Converse Merah dan Jodoh


Gue enggak ngerti deh. Apakah orang-orang di dunia ini semua pada dikejar-kejar target atau gimana ya? Kok kayaknya mereka semua pukul rata gitu, soal seseorang yang udah memasuki usia tertentu sudah harus berkeluarga? Gue juga nggak ngerti apakah mereka sebenarnya enggak ada kerjaan yang lebih berfaedah gitu ya, selain ngurusin kehidupan orang lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kapan nikah gitu? Ehem.

(tarik nafas) (hembuskan) (lewat pori-pori kulit kepala)

IYA GUE TAHU GUE TAHUN INI SUDAH 27 TAHUN DAN GUE BELUM ADA RENCANA BUAT MENIKAH TRUS KENAPA?!

(teguk teh herbal) (menenangkan diri)

Serius deh. Orang-orang tuh harus beneran berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan soal pernikahan. Karena sejujurnya, sepeduli-pedulinya lo sama hidup gue, gue lebih peduli sama hidup gue sendiri. Gue nggak butuh mendengar pertanyaan seperti itu dari orang-orang yang berbeda, secara berulang-ulang, karena gue sendiri selalu mempertanyakan itu ke diri gue setiap malam sebelum tidur, setiap abis solat subuh yang selalu telat, setiap abis solat Jumat yang selalu ketiduran pas khotbah, setiap abis solat isya yang kadang udah mepet subuh. Stop mempertanyakan sesuatu yang gue sendiri masih mencari jawabannya! Lo kira enak... ENGGAK ENAK TAUK! Lagipula ngejawab pertanyaan menikah kan enggak sesimpel menjawab pertanyaan Ujian Nasional Berbasis Komputer atau Ujian Nasional pada umumnya. Enggak ada pilihan jawaban A, B, C, D atau E. Kalaupun ada paling isinya cuma:

A.    Anjir, kapan gue nikah bukan urusan lo.
B.    Bisa nggak sih lo diem aja ngurusin diri lo sendiri.
C.    Capek nggak sih lo sama hidup lo yang ngurusin hidup orang lain kayak gini?
D.    Damn you son of a bi*ch. Shut up.
E.    Eek Berang-berang! Pergi lo ke Alaska!


Kan manusia sudah punya jodohnya masing-masing. Nggak akan ada manusia “yang terlewatkan” kecuali memang dia sudah takdirnya untuk sendiri seumur hidup *amit-amit*. Tapi kapan, siapa, dan di mana kita ketemu sama jodoh kita kan nggak ada yang tahu. Lo mungkin melihat beberapa orang kok kayaknya sangat menikmati hidupnya banget, jalan-jalan ke sana, main ke sini, nonton itu, nonton ini. Kalau kemudian timbul pertanyaan di benak lo “kok kayaknya nggak pernah ngeliat dia update foto berdua sama pasangan sih?” tolong dijawab dengan “oh mungkin dia memang sedang menikmati hidup dan belum mau komitmen. Yaudah sih kan itu urusan dia, kenapa gue harus urusin hidup orang sih? Kayak hidup gue udah bener aja.” Terima kasih.

Tenang aja, jodoh lo pasti akan jadi kejutan yang paling indah yang akan lo terima dalam hidup. Dan percaya nggak percaya, sebenarnya dia dekat. Cuma lo aja yang belum menemukannya.

EDAN!

Tapi bener lho. Soalnya kemarin hal ini kejadian sama gue. Bukan soal jodoh dalam bentuk manusia sih. Tapi sepatu Converse berwarna merah.


Lo tahu kan kalau setahun terakhir gue sayang banget sama Converse merah gue? Selalu gue pakai ke mana-mana. fyi gue adalah tipe orang yang nggak pernah punya banyak sepatu. Kalau udah satu, yaudah akan dipakai sampai rusak. Gue sendiri sudah lama ingin punya Converse karena sepatu termahal gue sampai akhirnya gue punya Converse harganya cuma di kisaran Rp 300 ribuan. Converse yang gue punya pun sebenarnya model termurah yang harganya cuma Rp 599 ribu doang. Itu pun gue beli dengan harga diskon 30% jadi udah dapet potongan lumayan banget. Untuk urusan sepatu memang gue selalu mikir kalau beli yang harganya udah sampai Rp 1 juta. Karena... ah, cuma sepatu doang, kok ya harus mahal-mahal sih? Batas mahal gue sampai sekarang cuma Rp 599 doang. Dan ini aja gue udah sangat meyakinkan diri gue bahwa sesekali, gak apa-apa membuat diri sendiri senang.

Sebenarnya gue berniat buat beli Converse merah ini di Malaysia waktu gue nonton EXO’rdium di sana tahun lalu. Gue pikir harganya di sana lebih murah daripada di Indonesia. Tapi setelah gue datang ke beberapa store dan cek harganya dalam Ringgit ternyata sama aja kayak Rupiah, gue jadi mutusin buat beli di Indonesia aja. Setelah sekian lama ingin banget punya Converse, gue akhirnya resmi punya sepatu mahal (versi kantong gue) di bulan Maret 2017 lalu.

“Kenapa sih harus beli warna merah?”

Begitu kata bos gue ketika kita sedang ada kunjungan ke kantor beritagar.id di kawasan Tanah Abang Kamis lalu. Gue sendiri sebenarnya agak bingung untuk menjawab pertanyaan itu. Kenapa ya akhirnya gue jadi punya branding sendiri sebagai fans Kpop dengan sneakers merah ini?

A post shared by RON IN RED CONVERSE (@roninredconverse) on

Sebenarnya gue termasuk orang yang pemalu untuk mencoba sesuatu yang beda apalagi dalam hal penampilan. Biasanya gue akan memilih sepatu-sepatu dengan warna kalem dan natural. Seperti misalnya sepatu berwarna kayak baju tentara, atau hitam, atau biru. Gue suka biru dari lama tapi gue sendiri bukan orang yang freak banget sama satu warna. Ketika gue ke toko sepatu di bulan Maret 2017 itu, Converse biru-lah yang pertama kali menarik perhatian gue. Ada kali setengah jam gue berdiri di depan rak sepatu di toko itu buat memutuskan apakah gue harus beli yang warna biru atau yang warna lain. Pertimbangan gue saat itu adalah “biru kan lebih common yah, at least nggak akan ada yang komplain atau komentar.” Tapi di saat yang sama, gue juga mikir “ya kalau merah sebenarnya seru sih, karena lo belum pernah punya sepatu merah sebelumnya Ron. Dan ini bakalan cocok banget sama baju Overdose merah yang selalu lo pake itu kan. Lagian, sejak kapan sih lo mendengarkan komplain atau komentar orang? Coba yang merah aja. Do something different at least once! Kamera Fujifilm lo aja warnanya pink. Ya masa sepatu nggak berani ambil risiko dikit. Lagipula kan cuma merah, bukan motif macan.”

Dan saat itulah gue akhirnya memutuskan untuk beli sepatu merah itu.

Belum setahun dipakai sepatu merah gue sudah nyaris berlubang di bagian bawahnya. Warnanya juga sekarang udah pudar. Karena aktivitas gue yang juga lumayan banyak jalan dan sering kena panas serta hujan (halah), jadilah itu sepatu udah belel parah. Walaupun kata orang Converse semakin belel semakin bagus sih, tapi tetep aja ada keinginan untuk punya yang baru. Tapi uangnya ndak ada. Jadi yaudah mari kita bikin Converse yang ini semakin belel! Gue melakukan kesalahan dalam mencucinya jadi warnanya jadi cepat pudar dan bagian lidahnya juga agak kelipet gitu. Agak annoying walaupun sebenarnya enggak keliatan tapi karena gue tahu itu kelipet dan gue nggak bisa ngebenerinnya jadi gue kesel sendiri. Intinya gue pengen punya yang baru aja. WQWQWQ.


Secara kebetulan entah di bulan Februari kalau nggak salah, KASKUS bikin sayembara buat para Officer untuk bikin tulisan berfaedah di KASKUS yang berhadiah voucher MAP 500 ribu. Wah, lumayan nih! Kalau menang bisa dipakai buat beli sepatu dan tinggal nambah dikit aja. Karena sayembaranya adalah nulis, gue bisa percaya diri lah bisa menang. Yang penting ikut syarat dari panitia aja: tulisannya harus yang bisa diamalkan dan berguna bagi kemaslahatan umat. Jadi gue bikin aja artikel tips jalan-jalan pas winter ke Korea Selatan. Karena kebetulan gue juga kan baru balik dari sana. (Klik di sini untuk baca artikelnya).

Bener aja, akhir Maret kemarin ketika pemenang sayembaranya diumumin, gue jadi salah satu pemenang. Jadilah tuh gue berburu Converse merah!

Lha trus, apa hubungannya sama jodoh? Bentar dulu... belum kelar ceritanya. Ini baru bagian intinya nih.

Jumat (30/3)

Kebetulan hari ini libur. Abis Jumatan gue berniat buat ke store Converse yang ada di mall Kemang Village. Karena ini store Converse yang paling deket sama kosan gue. Niatnya cuma mau dateng ke situ doang, minta sepatu nomor 40, gausah dicoba karena sebelumnya udah punya, paling ngecek apakah ada cacat atau nggak doang, abis itu pulang. Ternyata nyari sepatu dengan warna ini dan nomor segitu nggak segampang yang gue kira. Ketika gue sampai di store Converse di Kemang Village, sepatunya ada sih dipajang di etalase, tapi pas dicari stoknya di gudang ternyata yang ada cuma bekasan display. Which is warna putihnya udah berubah kekuningan.

Untuk hal-hal kayak gini gue bener-bener sangat perfeksionis. Pertama, karena harganya lumayan mahal walaupun sebenarnya sih pake voucher gratisan dari kantor juga. Kedua, karena gue akan menggunakan ini untuk waktu yang cukup lama. Bukan yang sekarang pakai besok buang. Jadi kondisinya harus bener-bener bagus. Ketiga, karena gue lagi pengin aja dapat sesuatu yang bener-bener sesuai ekspektasi gue. Nggak apa-apa dong sesekali!

Akhirnya karena sepatu di Converse Kemang Villang nggak sesuai keinginan gue, gue pun memutuskan untuk nyari ke store lain. Tujuan berikutnya adalah Pejaten Village. Di sini nggak ada store Converse, tapi ada Sports Station. Kebetulan voucher-nya juga bisa digunakan di Sports Station jadilah gue parkir Daniel—nama sepeda motor gue—di parkiran Pejaten Village yang selalu bau tahi kucing. Berjalan agak goyang menuju lantai UG tempat Sports Station. Converse merah itu ada di display.

“Mas mau yang nomor 40 ya!” kata gue.

Sementara mas-masnya nyari di gudang, gue lihat-lihat sepatu lain yang siapa tahu bisa menarik perhatian gue. Mana tahu di tengah-tengah pencarian gue akan sepatu merah ini gue bisa berubah pikiran dan beli Adidas atau Nike aja dengan range harga yang nggak terlalu mahal misalnya. Tapi di situ gue mendadak ingat sama akun Instagram KaosKakiBauDotCom (sekarang udah ganti jadi roninredconverse) yang selama ini update-annya hanyalah kaki gue dan sepatu Converse merah itu kemanapun dia melangkah. Nggak lucu kalau sepatu di akun itu berubah jadi warna lain atau merek lain. Nggak konsisten kan kesannya. Nggak asyik aja gitu. Makanya gue pun akhirnya mengurungkan niat untuk lihat-lihat (walaupun sepatu-sepatu Nike dan Adidas bagus-bagus sih kampret dan gue sangat lemah pada sepatu ugghhh lendir lintah!) dan duduk aja di kursi sambil nunggu mas-masnya bawain sepatu nomor 40 itu.

Waktu masnya dateng bawa kotak sepatunya gue udah seneng banget. Tapi pas gue buka, ternyata kondisinya sama aja sama yang di Kemang Village. Sepatunya udah berubah warna sebelah. Mas ada yang lain nggak? Yang ini udah beda warna soalnya.” tanya gue. Masnya kelihatan agak bete sih tapi tetep aja dia kemudian pergi ke gudang lagi buat nyari yang lain. Gue nggak tahu apa yang terjadi di gudang apakah dia ngumpat atau apa, tapi yang jelas dia ke gudang lalu membawa satu kotak sepatu lain dengan ukuran yang sama.

“Yang ini juga agak kuning sih kak tapi sebelah. Jadi bisa aja kakak ambil sebelah dari sini, sebelah dari kotak yang kakak pegang itu,” katanya.

Good idea! Gue meraih sebelah sepatu yang kondisinya masih normal dari tangan masnya dan mulai menginspeksi secara teliti dari ujung depan ke ujung belakang. Sekali lagi gue saat itu bisa dibilang sedang jadi pelanggan yang sangat menyebalkan. Dan ketika gue menemukan ada cacat sedikit di sebelah kanan, di bagian midsole-nya bentol-bentol khas Converse-nya agak codet, gue langsung kecewa.

“Mas beneran nggak ada yang lain?”

“Tinggal ini sih kak,”

“Ini lho, ada cacat di bagian ini,” gue nunjukkin ke masnya.

“Oh ini. Nggak apa-apa kali kak, ini cuma sedikit doang, nggak keliatan,” jawab mas-masnya.

Gue langsung bangkit dari duduk gue dan ngebalikin kotak sepatu yang gue pegang ke masnya lalu bilang, “Makasih deh mas saya nyari yang lebih bagus aja di tempat lain.”

Sayang sepertinya gue sudah membuat mas-masnya kesal dan mungkin membuat dia jadi menyumpahi gue macam-macam. Ini memang suuzon, hanya saja kejadian setelah hari itu benar-benar deh bikin gue keki banget!



Sabtu (31/3).

Gue ada liputan di XXI Epicentrum jam 19:30 WIB. Sebelum itu gue masih punya waktu buat nyari sepatu di tempat lain. Karena pertama kali gue dulu beli sepatu Converse itu di Grand Indonesia, positive thinking aja gue pasti akan mendapatkannya juga di sana. Bersama Daniel gue mengarungi Mampang Prapatan yang masih aja macet kayak eek tapir sembelit, kemudian mengarungi Kuningan dan sampailah gue di Grand Indonesia. Tujuan pertama adalah store Converse (tadinya mau ke Seibu karena waktu itu belinya di Seibu, tapi akhirnya ke Converse dulu). Pas masuk ke store, langsung ngeliat sepatu itu di etalase.

“Mas mau nomor 40 ya,” kata gue.

Masnya langsung ke gudang dan nyariin. Gue sebenarnya nggak menaruh harapan sama tempat ini karena semua kemungkinan bisa saja terjadi dan keberuntungan mungkin belum berpihak sama gue. Bisa saja sepatu merah itu ingin gue mencari lebih jauh lagi supaya terkesan lebih drama. Bisa saja dia ingin gue berusaha lebih keras lagi dan nggak langsung dapet apa yang gue mau. Kadang kan hidup tuh memang kayak gitu.

Bener aja, masnya kembali dengan tangan kosong dan bilang, “Mas adanya nomor 39.”

“Yah... beneran nggak ada 40 mas?”

“Iya mas stoknya udah kosong. Nomor 39 aja mas, gede lho coba aja dulu,” katanya.

Hmm.. mas kamu nggak ngerti kondisi aku. Aku ini harus pake insoles buat nambahin tinggi badan sedikit supaya agak percaya diri. Kakiku normalnya 39. Kalau aku pakai 39 dan di-insoles-in, bakalan sempit banget dan itu akan bikin sepatunya kelihatan jelek. Peraturannya kalau mau pake insoles itu adalah pakah sepatu yang satu nomor lebih besar dari nomor normal kaki kita. Begitu mas.

Tapi kalimat-kalimat itu hanya gue pendam sendiri dan yang keluar hanyalah, “Oke deh mas makasih ya.” lalu gue keluar dari situ dan bergegas menuju Seibu. Takut telat ke liputan soalnya gue juga udah janji mau ngasih undangan Gala Premiere ke salah satu follower Instagram.

Sampai di Seibu, sial! Ternyata mereka udah berubah konsep. Mereka udah nggak lagi jualan sepatu yang store-nya ada sendiri di GI. Mereka cuma jual sepatu-sepatu mahal kayak Hush Puppies, Timberland dan sebagainya yang jelas bukan gue banget dan nggak akan pernah gue beli. Yaudah oke, tenang dulu, masih ada toko sepatu lain di Grand Indonesia kan? Masih ada Planet Sports atau apalah yang bisa pakai voucher MAP ini. Gue bergegas pindah ke lantai lain, ke toko sepatu lain. Setelah memastikan toko itu bisa pakau voucher, gue mulai hunting lagi dari satu etalase display ke etalase display yang lain. Tapi bener-bener yah, belum jodoh banget Ya Allah. Dari semua sepatu Converse yang ada di toko besar itu, nggak satu pun yang warnanya merah dan yang sesuai sama kemauan gue.

YA ALLAH BEGITU BERATKAH COBAANMU?!?!?!?!??!

Gak mau lama-lama di Grand Indonesia karena ini waktu itu malam Minggu dan pasti akan macet banget keluarnya kalau kelamaan. Jadi gue buru-buru ke parkiran lagi, jemput Daniel terus langsung tancep gas ke mall lain. Kali ini yang jadi tujuan gue adalah Sports Station di Kuningan City. Deket lokasi liputan jadi gue bisa santai dan nggak terlalu buru-buru. Bismillah aja di sini pasti dapet deh. Soalnya gue ada feeling yang so good banget tentang tempat ini.

Gue sampai di Kuningan City udah nyaris maghrib dan gue nggak bla bla bla lagi, langsung ke Sports Station, ke display Converse, ambil sepatu merah, tanya nomor 40. Ketika masnya kembali dari gudang, dia membawa berita tidak mengenakan (lagi).

“Mas adanya nomor 41 doang,”

Oh, bisa dicobain sih. “Boleh deh dicoba dulu!” kata gue. Berharap nomor 41 nggak akan terlihat aneh ketika gue gunakan. At least gue nggak akan kelihatan seperti kurcaci yang sepatunya kebesaran. Tapi... ternyata memang kelihatan seperti itu ketika gue cobain. Bagian depannya nyisa banyak banget kayak masih bisa buat ngumpetin segepok uang seratus ribuan. Gue bilang ke masnya buat ninggalin gue sebentar sementara gue mikir.

“Saya butuh waktu,” kata gue. Masnya beneran ninggalin dan gue mondar-mandir dengan sebelah sepatu Vans Toy Story yang gue beli di Seoul, sebelah lagi Converse merah nomor 41 itu. Gue galau beneran. Apa memang ini stok sepatunya udah nggak ada ya? Kok susah banget sih dapetinnya?

Tiba-tiba temen kantor gue, Abbe, yang juga dapet hadiah voucher yang sama karena nulis Thread di KASKUS, nge-WhatsApp dan bilang kalau dia lagi di toko sepatu di salah satu mall di Bekasi dan sepatu merah itu ada.

“Ada nomor 40 nggak?” gue tanya gitu. Katanya ada. Bentar lagi dicariin sama masnya.

“Nanti gue video call ya,” jawab Abbe. Dia baik banget sih anjir.

Nggak sampai lima menit dia beneran video call dan nyorotin itu sepatu dari ujung depan ke ujung belakang. Pas dia sampai di bagian midsole depan sebelah kanan, gue langsung minta disetop dan pelan-pelan syut ke arah itu. Di situlah kemudian gue menemukan cacat yang sama seperti yang gue temukan di Sports Station Pejaten Village.

“Be, makasih tapi gue lagi nyebelin sekarang, itu ada cacat di bagian depan dan gue nggak bisa terima itu. Makasih banyak atas kemurahan hati dan kuotanya, semoga Allah membalas semuanya di surga.”

Video call itu berakhir dengan sungutan dari Abbe. Gue sendiri masih pakai sepatu merah nomor 41 itu di sebelah kanan dan hampir aja gue mau jadiin aja karena takut memang stok yang nomor 40 udah nggak ada lagi. Kalau harus nunggu takutnya lama dan nanti voucher-nya nggak bisa dipakai lagi. Sementara di voucher itu nggak ada keterangan berlakunya sampai kapan. Tapi ada sedikit keyakinan dalam diri gue bahwa gue pasti akan menemukan apa yang gue cari asal gue berusaha sedikit lagi. Semua akan indah pada waktunya kalau nggak terburu-buru. Akhirnya sepatu itu gue copot dan gue balikin ke mas-masnya lalu bergegas ke musala karena udah maghrib.

Kita cari besok lagi, Ron. Gue meyakinkan diri gue untuk bersabar.



Minggu (1/4).

Gue sudah janjian sama beberapa temen untuk ke Big Bad Wolf di ICE, BSD. Sebelumnya kita tentu saja akan mampir dulu ke AEON. Yes! Gue jadi bisa nyari sepatu di situ juga. Setelah menempuh perjalanan nyaris dua jam dari Pancoran, gue nggak babibu langsung nyari Planet Sports yang ada di sana. ADA! SEPATUNYA ADA!

“Tapi yang nomor 40 nggak ada mas. Itu udah sisaan tinggal display.”

MADAFAKA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Hari itu juga nyaris aja hati gue lemah. Cari sepatu merek apa aja yang penting merah deh! Kata gue gitu. Beneran lho gue nyari Adidas sama Nike yang warna merah. Tapi pas ditanya ukuran sepatu gue ternyata enggak ada. Oh yaudah, ini berarti memang gue harus nyari Converse merah. Yakin. Harus. Wajib.

Lo tahu kan kalau kantor KASKUS ada di Kuningan, jalan HR Rasuna Said, yang kalau jalan ke Kota Kasablanka itu cuma 15 menit paling lama? Dan gue sudah melakukan kesalahan terbesar dengan mengenyampingkan mall yang paling dekat dengan kantor gue itu. Dengan menjadikannya pilihan terakhir. Because guess what, GUE NEMU SEPATU ITU DI SANA. UKURAN 40. WARNA MERAH MENYALA. NGGAK ADA CACAT SAMA SEKALI DI SELURUH BADAN SEPATU.



SENIN (2/4).

Gue mau nangis.

Tau gitu gue dari kemaren langsung ke sini aja. Ya Allah... KoKas-nim, maafkan aku yang menjadikanmu pilihan kesekianku. Huhuhuhuhu....

Waktu mas-masnya bawa keluar satu kotak sepatu, gue buka dengan deg-degan, lalu, shit. Ada satu titik hitam kayak karet yang mengeras gitu di bagian putih paling ujung depan sepatunya. Gue tarik nafas pelan-pelan sebelum ngomong ke masnya karena gue takut dia juga akan bete kayak mas-mas yang di Pejaten Village.

“Hmm.. mas...”

“Ya?”

“Maaf-maaf nih... Tapi, kamu kesel nggak kalau aku minta dicariin yang lain karena aku nggak mau ada noda karet ini?” kata gue dengan memasang senyum paling menjijikkan yang pernah gue keluarkan untuk orang asing di sebuah mall.

“Cuma dikit gitu kok mas. Bisa ilang itu mah. Tapi yaudah saya cariin dulu ya!”

“MAKASIH MAS!” gue teriak. Beneran teriak. Dan ketika dia kembali dengan satu kotak sepatu baru yang mulus dan tidak ada noda dan dosa sama sekali, gue langsung deal dan bilang “Gausah dicobain mas. Aku udah punya soalnya jadi pasti pas. Aku langsung bayar aja. HUHUHU MAS AKU UDAH NYARI SEPATU INI KE LIMA MALL DAN TUJUH TOKO HUHUHUH AKHIRNYA DAPET DI SINI HUHUHUHUHHU!!!!!”

SETELAH TIGA HARI MENGARUNGI JAKARTA HINGGA TANGERANG NEMUNYA DI KOKAS-KOKAS JUGA. TERIMA KASIH YA ALLAH. MAAFKAN AKU YA ALLAH ATAS KEPERFEKSIONISANKU YANG MENYEBALKAN INI. TERIMA KASIH KASKUS. TERIMA KASIH KOKAS.



Ketika gue jalan balik ke kantor (karena Daniel gue parkir di kantor dan gue jalan ke Kota Kasablanka) dengan membawa paper bag berisi Converse merah itulah gue langsung kepikiran satu hal. Bahwa sebenarnya, nggak perlulah terlalu mikirin jodoh. Karena sebenarnya jodoh tuh deket kok. Sekarang masalahnya, udah siap belum buat mendatanginya, buat nyari dia, buat meminta dia untuk jadi pasangan hidup lo sampai mati.

Gue jujur aja seolah sudah tahu siapa dia. Tapi gue masih denial. Apakah gue pantes buat dia? Apakah gue bisa sama dia? Apakah dia mau sama gue?

Tapi karena gue sedang nggak mau berpikir ke situ dan mau fokus nyari duit untuk biaya kuliah dulu, jadi hal-hal yang berkaitan dengan jodoh dan menikah selalu cuma sekedar lewat doang. Nggak pernah yang bener-bener diniatin banget. Karena memang gue belum siap. Gue masih mau main. Gue masih belum nonton konser IU. Gue masih belum ke Burj Khalifa dan nonton air mancur bareng EXO di event air mancur ketiga mereka suatu hari nanti. Gue masih belum ketemu Irene. Gue masih terlalu mikirin duniawi anjir mau dibawa kemana hidup gue. Gue masih belum jadi sosok yang bisa membahagiakan dia yang nanti akan jadi pasangan gue.

Kalau nanti dia akhirnya udah sama yang lain, ya berarti nggak jodoh.

Udah gitu aja.



“Nanti aku kalo punya anak namanya Baekhyun sama Suho aja. Kalau nggak Baekhyun sama Junmyeon.”

“Memangnya istri kamu mau anaknya dinamain kayak gitu?”

“Ya kalau dia nggak mau, dia nggak akan jadi istriku. Kalau dia nggak mau, berarti kita nggak jodoh.”
 
Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / roninredconverse / roningrayscale
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Share:

0 komentar