27 (Dua Tujuh)


Ada nggak sih di antara kalian yang setiap ulang tahun ngomong ke diri sendiri, “Wow, I’m one year older now. Do I look different? Do I feel different? Do I need to feel different just because now I’m one year older?”

Gue sedang duduk di kamar yang dibuat nyokap setahun yang lalu untuk gue di rumah. Membagi dua ruang keluarga yang sudah jadi terlalu luas buat keluarga kami yang sebenarnya udah jarang ngumpul-ngumpul lagi. Meja belajar gue ada sebelah Selatan ruangan yang menghadap Barat itu, nempel ke tembok yang di sampingnya ada jendela yang nggak pernah dibuka. Jendela yang juga nggak punya tirai sama sekali. Pemandangan di balik jendela itu nggak menarik. Hanya lahan sempit antara rumah gue dengan rumah tetangga yang akhirnya dijadikan tempat menumpuk material-material bekas bangunan. Beberapa kali gue mencoba meyakinkan nyokap untuk membuat kolam kecil di sana atau sekalian kolam renang aja buat main-main air tapi ditolak sama dia. “Nanti lembab ke rumah tetangga, kita yang kena masalah.” Katanya. Padahal di belakang, posisi salah satu kamar di rumah ini nempel juga sama kamar mandi tetangga yang lain, menyebabkan kamar itu dindingnya jadi lembab banget dan kami nggak pernah komplain sama sekali. Jadi kenapa kita harus takut tetangga komplain ke kita? Sebel.

24 jam berlalu dari hari ulang tahun gue ketika gue akhirnya ingat kalau gue harus menyelesaikan mandatory post tentang ulang tahun di blog. Sesuatu yang sudah gue lakukan sejak... entahlah... 21? Tapi... apa yang harus gue tulis tahun ini ya? Ketika tangan gue sedang beristirahat di atas keyboard, di situlah pikiran-pikiran tentang apa yang terjadi selama setahun terakhir menyusup perlahan ke permukaan ingatan gue. Bernostalgia memang jadi salah satu agenda dadakan yang hasilnya bisa jadi dua hal: seneng atau kesal. Pas ini kesal sih karena nostalgia yang terjadi hari itu nggak terlalu menyenangkan. Karena nostalgianya nggak diinginkan sama sekali gitu lho. Tahu kan rasanya ketika lo lagi nggak mau inget-inget kenangan lama, tapi otak sama hati lo sama sekali nggak sinkron?

Otak penginnya yaudah, move on aja, melangkah ke depan, melihat jalan baru yang akan dilewati menuju ke kehidupan yang lebih baik, menangkap semua kesempatan yang ada, dan semua hal-hal positif yang terpikir ketika lo merasa lo sudah siap move on. Tapi hati tuh kadang-kadang iseng. Mendadak memberikan debaran-debaran pelan yang mengalikan kenangan masa lalu yang sudah tersimpan lama banget di perpustakaan memori, terus muncul dan teringat dengan sangat jelas. Please, gue udah nggak mau mengingat-ingat hal ini lagi, kenapa jadi tiba-tiba kepikiran sih? Gue selalu berantem sama diri gue sendiri. Soalnya gue yakin banget sebelum ini gue sudah feel like moving on banget. Sialnya masih aja nih kayak gini. Seringkali gue mengeluarkan ekspresi jijik kalau udah begitu. Alasannya, gue inget di beberapa kesempatan gue selalu bilang ke orang buat “Udah, lupain aja. Jangan dipikirin lagi. Mending mikirin yang lain kayak... jalan-jalan ke Inggris misalnya? Main ke studionya Harry Potter gitu? Meskipun ngayal aja dulu.” Meanwhile gue sendiri yang nggak bisa lupa dan move on semudah itu. Terutama dengan apa yang terjadi setahun terakhir.



Gue ingat tahun lalu gue memulai usia 26 dengan menulis surat untuk diri sendiri (klik di sini untuk baca). Dalam proses menyelesaikan tulisan ini, gue membaca ulang tulisan gue setahun yang lalu itu dan gue senyum-senyum sendiri. Apakah gue terlalu narsis karena gue senyum-senyum sendiri? Atau karena sebenarnya ada beberapa paragraf dalam blogpost yang gue buat tahun lalu yang masih relevan dengan keadaan gue saat ini? Gue masih mencari-cari jawabannya tapi gue nggak mau terlalu lama mikirin itu.

Gue nggak bisa bilang gue sedang dalam kondisi emosi yang stabil ketika menulis surat untuk diri sendiri itu tahun lalu. Memasuki bulan ke sepuluh setelah gue berhenti jadi reporter Kpop gue masih merasakan penyesalan demi penyesalan yang, duh, bikin makan hati banget. Di saat yang sama gue juga nggak bisa sama sekali menikmati pekerjaan gue yang sebelum sekarang ini. Nggak bisa menahan tekanan-tekanannya. Malah seringkali merasa tidak nyaman dengan atmosfernya. Ketidaknyamanan yang pada akhirnya mempengaruhi sikap gue dan membuat orang lain sedikit banyak juga malah jadi nggak nyaman sama gue. Jadi gue memilih untuk keluar aja daripada gue jadi duri dalam daging. Sebelumnya gue nggak pernah benar-benar berani menulis ini, tapi sekarang gue beberkan aja yang sebenarnya deh. Karena gue cuma bisa terbuka di sini. Gue cuma bisa jadi diri gue sendiri di sini. Di saat yang sama saat itu gue juga sedang berkutat dengan masalah-masalah tak terkatakan dan perasaan-perasaan yang terpendam tentang banyak hal. Yang kemudian membawa gue ke sebuah kesimpulan bahwa gue adalah orang yang pendendam dan posesif. Well, nobody’s perfect kan. At least I admit it.

Setahun terakhir banyak perubahan-perubahan dalam hidup yang nggak bisa gue stop kejadiannya. Beberapa perubahan positif, beberapa yang lain negatif. Kondisi lingkungan dan lingkaran gue pun juga demikian. Gue semakin mengenal lebih dalam beberapa orang. Karena masalah-masalah yang tidak berusaha diselesaikan gue juga jadi jauh dari beberapa orang. Tidak ada yang disesali karena hidup kan memang gitu. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada yang datangnya baru-baru ini dan masih stay. Mereka yang datangnya sudah lama malah perginya cepet banget. Yang jelas semua hal yang terjadi selama setahun terakhir cukup mendewasakan. Walaupun ada perasaan-perasaan sedih juga sih, melihat fakta bahwa teman yang dulu selalu bareng gue sekarang udah jauh banget dari gue. Atau orang yang dulu bisa jadi teman ngobrol gue setiap kali gue butuh sedikit semangat, sekarang malah jadi orang yang nggak akan pernah bisa lagi gue ajak bicara empat mata. Ya drama kehidupan gue masih di situ-situ aja kok. Belum sampai ke drama hubungan asmara yang serius, pernikahan dan sejenisnya. Gue bersyukur.


Belum lama ini gue ketemu satu temen dari dua kantor yang berbeda dan dia randomly ngajak gue makan es campur tengah malam. Alasannya simpel, “Gue jengah banget sama suasana di rumah. Lagi banyak masalah.” Katanya. Di situlah dia kemudian cerita banyak tentang kejadian sehari terakhir di rumah yang complicated banget. “Mana pernah gue mikir ternyata setelah menikah gue akan mengalami masalah kayak gini.” Katanya lagi, tapi kali ini diakhiri dengan tawa. Menertawai diri sendiri memang selalu jadi jalan keluar yang pas kalau sedang punya masalah. Setidaknya masih bisa tertawa kan?

Mendengarkan cerita dia soal itu membuat gue kepikiran juga dengan diri gue sendiri dan kesiapan gue untuk melangkah ke fase lain dalam hidup. Fase serius. Fase yang sudah bersinggungan dengan kehidupan orang lain. Fase yang selama ini sangat gue hindari. Fase di mana gue sudah harus memikirkan kapan gue akan berumah tangga.

27 ini?

Hahaha.

Kapan-kapan deh ya.

Saat ini memang gue sama sekali nggak punya rencana untuk meminang seseorang dan menjalani hidup bersama sampai maut memisahkan. Walaupun gue benar-benar ingin mewujudkan konsep ‘Kpop Fantasy’ itu di resepsi pernikahan gue (dan beberapa konsep lain yang selalu jadi bahan tertawaan oleh teman-teman gue, juga ketika gue memberitahu mereka kalau gue mau punya anak yang dikasih nama Baekhyun dan Junmyeon) tapi sampai hari ini gue sama sekali nggak menjadikan itu prioritas. Tidak di usia 26 tahun lalu. Tidak juga di usia 27 tahun ini. Dan mungkin tidak juga tahun depan. Gue nggak tahu. Tapi bukan berarti gue leha-leha dan tidak merencanakan apapun. Cepat atau lambat gue pasti akan masuk ke fase itu. Sekarang gue masih nyicil sedikit-sedikit untuk mencapai fase itu. Ya kesiapan mental, ya rumah, ya tabungan, ya pendidikan, ya pengalaman, ya agama. Jadi ketika nanti gue sudah siap dan membuka diri untuk benar-benar memikirkan pernikahan, gue tinggal nyari siapa yang mau aja.
“Gue udah punya rumah, gue udah lulus S2, gue udah ada tabungan untuk beberapa tahun sampai anak pertama kita lahir, gue punya pengalaman kerja yang lumayan, agama lumayanlah. Ada yang mau nggak nikah sama gue?”
Mungkin itu akan jadi caption Instagram yang menampilkan foto gue ketika sudah wisuda dengan gelar Master di tahun 2025.

Beberapa dari kalian mungkin berpikir gue sudah terlalu tua. Tapi buat gue, age is just a number. If you think you’re old, then you’re old. Ya gue udah 27, tapi gue masih merasa seperti 21. Jujur aja. Hahaha... masih ada banyak hal di dunia ini yang ingin gue lihat dan gue jalani. Yang ingin gue coba dan ingin gue lakukan. Marriage will be on my list but not this year. Gue mendadak kepikiran sama jodoh gue. Kasian juga dia nunggunya lama ya? Tapi kemudian gue mikir lagi, mungkin sebenarnya dia saat ini tidak dalam kondisi menunggu, tapi juga dalam kondisi yang sama dengan gue. Menjalani hidup sebaik-baiknya, mencoba yang belum dicoba, menjajal sesuatu yang baru dan menikmati setiap momen yang ada. Kata siapa dia menunggu dalam kondisi desperate? Mungkin sekarang dia sedang bahagia dengan kondisi dia. Dan ketika nanti kita dipertemukan, entah dengan cara apa, we both know what we’re looking for after all these times.

WQWQWQWQWQ MAU MUNTAH GUE NULIS INI. KENAPA SIH.


Ada banyak pertanyaan di usia 26 gue yang terjawab sepanjang perjalanan menuju usia 27 ini. Salah satu yang paling penting adalah pertanyaan “Kenapa gue bisa ada di kondisi ini?” Gue seneng banget ketika akhirnya pelan-pelan jawabannya muncul dan semakin hari semakin jelas. Seperti gue sudah menemukan tujuan hidup gue gitu lho. Gue jadi punya target dan jadi punya keinginan untuk mencapai target itu. Dan dalam lima tahun ke depan target gue cuma nyari uang dan nabung untuk lunasin cicilan rumah dan buat biaya kuliah. Kalau gue beruntung gue mungkin akan punya rumah di pinggiran Kota Bandung. Di mana gue berencana menghabiskan dua sampai tiga tahun kuliah master gue nanti. Atau kalau gue beruntung lagi mungkin gue akan diterima di salah satu Universitas di Korea Selatan atau di Inggris. Ya siapa yang tahu masa depan kecuali Thanos.

Satu pertanyaan lain yang akhirnya terjawab adalah tentang perasaan dia ke gue. Hihihihi... Gue menerima penolakan yang luar biasa di usia 26 yang membuat gue sekarang merasa lebih mengerti dan related ke cerita-cerita jatuh cinta dan patah hati yang sering gue baca di novel-novel teenlit dulu atau di film-film romansa cheesy Indonesia belakangan ini. Gue juga mengerti bahwa sebesar apapun pengorbanan lo buat seseorang nggak akan berarti apa-apa buat mereka selama mereka nggak punya rasa apapun ke lo. Yang paling penting sih sebenarnya lo nggak bisa berharap orang untuk membalas kebaikan lo sesuai dengan apa yang lo harapkan. Melainkan tetap jadi orang yang berbuat baik tanpa berpikir bahwa kebaikan itu akan kembali ke lo dari orang yang sama. Tapi pasti akan kembali kok, tapi dengan cara yang berbeda dan mungkin dari orang yang berbeda.

Dan dengan orang yang lain dari yang gue ceritakan di paragraf di atas gue juga akhirnya tahu bagaimana rasanya di-friendzone-in. Edan sih usia 26 gue benar-benar sangat berwarna untuk bagian cinta-cintaan. Mau ketawa kenceng-kenceng tapi nggak bisa. Mau meratapi sampai ke titik penghabisan kok kayaknya nggak worth it. Ikhlasin aja.


Obrolan dengan teman yang lain semalam semakin meyakinkan gue bahwa semakin tua usia kita akan semakin kecil lingkaran kenyamanan kita. Selama setahun terakhir ada banyak kejadian yang membuat gue harus menomorduakan lingkaran kenyamanan itu hanya untuk sebuah obsesi yang tidak masuk akal. Tahun ini semoga nggak akan terjadi lagi. Dan entah sejak kapan gue lupa persisnya, gue sadar kalau gue bukan orang yang bisa faking everything and makes it looks like something real. Kalau gue kesel, muka gue nggak akan bisa dipaksain untuk “Oh ya nggak apa-apa. Eh, santai aja kali. Kayak sama siapa aja.” lagi. Kalau gue kesel, you can easily see everything on my face.

Sesungguhnya ada banyak sekali hal yang perlu disyukuri sepanjang usia 26 gue kemarin. Banyak pengalaman baru dan banyak teman-teman baru juga.

Satu bulan setelah ulang tahun gue, gue pindah ke kantor baru dengan suasana yang baru, lingkungan baru, dan teman-teman yang baru juga. Lingkungan dan suasana yang benar-benar membuat gue nyaman dan betah. Teman-teman yang juga sudah mulai bisa diajak bercanda dan ngobrol santai. Meski butuh enam bulan buat gue menyesuaikan diri dan enam bulan itu sangat lama juga rasanya. Yang gue pelajari dari tiga kali pindah kerja adalah bahwa lo nggak bisa langsung nge-judge semuanya di minggu-minggu awal. Ketika lo masuk ke tempat baru, nggak cuma lo yang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman-temannya. Ingat juga bahwa orang lain yang ada di situ pun harus menyesuaikan diri mereka dengan lo yang masuk ke lingkungan yang sama. My best advice is just be kind and be yourself.

Nggak lama setelah masuk kantor baru gue berangkat ke Korea atas undangan Ministry of Foreign Affairs-nya Korea Selatan yang mana sangat tidak terduga banget. Gue ketemu sama puluhan orang keren di sana. Beberapa dari mereka masih kontak sama gue sampai sekarang dan terakhir kita malah ketemu untuk nonton konser EXO bareng di Singapura beberapa waktu lalu. Berhubung kita lagi ngomongin EXO, sepanjang usia 26 kemarin gue berhasil untuk menjauhkan diri dari drama Korea. Sempat bolong satu hari pas nonton drama barunya IU. Tapi sebelumnya dan sesudahnya gue nggak pernah nonton lagi. Entah ini adalah kabar baik atau kabar buruk sebenarnya. Gue sendiri nggak juga punya keinginan untuk benar-benar keluar dari lingkaran dunia entertainment Korea ini. Ngurang-ngurangin mungkin iya. Ini juga sesuatu yang patut disyukuri. Setidaknya uang gue utuh untuk hal-hal yang prioritas kan pada akhirnya hahahaha. But I will keep my eyes on SMTOWN and IU. And Seventeen. And VIXX. And Ailee. And Jeon Somi. And Twice.

Wah banyak.

Bagian mananya yang ngurang-ngurangin?


Last but not least, meski udah 27 tahun gue masih suka ngomong sendiri. Gue masih nulis potongan cerita Airin. Gue punya proyek baru ‘365 Days After Confession’ dan satu proyek kolaborasi sama temen kantor gue. Gue masih aktif moto-motoin sepatu merah gue dan masih suka pake Converse. Gue masih belum jadi rutin berolahraga dan masih jarang minum air putih, which is not good for my own health. Gue lagi suka-sukanya sama Kopi+Milo, Gue juga masih sering galau dan masih suka kepikiran sama masa-masa lalu seperti yang gue tulis di bagian awal blogpost ini. Tapi gue belakangan ini jadi sering nulis hal-hal serius dan inspiratif serta memotivasi (halah gak deng). Dan nggak akan lama lagi salah satu mimpi gue sebagai seorang fanboy akan terkabul. Semoga jadi. Doakan aku ya! (PS: not related to Kpop).

Gue mau berterima kasih untuk kalian yang sudah mengucapkan selamat ulang tahun buat gue sepanjang tanggal 3 Mei kemarin, dan juga beberapa hari setelahnya. Gue yakin Allah mendengarkan doa kalian dan gue mengaminkan supaya doa-doanya dikabulkan. Gue nggak bisa posting semua ucapan selamat ulang tahun yang kalian kasih ke gue lewat blogpost ini karena bakalan susah backtrack-nya, tapi gue tahun ini dapat beberapa hadiah istimewa yang mungkin nggak akan bisa gue dapatkan di tahun-tahun berikutnya. Terima kasih sekali lagi!
Cek HIGHLIGHT Instagram gue untuk quotes lain.

Kemaren ada yang nanya lewat DM Instagram, “Bakal nulis sepucuk surat lagi nggak tahun ini?” Dan itulah yang sebenarnya memotivasi gue untuk segera menyelesaikan tulisan ini walau kenyataannya sempat tersendat beberapa hari. Terima kasih karena sudah mengingatkan gue untuk menulis ya hihihi...!

Ada banyak kekhawatiran yang gue rasakan sebenarnya ketika gue memasuki usia 27. Seperti pertanyaan gue di awal juga “Do I need to feel different?”
Untuk pertanyaan ini, jawaban gue saat ini adalah: I am different since I was born. This year, I just want to be myself. I want to be me.

Salam,


Ron.

 
Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / roninredconverse / roningrayscale
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
Photos by Pexels.com, Pinterest, and my personal library.

Share:

0 komentar