Suho - Self Portrait - Sebuah Review


Gue nggak menyangka kalau ternyata work-from-home ini mengacaukan waktu tidur gue. Gue pikir, bisa bangun sedikit lebih siang setiap hari sampai entah kapan adalah sebuah berkah yang nggak bisa gue dapatkan di hari-hari biasa. Ya memang berkah sih kalau dipikir-pikir, sebagai budak korporat kan lo harus bangun setiap pagi di waktu yang kurang lebih hampir sama untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Tapi kehidupan yang mendadak berubah selama sebulan terakhir ini ternyata cukup mengacaukan jam bangun. Terlalu nyaman dengan bangun siang membuat gue kadang keterusan sampai siang banget. Lalu ketika gue bangun, gue merasa jadi manusia paling tidak beradab di muka bumi ini karena menyia-nyiakan berjam-jam buat tidur yang berlebihan.

Sekali mungkin nggak masalah. Tapi kalau berkali-kali? Wah gila sih... bener kata Jae di podcast terbarunya. Bangun lewat jam 12 siang tuh berasa kayak... gue bangun dan menjadi orang yang paling gagal. Bangun-bangun kepala isinya penyesalan soal waktu yang sudah terlewat dan nggak bisa kembali lagi. Salah sendiri.

But the beauty of life is that we can always try again tomorrow.

Kecuali ketika besok datang, gue kembali lagi bangun siang lagi. Asli. Gue sekarang selalu ngantuk. Nggak paham. Gue benci kondisi ini. Gue benci efek work-from-home ini. Walaupun gue yakin waktu-waktu ini pasti gue rindukan ketika hidup sudah normal nanti.

Kebiasaan bangun siang belakangan ini membuat gue jadi susah banget tidur malam. Gue kembali jadi night owl seperti masa-masa semester akhir kuliah dulu. Bangun siang, tidur hampir pagi. Begitu terus sampai TBC gue makin parah.

EH NA’DZUBILLAH JANGAN DIAMININ YA HAHAHAHAHAHHAHA.

Tapi serius deh, gue nggak mau lagi mewarnai posting-an baru di blog ini dengan keluhan gue yang nggak bisa tidur belakangan ini. Karena sudah ada beberapa posting-an soal susah tidur dan bahkan sudah gue jadikan satu episode podcast juga. Jadi selama beberapa waktu terakhir gue jadi mencari-cari cara untuk bisa tidur cepat. Walaupun berbagai metode yang biasanya berhasil terbukti gagal, tapi ada satu yang mungkin akan selalu bisa bekerja dengan baik: mendengarkan musik.

Belakangan ini lagu menjelang tidur gue berkutat di tiga track: #1 Taeyeon – Wine; #2 EXO – Lights Out; #3 FINNEAS – Break My Heart Again.

Salah satu dari lagu itu pasti bisa bikin gue perlahan-lahan tidur. Meski harus diawali dengan meneteskan air mata dulu. WKWKWKKWKW. Belakangan ini tidur sering diikuti dengan pikiran-pikiran yang sedih, berat; penyesalan-penyesalan masa lalu yang sebenarnya nggak mau gue pikirin tapi selalu datang; dan hal-hal yang justru membuat gue semakin nggak bisa tidur. Tapi tiga lagu itu membantu.

Biasanya sebelum tidur gue akan mengaktifkan timer di Spotify supaya nanti lagunya otomatis mati setelah satu jam. Dengan harapan gue sudah tidur selama satu jam lagu itu berjalan. Tapi di suatu malam, setelah uring-uringan pindah posisi dari kiri ke kanan, dari kanan ke kiri, dari kaki di atas bantal sampai kepala di bawah bantal, dan lagu di Spotify itu tiba-tiba mati sendiri karena udah satu jam sesuai dengan timer-nya. Gue asal pencet-pencet aja hape gue dalam posisi kepala di bawah bantal dan keputerlah album solo Suho.


Di masa-masa gue nggak kepikiran soal penyesalan masa lalu di jelang tidur, di masa-masa normal dan kondisi mental gue yang lagi baik, biasanya gue akan tidur sambil memikirkan cerita-cerita atau skenario-skenario yang random. Biasanya skenario ini akan muncul sendiri sesuai dengan lagu yang sedang gue dengarkan saat itu.

Sambil berusaha untuk tidur, gue pun mendengarkan satu per satu lagu di album ‘Self Portrait’ ini, lalu membayangkan adegan seolah-olah gue—atau siapapun yang muncul di kepala gue saat itu—sedang berada di dalam video klip dari lagu yang Suho nyanyikan. Sambil berusaha fokus ke suara Suho, fokus bahwa ini Suho yang nyanyi bukan Baekhyun atau D.O. Karena pas awal gue mendengarkan lagu-lagu di album ini gue selalu membayangkan Baekhyun atau D.O yang nyanyi dan gue bisa merasakan betapa lagu-lagu ini akan menjadi semakin menyayat.

Sesungguhnya gue merindukan Baekhyun, Suho, dan D.O nyanyi ‘My Answer’ dan ‘Baby Don’t Cry’.

Entah ketebak atau gimana, tapi ketika SM pertama kali ngumumin kalau Suho mau rilis album solo gue sudah membayangkan kalau lagu-lagunya memang akan seperti lagu-lagu di album ‘Self Portrait’ ini. Walaupun gue nggak kenal Suho secara personal, tapi mendengarkan lagu ini entah kenapa bikin gue bergumam “Wah ini sih Suho banget!” sama seperti kalau lo mendengarkan lagu-lagu Jonghyun di album solonya dia setelah era ‘Crazy’.

Lagu-lagu di album ini, meski bukan Suho yang jadi komposernya, terasa sangat personal. Semacem gue sebagai pendengar jadi tahu dan mengerti bahwa Suho memang nyaman merilis lagu-lagu dengan nuansa sepert ini. Sekaligus jadi bukti bahwa sebuah lagu nggak harus diciptakan oleh si penyanyi sendiri untuk jadi personal. Bahwa diciptakan oleh orang lain pun selama frekuensinya sama dengan apa yang ingin disampaikan oleh si penyanyi, lagunya akan jadi sangat personal. Jadi nggak usah berkecil hati gais kalo ada yang bilang idola lu nggak bisa komposisi lagu sendiri. Orang-orang di industri musik sudah punya bagian masing-masing. Kalau semua idol pada akhirnya mengkomposisi lagu mereka sendiri, kasian Shinsadong Tiger nanti kehilangan pekerjaan.


Gue senang Suho bisa bekerja sama dengan komposer-komposer yang membuatkan lagu yang pas untuknya di album ini. Gue juga seneng karena Suho bisa menyelipkan keinginannya lewat lirik yang dia tulis. Faktor itu juga sih yang mungkin membuat album ‘Self Portrait’ ini jadi lebih personal walaupun sebagai pendengar gue sendiri terbilang bodo amat sama liriknya soalnya gue nggak ngerti juga kan di kali pertama mendengarkan.

Dalam sebuah wawancara Suho bilang kalau lagu-lagu di album ini beda banget sama lagu-lagu di album EXO. Setuju banget. Gue nggak merasa ada vibe EXO di track manapun di album ini. Lagu-lagunya sangat ringan. Dibuat di range yang Suho masih bisa jajal. Dibilang terlalu menantang juga nggak, tapi masih aman untuk ukuran Suho. Di sini gue merasa Suho sangat menampilkan sisi soft-nya sebagai vokalis. Sekarang setiap kali gue mendengarkan ‘Let’s Love’ gue akan membayangkan ekspresi dia dan cara dia membuka mulut setiap kali nyanyi dan bagaimana wajahnya ketika sudah sampai di nada tinggi.

Mau ketawa sih tapi ya dia emang gitu dari dulu kan.

That’s why we love him, I guess?

Dan dalam perjalanan gue menuju tertidur malam itu, untuk pertama kalinya gue benar-benar mendengarkan lagu-lagu di album ‘Self Portrait’ ini dengan saksama...

(mungkin lo bisa baca sisa tulisan ini sambil mendengarkan lagu-lagunya biar feel-nya lebih dapet gitu)



O2

Ketika gue memejamkan mata dan mendengarkan intro dari lagu ini, atmosfer di sekitar gue mendadak jadi punya vibe kayak di adegan film, sesaat setelah adegan klimaks dari pemeran utamanya. Lagu ini membuat gue merasa seperti sedang berada di fase istirahat jelang akhir film. Adegannya kayak di video ‘I’m Fine’-nya Chanyeol tapi lagunya diganti sama ‘O2’-nya Suho ini. Atau kayak adegan di film ‘Ada Apa dengan Cinta 2’ setelah Cinta dan Rangga pulang dari Punthuk Setumbu, lagu ‘O2’ ini mengalun di sepanjang perjalanan dari Magelang ke Jogja. Cinta yang sebenarnya nggak mau lepas dari Rangga tapi dia tahu kalau saat itu dia harus merelakan Rangga pergi dari hidupnya. Di sisi lain Rangga juga sebenarnya nggak mau meninggalkan Cinta tapi dia juga mengerti kalau saat itu dia harus pergi.

Adegannya semacam itu.

Di chorus terakhir lagu, tergambar jelas di kepala gue ada dua orang sedang ada di dalam mobil (yang anehnya mirip dengan mobil yang dikendarai Rangga dan Cinta pas di Jogja) (oke fix ini gue kebanyakan nonton AADC2). Yang satu sedang nyetir dengan perasaan yang berusaha dia ikhlas-ikhlaskan, yang satu lagi sedang duduk dengan tangan dan dagu di jendela mobil sambil menikmati angin.

Mobilnya melintasi sepanjang garis pantai di Lombok Barat.

(YA KEMUDIAN GUE KANGEN RUMAH).

Suho bilang ketika pertama kali dia mendengarkan demo dari lagu ‘O2’, dia merasa seperti sesak napas dan butuh udara. Makanya judul lagu ini ‘O2’.

Ketika pertama kali gue dengerin lagu ini, gue malah membayangkan dua orang, ya boleh siapa aja, boleh Cinta dan Rangga, dengan segala perasaan yang tak terungkap di antara keduanya.


Let’s Love

Semakin didengarkan, lagu ini memang semakin mirip dengan lagu-lagu D’MASIV di masa lalu. Vibe band di lagu ini kerasa banget dan setelah D’MASIV bikin cover lagu ini, gue sempat nggak bisa berhenti memikirkan versi D’MASIV alih-alih versi Suho. SHIT BANGET KAN?! HAHAHAHAHHA.

Versi D’MASIV bagus banget sih. Suara Rian kan emang bagus ya mau gimana juga memang harus diakui. Dan ketika Rian menyanyikan lagu ini versi dia, dia membuatnya jadi terasa seperti lagu ini tuh diciptakan buat dia alih-alih buat Suho. Walaupun gue merasa Rian agak ditahan-tahan sih itu nyanyinya pas di nada-nada tinggi. Harusnya dia bisa lebih melengking dari Suho. Hihihihihi.... Ada part di lagu versi D’MASIV yang bikin jantung gue linu banget karena feel-nya dapet banget pas Rian nyanyiin itu. Dan ada part juga yang gue merasa “UNTUNG RIAN NGGAK NGIKUT KAYAK SUHO!” karena kalo iya, mungkin bener-bener bakalan ambyar banget.

Bisa nebak part yang mana?

Yak! Part terakhir yang “Hmm... hmm....” itu.

Gue suka banget suara Suho di bagian itu jadinya gue bersyukur Rian tidak melakukannya.

Gue seneng cara SM mempromosikan lagu Suho ini di pasar Indonesia dengan menggaet penyanyi Indonesia. Nggak main-main pula mereka ngegaetnya D’MASIV, salah satu band veteran dengan track record dan diskografi yang bagus. Agak mengejutkan juga sih sebenarnya karena awalnya ini kelihatan seperti organik dan terjadi begitu saja. Tapi setelah merchandise dikirim gue yang, ah oke, ternyata ini memang salah satu teknik marketing mereka. Smooth banget. Glad it works really well. Yak mari menunggu D’MASIV bikin cover DAY6.


Untuk ‘Let’s Love’ yang muncul di imajinasi gue saat mendengarkannya adalah... suasana di rumah di sebuah Sabtu malam yang sepi.

Pemeran utama kita sedang tidak melakukan apa-apa, melamun sendiri di balkon depan kamarnya, kemudian seorang teman baiknya datang. Saat itulah dia mengalami momen di mana dia nggak pernah tahu kalau ternyata dia butuh kedatangan teman baiknya itu sampai mereka saling tatap di depan pintu. Untuk pertama kalinya dalam hari itu dia merasa hidupnya jadi punya tujuan. Kedatangan si teman baik itu seperti jawaban dari keresahan dan kegelisahannya sepanjang hari ini.

Karena mereka tahu di rumah itu ada piano lama yang nggak pernah dimainkan (dia sendiri lupa pernah bisa main piano) dan hanya jadi pajangan aja selama ini, si teman baik kemudian memainkan dan menyanyikan lagu ‘Let’s Love’ ini dengan suaranya yang nggak bagus-bagus banget, nggak juga terdengar grande, tapi cukup untuk membuat dia tidak merasa sendiri.

Lagu ‘Let’s Love’ ini seperti teman lama yang tiba-tiba muncul menanyakan kabar dan membuat hati lo merasa lega dan nyaman.


Made In You

Banyak banget di timeline gue yang memilih lagu ini jadi favorit mereka. Kalau kita bicara soal sesuatu yang personal lagi mungkin ini memang sangat personal buat sebagian orang khususnya EXO-L. Semacam lagu terima kasih dari Suho buat para fans karena selama ini tanpa dukungan dari mereka mungkin Suho nggak ada di titik yang sekarang.

Uhuk. Uhuk.

Gue mendadak ingat tatapan tajam mata dia dan gimana dia nguap pas preskon Nature Republic bulan puasa tahun lalu.


Buat gue, ‘Made In You’ ini adalah lagu yang akan gue request ke penyiar radio buat orang yang gue suka. Dalam perjalanan gue menuju tertidur itu gue membayangkan diri gue sedang ada di kamar mendengarkan radio dari pesawat radio tua di kamar, senyum-senyum sendiri karena gue baru saja mengirim pesan ke penyiar radio itu untuk memutar lagu ini dan menyampaikan salam ke orang yang gue suka. Meski gue nggak yakin dia akan mendengarkannya (DAN WAH TERNYATA DIA DENGAR!).

Atau bisa juga sebaliknya sih. Mendengarkan lagu ini membuat gue membayangkan diri gue ada di posisi penyiar radio, membacakan request dari seseorang dan kemudian gue kepedean dan merasa kalau request lagu itu sebenarnya buat gue. Hihihi....

‘Made In You’ feel-nya kayak gitu. Ini adalah lagu yang kemungkinan besar akan gue kirim ke orang yang gue suka (hanya ketika gue yakin dia suka sama gue, because one-sided love is so fricking hurt).

Gue suka lirik lagu ini yang apa adanya. Suara sengau Suho yang tinggi jelang chorus terakhir di lagu ini bikin waktu terasa berhenti sejenak. Dan di antara ketiadaan waktu itu, cuma suara Suho yang bisa lo dengerin dan menggema mengisi atmosfer sekitar lo.

Starry Night


Ini lagu cocok banget buat background film pendek soal pertemanan antara dua orang yang sama-sama rapuh, sama-sama butuh, sama-sama suka, tapi mereka menyiksa diri mereka dengan memendam perasaan dan memilih untuk menjalani hidup dengan menyukai diam-diam. Sampai akhirnya salah satu dari mereka tersakiti oleh cinta dan terjadilah sebuah obrolan penuh makna di rooftop, tempat favorit mereka.

Di akhir obrolan di sebuah malam yang panjang, dia yang tersakiti akhirnya bisa menapak lagi dengan kuat di atas kedua kakinya setelah sempat goyang karena diliputi kecemasan, sakit hati, dan kekhawatiran. Di situlah lagu ini kemudian terputar di latar belakang.

“Starry night... starry night... starry night....”

Lagu ini memberi sebuah harapan meski rasanya sulit untuk berharap lagi. Memberikan semangat di tengah keputusasaan.

Lalu mereka berdua tersenyum menatap langit berbintang tanpa awan. Tangan salah satu dari mereka memegang tangan yang lain. Yang satu menguatkan yang lain. Yang lain merasakan kehangatan itu dan yakin bahwa semua akan baik-baik saja.

Self-Portrait

Ini adalah lagu favorit gue di album ini bahkan lebih dari title track-nya! Tolong tahan jangan mengumpat, tapi gue merasa lagu ini memang diciptakan buat gue.

BAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAKKKKK

Ketika mendengarkan lagu ini, gue merasa Suho sedang memposisikan dirinya sebagai orang yang bisa melukiskan satu episode yang terjadi dalam hidupnya dengan seseorang dalam sebuah karya istimewa di kanvas kosong.

Sementara gue, karena gue nggak bisa gambar, maka gue akan memposisikan diri gue sebagai orang yang bisa menuliskan sebuah episode yang terjadi dalam hidup gue di sebuah blogpost seperti ini.

Lagu ini secara aneh, dibandingkan dengan lagu-lagu yang lain di album ini, bisa gue cerna dengan mudah dan masuk ke hati gue secepat itu tanpa perlu gue telaah dulu lirik terjemahannya. Ini adalah tipe lagu yang akan bikin lo tenang banget saat tidur. Semacam selimut yang bisa membuat lo merasa hangat. Gue memang suka tipe-tipe lagu kayak gini. Lagunya to the point dan bisa bikin gue sesegera itu merasakan apa yang ingin disampaikan si penyanyi lewat lagunya.


Entah kenapa, ini sotoy aja sih, gue merasa emosi dan feel-nya Suho waktu rekaman lagu ini tuh dapet banget. Gue secara mudah bisa membayangkan diri gue tidur nyenyak mendengarkan lagu ini, lalu bermonolog tentang kenangan-kenangan lama. Atau kayak yang dari tadi gue lakukan, berkhayal tentang skenario-skenario yang tidak pernah terjadi antara gue dang orang itu.

Uhuk.

Gue semacam bisa menjamin bahwa suatu hari nanti, ketika gue sedang ada dalam kondisi yang tidak baik, sedang berada di titik terendah dalam hidup gue, kemudian lagu ini mendadak keputer, gue bisa nangis saat itu juga.

For You Now

Track penutup yang paling pas untuk album ini, lagu yang paling selow dan paling smooth. Pas banget buat mengenang masa-masa bersama dengan orang yang lo suka tapi nggak pernah lo miliki. Keberadaannya mendadak terasa dekat. Senyumnya tiba-tiba terasa nyata. Bahkan lo bisa mencium wangi sampo yang keluar dari rambutnya. Aroma yang selalu memenuhi paru-paru lo ketika lo sedang bersama dia di masa lalu. Wangi yang paling lo suka seolah lo nggak pernah mencium wangi yang seperti itu sepanjang hidup.

Sayangnya lo dan dia sekarang sudah nggak bersama lagi.

Kemungkinan untuk bersama lagi itu pun nggak ada.

Jadi lo cuma bisa berdoa yang terbaik buat dia. Berdoa agar dia baik-baik saja. Agar dia tidur nyenyak. Agar dia bahagia dengan pilihannya.

KRETEK.

LHO KENAPA JADI GINI?!

WKWKWKKWKWKWKW

Memang pikiran-pikiran yang datang jelang tidur tuh bisa se-random itu. Meski itu sangat bertolak belakang dengan maksud lagunya.

Tapi Suho memilih dan menyanyikan lagu ini untuk memberikan kenyamanan di hati orang-orang yang mendengarkannya. Meski cerita yang muncul dalam imajinasi gue penuh dengan sakit hati, tapi gue harap dia yang merasa sakit hati itu juga bisa merasakan kenyamanan seperti yang diharapkan Suho.

Hihihihi....


Gue berharap Suho nggak bikin kita lama menunggu buat album solo keduanya. Karena kalau lagu-lagu yang dia pilih di album pertama aja udah sebagus ini, gue yakin lagu-lagu di album kedua akan lebih “menyayat hati” lagi. Karena gue adalah masyarakat Indonesia pada umumnya yang akan sangat menelan mentah-mentah semua lagu melow-galau. Kalau abis ini Suho bikin kolaborasi sama D’MASIV atau Rossa, gue akan jadi garda terdepan yang membawa banner besar bertuliskan “KAU HANCURKAN AKU DENGAN SIKAPMU, TAK SADARKAH KAU TELAH MENYAKITIKU????” sambil tersenyum bahagia.


Share:

0 komentar