Pantai Ampenan (ex. Pelabuhan Lombok), Taman Mayura, mengembara di jalanan panjang di kawasan Senggigi, dan banyak kali mereka menghabiskan waktu juga di jalan-jalan daerah perbukitan yang kiri kanan-nya masih hijau.
*
Ternyata si Ryan ini orangnya nggak semudah itu untuk diajak wisata sejarah. Dia tipikal anak-anak kota yang lebih suka sama hal-hal simple. Jadi disini Ryan suka emosian banget. Suka marah-marah. Ditambah lagi kondisi dimana dia baru saja bertemu dengan Ayahnya setelah 22 tahun. Tentu saja rasanya asing kan, jalan-jalan keliling Lombok sama orang yang baru lo temuin kemarin ternyata dia adalah Ayah lo setelah selama ini. Tapi disinilah Amaq Adi berusaha untuk mendekatkan dirinya dengan Ryan. Amaq Adi juga berusaha untuk mendekatkan Ryan dengan kampung halamannya. Dalam perjalanan, Ryan seringkali bertanya, "Kapan kita akan sampai ke rumah Ayah?" dan seringkali Ryan juga tersulut emosinya karena Ayahnya yang terkesan cuek.

Suatu malam mereka beristirahat di kaki gunung, bermalam di sana ditemani dengan api unggun. Ketika pagi datang, Ryan terbangun dan menemukan sepeda motor yang mereka gunakan hilang. Emosilah si Ryan ini. GIMANA KITA BISA PULANG KALO GAK ADA MOTOR ITU?! Tapi Ayahnya santai-santai aja, nggak peduli. Karena tujuan dari perjalanan ini adalah untuk melatih kesabaran juga ya kayaknya jadi yaudah kita jalan ya jalan aja. Dan benar aja, di tengah perjalanan (dalam arti kata sebenarnya: jalan kaki) mereka menemukan motor mereka sedang digeret oleh orang gila. Ryah heboh, ayahnya cuma ketawa. Lama lama gue curiga ini ayahnya sakit. But anyway, cerita kembali berlanjut dan perjalanan mereka kembali diteruskan.

Ditemukannya motor itu tidak lantas mempermudah perjalanan. Yang namanya motor kan gak selamanya bisa membantu kadang-kadang juga merepotkan. Di tengah jalan ban-nya kempes, Ryan emosi. Bensinnya abis, Ryan emosi. Dan ketika kejadian terakhir itu, Ryan terpaksa harus menggeret motornya dan meneruskan perjalanan. Di tengah jalan tiba-tiba ada pengemis saling gendong lewat minta-minta. Menurut Ryan, karena perjalanan masih jauh harusnya hemat uang dong (karena dalam perjalanan Ayahnya selalu mengaku tidak punya uang--ada adegan dimana Ryan berhenti karena lapar dan ingin membeli makanan. Ryan tidak membawa dompet jadi dia meminta uang pada ayahnya. Tapi ayahnya diem aja gitu gak mau ngasi uang, Ryan-nya emosi. Dalam otak Ryan si ayahnya juga gak ada uang) dan ketika pengemis itu minta uang ke ayah Ryan, jeng jeng, ternyata ayah Ryan ada dong simpanan duit. Dikasilah duit itu ke pengemis. Eh pas udah dikasi ternyata pengemis itu (yang saling gendong tadi--ceritanya satu gak bisa jalan) sehat walafiat dan jalan dengan santainya setelah dikasi uang. Marah-marahlah si Ryan ini lagi.

"AYAH LIAT KAN! PENGEMIS YANG BISA JALAN KAYAK GITU DIKASI UANG JUGA! KITA INI MASIH BUTUH UANG YAH BUAT BELI BENSIN! INI GIMANA CARANYA KITA BELI BENSIN KALO BEGINI!" trus si Ryan ngamuk-ngamuk gitu. Si ayahnya kan bawa tuh tas kecil dari bahan jerami (atau bambu?) gitu yang isinya kain trus di bongkar-bongkar deh sama si Ryan. Ternyata di dalem situ ada duit dong. Trus si Ryan malah nangis. Trus kata ayahnya, "Ternyata, uang tidak selalu membuat kamu bahagia ya? Buktinya sekarang kamu nangis."

Jleb banget gak sih bagian itu HAHAHAHAHAHA ya iyalah. Orang udah bete sepanjang jalan nahen laper, berasa paling miskin, bensin abis, uang (dikirain) gak ada, eh ternyata  di dalem sana numpuk. Gimana nggak nangis.

Ada satu quote yang dikutip ayah Ryan dari seorang bijak (gue lupa persisnya dibagian mana kalimat ini diucapkan tapi masih nyambung sama adegan bensin abis dan pengemis palsu tadi) jadi Amaq Adi kurang lebih bilang gini, "Kalo kamu mau bahagia satu jam maka tidurlah. Kalo kamu mau bahagia satu hari, maka memancinglah, tapi tentu saja di tempat yang banyak ikannya. Kalo kamu mau bahagia satu minggu maka berpestalah. Kalo kamu mau bahagia satu tahun maka bersenang-senanglah. Tapi kalo kamu mau bahagia seumur hidup kamu, maka berbuat baiklah pada orang lain." Walaupun nggak persis kayak gitu (karena gue lupa di bagian satu bulan dan bagian satu tahun juga nggak bergitu jelas inget) tapi kurang lebih begitulah endingnya.

Maka karena mereka sudah berbuat baik pada orang hari itu, datanglah sebuah mobil pembawa bensin dan bensin itu diberikan pada mereka secara gratis.

Di dalam perjalanan ternyata Ryan tidak hanya menemukan kenyataan bahwa bensin mereka habis di jalan saja (walaupun sudah dapet gratisan sih), tapi ada banyak fenomena-fenomena yang kalau kalian tinggal di Lombok, pasti sangat familiar. Contohnya, konvoy anak-anak yang baru lulus SMA. Bajunya di coret-coret pilox trus heboh naik motor gaya-gayaan. Ketika melewati anak-anak itu, mereka sempat mengejek Amaq Adi yang memang sejak awal perjalanan menggunakan pakaian tradisional Sasak untuk laki-laki yang warnanya hitam trus juga pake ikat kepala khas gitu. Dikatainlah mereka kampungan. 

Di tempat lain, mereka juga berpapasan dengan seorang suami yang menggeret-geret istrinya di pinggir jalan trus sesekali dipukulin. Ryan sempat berhenti untuk menolong tapi malah disemprot habis-habisan sama si suami. Ternyata istrinya selingkuh via SMS gitu. Makanya dia marah-marah.

Yah, gitu deh, emang, kenyataannya seringkali seperti itu kalo melihat kehidupan asli disini. Di beberapa kisah sih. Nggak semua juga. Termasuk itu tadi orang gila yang nyuri motor. Kenyataannya dulu waktu jaman-jaman gue SD, banyak banget orang yang kayak gitu masih keliaran di kampung, di pinggir-pinggir kota. Kadang-kadang meresahkan juga sih. Walaupun pada kenyataan anak-anak SD kalo ngeliat orang gila pasti diteriakin. Padahal kan kasian. Cuma ya mo gimana ... harusnya kan mereka di rawat di RS kan... Tapi ya gitu deh. Bahkan di deket rumah gue ada yang kayak gitu trus dipasung :( Cowok. Gak tahu sekarang masih hidup atau nggak. Nggak pernah ada kabarnya.

Akhirnya setelah melewati perjalanan panjang dan emosional itu, Ryan sedikit demi sedikit tahu apa artinya hidup sebagai laki-laki Sasak yang harus rendah diri, harus bisa dewasa, menahan emosi, nggak cengeng, nggak bawel dan selalu berbuat baik kepada sesama. Hal ini ditunjukkan dengan keinginan Ryan untuk suatu saat mengenakan ikat kepala seperti yang digunakan oleh Ayahnya. Sebelum perjalanan akhirnya berakhir di desa Sembalun, dan hati Ryan kemudian mencair dan semakin tahu arti hidup, Ayahnya berpesan pada Ryan. Suatu saat, dakilah gunung Rinjani. Maka niscaya kau akan menemukan keindahan yang tidak akan pernah ada duanya di belahan dunia lain.

Nah akhirnya mereka sampai di desa Sembalun. Di sana hidup sanak famili dari Amaq Adi. Salah satunya adalah sepupu Ryan yaitu Anjani. Sayangnya ketika Ryan dan Amaq Adi sampai di sana, Anjani sedang ada di kantor polisi. Salah seorang kerabat di sana menjelaskan kenapa Anjani bisa ditahan dan menjelaskan beberapa kejadian yang sempat heboh di kampung. Amaq Adi kemudian berusaha menyelesaikan masalah dan meminta Ryan menjemput Anjani ke kantor polisi. Sayangnya, sekembalinya Ryan dari kantor polisi, Amaq Adi meninggal dunia :(

Kita masuk ke cerita kedua ... Di sebuah desa tradisional Sasak di Sembalun, hiduplah seorang Pemangku Adat yang putrinya baru saja memutuskan untuk kembali dari kuliahnya dan menunggu pengumuman hasil kelulusan di rumah saja. Dengan berbekal beberapa buku yang dibawanya, dia berniat untuk menemani ayahnya yang hidup sendiri karena ibunya meninggal beberapa bulan yang lalu. Gadis itu bernama Anjani.
*
Anjani ini cewek cantik banget. Karena ayahnya adalah seorang pemangku adat di desa itu, dia juga akhirnya kembali ke sana dan menjadi perempuan Sasak seutuhnya. Setiap hari Anjani menggunakan pakaian tradisional Sasak untuk perempuan (namanya Lambung--biasanya kita mengucapkannya Lambong. U-nya diucapkan jadi kayak O. Bentuknya kayak baju *sigh*, lehernya lubang segitiga yang pinggirannya dikasi motif-motif hiasan gitu. Biasanya pemakaiannya dilengkapi dengan selendang di bahu dan bawahan rok panjang dari kain tenun). Anjani sudah berniat untuk menjadi seorang perempuan Sasak seutuhnya lah pokoknya.
*
Dari ayahnya, Anjani belajar prinsip hidup sebagai orang Sasak (ada 7 dan gue cuma inget 5 dan ini nggak urut: 1 takwa pada Tuhan, 2 mengikuti perintah Nabi, memelihara lingkungan, memelihara silaturahmi dengan saudara dan handai taulan, dan memelihara diri sendiri--yang jelas itu yang terakhir). Selain itu Anjani juga belajar kewajiban-kewajiban perempuan Sasak yang sejatinya adalah Ibu Rumah Tangga--"Perempuan Sasak itu wajib bisa melakukan tiga hal: mengurus keluarga, mengambil air dan menenun." Dan dari ayahnya juga, Anjani mendapatkan titah untuk meneruskan perjuangan mengajar di sekolah yang dibangun oleh mendiang ibunya. Prinsip ayah Anjani adalah bahwa semua anak-anak Sasak di kampung itu harus sekolah dan menjadi cerdas.
*
Masalahnya sekarang adalah bahwa di kampung tradisional itu, hiduplah seorang lain yang lebih modern, bisa dibilang, hidupnya. Orang ini hidup dengan listrik yang terang benderang (sementara yang lain masih pake lampu minyak tanah dong...) dan karena listrik yang sudah ada disitu, jelas dia pada akhirnya punya TV. Dan TV itu dipertemukan dengan Play Station dan dimanfaatkan untuk membuka rental PS di kampung. Inilah yang kemudian mengalihkan perhatian anak-anak SD yang sejatinya harus bersekolah di tempat Anjani dan ayahnya sehingga mereka jadi malas sekolah gitu. Klasik. Anak-anak emang kayk gitu kan biasanya.
*
Pak Mangku (panggilan untuk ayah Anjani oleh warga kampung) beberapa kali menasehati mas-mas yang tidak disebutkan namanya pemilik rental PS ini. Tapi ya, namanya orang kalo udah dapet uang pasti nggak mau sumber uangnya hilang hanya demi mendengarkan kata orang tua yang udah uzur. Kalo istilah bahasa Sasak itu kentok kusen--kentok berarti telinga, kusen ya kusen jendela yang dari kayu. Istilah ini adalah sebutan bagi orang yang kali di nasehatin nggak pernah nurut gitu. Istilah buat orang yang nggak mau mendengarkan orang lain. Yah begitulah, Pak Mangku harus rela murid-muridnya main PS seharian daripada harus sekolah. Kecuali satu orang anak laki-laki bernama Ikramullah yang kedua orang tuanya miskin banget gitu. Ayahnya kerja sebagai TKI di Arab dan beberapa minggu yang lalu meninggal di sana (entah karena korban penyiksaan atau apa gue juga lupa bagian ini) dan jenazahnya di kirim ke Lombok.
*
Suatu hari, ketika akan berangkat ke sekolah, Anjani mempersiapkan segala kebutuhan ayahnya sebelum berangkat dan berjanji akan membuatkan ayahnya makanan kesukaan ayahnya yang dulu sering dibuat oleh ibunya juga. Berangkatlah ayahnya ke sekolah... Ternyata hari itu hari Senin. Di sekolah ada upacara bendera. Bangunan sekolah yang dirintis oleh ibu Anjani itu bukanlah sekolah bagus. Bangunannya sebagian besar dari kayu dan atapnya dari jerami. Kelasnya cuma satu. Di dalem kelas juga pas-pasan banget isinya. Jadi bangunan sekolah yang cuma satu ruang itu di depannya ada halaman untuk upacara. Dan disitulah semuanya kemudian terjadi. Kisah sedih yang menggetarkan hati. Aigoo... DOR. Waktu bendera merah putih sedang berusaha dinaikkan ke tiangnya, alunan Indonesia Raya terdengar mesra, ayah Anjani merasa lemah. Ketika sedang hormat bendera dia tumbang dan meninggal dunia. Anjani datang dan menangis.
*
Berita meninggalnya Pak Mangku tersebar ke seluruh kampung oleh teriakan satu orang gila yang ada di kampung itu (see? Lagi lagi orang gila keliaran...) dan sejak meninggalnya Pak Mangku, Anjani harus menjalankan amanat untuk menyejahterakan pendidikan anak-anak di kampung itu dengan tetap meneruskan sekolah yang dirintis oleh kedua orang tuanya tadi. Masalah masih tetap sama yaitu pada anak-anak yang cenderung lebih suka bermain PS daripada sekolah dan bermain permainan tradisional. Tapi sedikit demi sedikit Anjani berusaha untuk menarik mereka kembali ke sekolah dan ya dia berhasil.
*
Suatu hari di sekolah, anak-anak sedang bermain, Anjani sedang berada di dalam kelas. Anak pemilik rental PS tadi datang ke sekolah dan berteriak-teriak seperti orang gila, "SAYA INGIN MENJADI POWER RANGER!" kemudian bergaya punya kekuatan-kekuatan gitu. Karena dia heboh sendiri, dia kemudian mendekati teman-temannya dan DAR DER DOR! Anak yang sudah terpengaruh video games itupun membunuh Ikramullah secara tidak sengaja. Saksi mata saat itu anak-anak SD tadi dan si orang gila. Berita kemudian tersebar ke seluruh kampung tapi justru Anjani yang disalahkan. Sekolah itu dianggap sebagai biang bencana dan si pemilik Rental PS (yang pada kenyataannya pembunuh Ikramullah adalah anaknya) kemudian menghasut warga untuk membakar gedung sekolah itu. Anjani kemudian ditangkap polisi karena dituduh membunuh.

Cerita ketiga ... Masih dari kampung yang sama hiduplah seorang Wati bersama dengan ayah dan seorang adik laki-lakinya. Wati adalah sosok perempuan kampung yang sudah ternodai oleh budaya luar. HAHAHA maksudnya ternodai disini adalah bahwa mukanya sudah ternodai bedak-bedak dan lipstik menor (Baekhyun kalah serius) dan pakaiannya nggak seperti orang-orang di kampung itu. Dia bener-bener perwakilan gadis desa gaul. Bajunya udah warna warni tabrak-tabrak dan hobinya adalah maen hape. Anyway, dia adalah satu satunya orang yang punya hape di kampung itu jadi orang kalo mau nelpon minjem hape dia trus bayar. Berasa wartel. Selain hape, dia juga punya TV dan listrik. Ayahnya punya rental PS dan adiknya hobi main PS. Ibu Wati adalah seorang TKW yang bekerja di Arab Saudi untuk membiayai kehidupan Wati, Ayah dan adik laki-lakinya.
*
Keluarga Wati adalah tipe-tipe keluarga yang bawel dan suka nyari masalah sama hukum adat gitu. Kayak yang udah gue tulis di bagian cerita Anjani, Ayah Wati kan punya Rental PS, nah dia sengaja banget gitu pagi-pagi udah buka rental PS-nya supaya anak-anak yang main nggak sekolah. Trus beberapa kali Pak Mangku datang menasehati dia, malah dicuekin. Trus ayah Wati ini juga tipe-tipe tukang hasut yang nggak pernah mau disalahin tapi maunya nyalahin orang doang gitulah pokoknya. Bakar-able banget orangnya.
*
Wati ini sedang dalam perjalanan untuk mencari cinta sejati. Suatu hari bertemulah dia dengan seorang laki-laki bernama Hendro yang dikenalnya via telepon genggamnya itu. Setelah ketemuan dan jatuh cinta, merekapun berpacaran. Hendro adalah laki-laki (yang mengaku) dari kota dan punya sebuah perusahaan dengan omzet ratusan juta. Harta benda yang sebenarnya fana inilah yang kemudian menjadi daya tarik untuk Wati dan keluarganya. Janji-janji manis-pun diberikan oleh Hendro untuk Wati seperti misalnya bekerja di perusahaan miliknya, memulangkan ibunya dari Arab, dan rayuan gombal khas cowok-cowok gatel kampungan untuk bisa menaklukkan hati cewek kampungan juga.
*
Hubungan mereka direstui oleh ayah Wati. Tapi kelakuan mereka justru ditentang oleh warga sekitar. Ya gimana nggak ditentang orang pacaran dari pagi sampai malem, di dalem rumah pula. Gimana nggak panas orang-orang ngeliatnya. I mean, ini kan kampung tradisional Sasak yang masih memegang teguh adat istiadat dan kesopanan. Yakali lo mau pacaran sampe malem malem trus di dalem rumah pula gitu kan. Tapi itulah manusia, nggak peduli sama begituan. Demo jalan, pacaran jalan terus. Kayak gitulah kehidupan Wati dan Hendro ini. Sampai akhirnya Hendro memutuskan untuk melamar Wati dan Ayahnya merestui pula.
*
Jelang hari pernikahannya, pihak keluarga Wati mempersiapkan segalanya mulai dengan mengumpulkan tamu undangan, mencari penghulu, mendatangkan musik tradisional pengiring pernikahan dan sebagainya. Suatu malam Hendro meminta kepada ayah Wati agar pada saat keluarga Hendro datang di hari pernikahan, Wati harus menggunakan perhiasan yang terbuat dari emas agar tidak terlihat sebagai wanita miskin. Hendro setuju dan berusaha mencarikan Wati perhiasan-perhiasan itu. Di suatu siang, Wati diminta untuk mengambil perhiasan tersebut dengan diantar Hendro. Di tengah perjalanan Hendro meminta Wati untuk menyerahkan perhiasan itu padanya dengan alasan agar lebih aman. Wati tidak menaruh curiga sama sekali dan memberikan perhiasan itu pada Hendro.

Di hari H pernikahan, Wati sudah siap dengan kebaya bewarna merahnya dan sudah didandani sederhana sebagai pengantin. Di luar, Hendro dan ayah Wati sudah siap sementara keluarga Hendro (katanya) masih dijalan. Hendro menerima telepon dari (katanya) keluarganya dan keluarganya bilang kalau mereka sudah dekat dan hampir sampai tapi Hendro diminta untuk menjemput di perempatan jalan. Dengan meminjam motor tetangganya yang masih baru, ayah Wati menyuruh Hendro menjemput keluarganya. Dan begitulah Hendro kabur membawa perhiasan dan motor pinjaman itu.

Wati berusaha menelpon Hendro ke hapenya tetapi hapenya malah nggak aktif. Bete gak sih lo. Kemudian Wati sadar dan ingat semua kejadian sejak pertama bertemu dengan Hendro. Mereka bertemu di depan pintu kampung dan Hendro datang berjalan kaki tapi bilang kalau mobilnya diparkir agak jauh, Wati juga ingat hape Hendro yang tidak lebih bagus dari hapenya dan Hendro bilang kalo hape yang satu lagi ketinggalan di mobil, dan yang lebih membuat Wati sakit hati adalah ketika ingat bahwa perhiasan yang dipinjamnya dibawa Hendro semua. Aigoo... Kemudian Wati tahu kalau dia sudah dipermainkan hati jiwa raga dan roh nya dan dia stress banget. Ujung-ujungnya Wati jadi orang gila bersama dengan satu orang gila yang ada di kampung itu.
*
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*
Secara keseluruhan menurut gue ceritanya mudah dimengerti, tipe-tipe cerita Kartini gitu, ceritanya dekat dengan masyarakat Lombok (yang seharusnya memang menonton film ini). Bahasa yang digunakan walaupun semi-formal menuju formal tapi nggak kaku. Dialog-dialog yang kadang-kadang juga terdengar puitis malah justru lebih asik di dengerin dan nggak membuat film ini jadi membosankan. Nggak terlalu banyak kosakata bahasa Sasak yang digunakan tapi ada, dan itupun mudah dimengerti. Akting para pemainnya juga snagat natural dan nggak kaku beneran deh. Gambarnya bagus banget angle-angle-nya oke. Budaya-budaya tradisional seperti musik gamelan dan pertunjukkan Peresean juga ada. Selain itu, ada banyak sekali muatan-muatan lokal yang benar-benar memberikan penggambaran tentang kondisi masyarakat Sasak pada umumnya walaupun nggak detail dan hanya sekedar simbolisasi pada sebuah adegan atau dialog. Misalnya di dalam film secara tersirat menjelaskan bahwa kebanyakan orang-orang yang tinggal di desa menganggap bahwa pekerjaan yang paling baik itu adalah menjadi PNS. Ada lagi dialog yang bilang begini, "Kalo jaman sekarang mau jadi PNS kalo nggak punya uang 100-200 juta jangan harap bisa." Hal ini menjelaskan sekali pada kenyataan bahwa adanya main kotor dikalangan orang-orang dalam dalam proses seleksi penerimaan pegawai negeri. Oke gue pernah punya pengalaman dari kakak gue yang juga harus menerima kenyataan pahit nggak lulus tes beberapa kali dan nyatanya memang ada sogok-sogokan di belakang :p

Beberapa hal lain yang juga ditunjukkan secara tersirat adalah bahwa KDRT itu masih ada di sekitar kita. Masih inget dengan adegan suami yang nyeret-nyeret istrinya di pinggir jalan trus dipukuli? Nah itu salah satu penggambarannya. Yang lain sih dikasi gambaran dengan jelas kayak misalnya anak-anak sekarang ini hobinya kebut-kebutan di jalan dan merasa diri gaul dan kekotaan, malu mengakui dirinya sebagai orang pribumi, ya semacem itu. Trus juga diungkit juga masalah konflik tanah Bandara yang sekarang jadi Bandara Internasional Lombok itu (gila aja itu sebelum akhirnya dibebaskan, konflik-nya parah banget) walaupun yang lebih di tekankan sih masalah mahalnya harga tanah bukan konflik tanahnya. Yang paling jelas adalah bagian TKW yang disiksa-nya. Wati pernah menonton TV dan melihat berita TKW asal Lombok yang disiksa parah di Arab Saudi sampai harus di rawat intensif. Ada lagi dialog dimana Wati mengaku kalau misalnya TKW yang disiksa itu adalah teman ibunya yang berangkat via CALO yang sama. Lebih lanjut lagi film ini juga membahas soal masyarakat yang kurang peduli pendidikan. Contohnya ya Ayahnya si Wati itu yang menganggap sekolah milik Anjani sebagai biang masalah dan sumber petaka.

Gue suka bagaimana penggambaran kondisi anak pribumi seperti Ryan dan Wati. Kenapa nggak Anjani? Karena menurut gue dia terlalu sempurna. Too good to be true. Memang, setiap gadis Sasak diharapkan untuk bisa menjadi seperti Anjani. Tapi kembali lagi ke kemampuan dan kemauan masing-masingnya kan? Kenapa kemudian gue lebih menyukai cerita hidup Ryan dan Wati? Karena mereka lebih manusiawi aja gitu.

Ryan sebagai anak kota, wajar kalo misalnya agak-agak males diajak pulang ke kampung. Dengan segala macam kemudahan yang dia dapatkan di kota dan segala fasilitas yang membantunya, tentu saja perjalanan ke kampung halaman itu terasa berat dan bawaannya pengen emosi. Ditambah lagi dia nggak pernah ketemu sama ayahnya sama sekali. Jadi wajar kalo dia kemudian marah-marah dan jadi gampang tersulut emosi. Kenapa Ryan bisa sadar akan jati dirinya lebih karena dia mulai terbiasa dengan dua minggu (atau satu minggu) perjalanan yang dilakukannya bersama ayahnya itu. Walaupun mereka nggak pernah ganti baju dan tiba-tiba selama itu mereka pergi hape Ryan tetap ada batere padahal Ryan kayaknya gak bawa apa-apa termasuk charger hape, tapi ya... perjalanan itu berharga sekali buat Ryan. HAHAHA Gue suka sama cerita Ryan because it's all about father and son :")

Nah kalo Wati, ini yang benar-benar bisa dibilang fenomena yang sangat mudah ditemui. Wati adalah perwakilan untuk perempuan-perempuan yang pendidikannya rendah. Walaupun terlihat gaul dan kekotaan, tapi secara akademis Wati mewakili mereka yang kurang cerdas dan terlalu mudah terpengaruh budaya luar dan juga omongan manis laki-laki (Allah bahasanya...) Dengan kondisi keluarga yang tinggal di kampung, jelas mimpinya adalah hidup di kota dengan berbagai harta benda. Siapa sih yang nggak bahagia ketika lo punya mimpi trus mimpi lo jadi kenyataan dalam sekejapan mata? HAHAHA eh tapi malah dibohongin sama mulut manis laki-laki. Kasian... Walaupun cerita Wati ini klasik, tapi karena dekat dengan kita (kita siapa) jadi ya bagus aja gitu menurut gue.

Ketiga kisah tokoh-tokoh yang ada di film ini sama-sama memiliki pandangan sendiri tentang bagaiaman sebenarnya Perempuan Sasak itu. Ryan seperti yang diberitahukan oleh ayahnya, bahwa ibunya adalah Perempuan Sasak Terakhir karena ibunya masih menjalankan segala macam tradisi yang ditinggalkan oleh nenek moyangnya sampai dia meninggal dunia. Anjani seperti yang dikatakan oleh ayahnya juga bahwa ibunya adalah sosok Perempuan Sasak Terakhir karena dia adalah satu-satunya perempuan yang memperjuangkan pendidikan untuk anak-anak di kampung itu sebelum meninggal. Sementara untuk Wati konteksnya berbeda. Menurut gue, dia seharusnya adalah Perempuan Sasak Terakhir yang mau dibodohi oleh laki-laki dengan iming-iming harta. Lebih lanjut lagi menurut gue sebenarnya sih semua perempuan Sasak seharusnya memang menjadikan diri mereka sebagai Perempuan Sasak Terakhir karena dengan begitu mereka akan lebih bisa berusaha untuk membangun membangun dan membangun segalanya jadi lebih baik. Karena ketika kita merasa masih ada orang lain selain kita yang lebih baik dari kita kadang-kadang kita males memulai. Nah ketika kita memposisikan diri kita sebagai orang terakhir yang hidup di bumi, dalam hal ini Perempuan Sasak Terakhir, maka kita akan lebih termotivasi untuk bergerak karena kita merasa nggak ada orang lain selain kita.

Nah gilak ini review udah panjang banget HAHAHAHAHA sebelum kita menutup perjumpaan kita kali ini (perjumpaan dengan siapaaaaaaa coba), silahkan disimak Trailer untuk film ini dulu:

TRAILER FILM "PEREMPUAN SASAK TERAKHIR"
*

*
*
Pemeran dalam film ini adalah AUFA ASFARINA FEBRIANGGIE yang memerankan Anjani dan Wati. Dua karakter ini berbeda 180 derajat tapi Anggie (begitu nama panggilannya, temen kakak gue SMA sih jadi sok kenal aja gapapa kali ya hahahaha) bisa membuat image Anjani nggak keliatan ketika dia memerankan Wati dan image Wati sama sekali hilang ketika dia memerankan Anjani. Ryan diperankan oleh EDWIN KURNIAWAN. Sutradara film ini adalah Sandi Amaq Rinjani dan diproduseri oleh I Gede Indra Apriyana. Oh iya, yang bikin film ini feel-nya dapet banget juga adalah MUSIC SCORING-nya di setiap adegan itu dapet banget deh perasaan seneng lucu sedih dan marahnya. Suka banget sama musiknya! TOP banget! Pokoknya yang pengen liat Lombok lebih dekat bisa nonton film ini :) Ada banyak sekali tradisi yang dipertontonkan baik secara langsung maupun tersirat.

Oke done~! Semoga nanti ada film tentan Sasak dan Lombok yang lain lagi :) Semoga nanti gue juga bisa bikin juga.... :D

Picture credit: www.perempuansasakterakhir.com


Share:

6 komentar

  1. panjang banget.. bookmark dulu DJ...

    BalasHapus
  2. huaaaaa jdi pengen ntn, btw yg cerita Amaq Adi sama Ryan jdi keingetan filn paris yg ttg bapak pengen naek haji ke Mekah dianter anak cowoknya.. sepanjang perjalanannya mirip Ryan yg emosian mulu dan pada akhirnya nyampe Mekah, bapake meninggal :( *lupa judulnya*

    good movie, sayaang blm nyampe bdg filmnya hehehe cocok nih ikut festival *ato udh?

    BalasHapus
  3. belum nonton ... sebagai penduduk lombok , saya penasaran :)

    BalasHapus
  4. beneran ihh, jadi pingin nonton :o
    panasaran nih *0*

    BalasHapus
  5. review film 3 Idiots dong, kak ron. yakin deh, gak akan nyesel nonton film ini

    BalasHapus
  6. Trus itu anak yg jd power ranger ngebunuhnya pake apaan?tenaga laser?

    BalasHapus