• Home
  • Explore Blog
    • K-Pop
    • EXO
    • Concert Experience
    • GMMTV's The Shipper Recap
    • Film
    • Self Reflection
    • My Trips!
      • New York Trip
      • Seoul Trip
      • Bangkok Trip
      • London Trip
  • Social Media
    • YouTube
    • Twitter
    • Instagram
    • Facebook
    • Email Me
  • My Podcasts
    • Podcast KEKOREAAN
    • Podcast ngedrakor!
  • NEW SERIES: 30 and Still Struggling
kaoskakibau.com - by ron

Gue termasuk orang yang suka banget belanja dan nggak akan bosen kalau nemenin orang lain belanja. Tapi permasalahan terbesar gue adalah kalau belanja, gue mikirnya suka lama. LAMA BANGET KAYAK YANG TOKO UDAH MAU TUTUP TERUS GUE BELUM MUTUSIN APAKAH GUE AKAN BELI ATAU NGGAK INI BARANG. Padahal sebenarnya barang itu udah gue pengenin banget, tapi ketika udah ada uangnya, terus udah sampe di tokonya, pikiran-pikiran sampah kayak "Apa iya lo butuh?" "Apa iya ini berguna?" "Bisa loh duitnya disimpen buat beli yang lebih berfaedah!" suka muncul di kepala gue. Yang akhirnya, walaupun gue sudah berdiri lama di toko sampai jelang tutup, gue pun nggak jadi beli itu barang.

SEBEL.

Suatu hari misalnya gue sama Dito iseng masuk sebuah department store di sebuah mall dan kita sama-sama tertarik sama beberapa t-shirt yang kayaknya kok lucu dan juga murah. Ada juga yang buy 1 get 1 gitu. Menarik deh pokoknya buat dibeli. Udah nih, muter-muter di toko, milih-milih kayak hampir 1,5 jam. Setelah mutusin mau ke kasir, akhirnya malah nggak jadi karena alasan yang nggak jelas.

MAKIN SEBEL.

Kayak sebelum gue berangkat ke Seoul kemarin (baca beberapa cerita yang sudah gue post di sini) gue sudah punya itinerary ke Namsan Tower (belum gue tulis ceritanya hahahah). Otomatis kalau udah mikirin Namsan, pasti akan kepikiran sama Huang Zi Tao gembok dong. Karena kan di sini orang-orang pada buang-buang gembok dengan harapan-harapan manis ala drama Korea. Palsu sih, tapi gue juga penasaran. Akhirnya karena kata temen gue barang-barang di Korea itu lebih mahal harganya daripada di Indonesia, gue pun memutuskan untuk beli gembok dulu sebelum berangkat.

Berdirilah gue di salah satu supermarket di kawasan Blok M. Di depan deretan gembok-gembok berbagai ukuran. Ada yang superkecil sampai yang besarnya kayak telapak tangan Suho ada. Padahal udah jelas-jelas nih, dari kosan mikir akan beli gembok dan gue akan butuh, tapi tetep aja berdiri di situ bisa satu jam. Nggak cuma buat nentuin mau beli gembok yang harganya Rp 30 ribu atau Rp 17 ribu. Tapi mikir apakah emang gue butuh gembok ini atau nggak sih? Sepenting apa sih masang gembok di Namsan? LO YAKIN MAU PASANG GEMBOK PADAHAL LO NGGAK PUNYA PASANGAN? 

Bangke. 

Setelah satu jam lebih lima belas menit berkutat dengan pikiran-pikiran semacam itu, akhirnya gue beli juga.

Sekarang kelemahan gue nggak cuma ngeliat Irene sama Park Bo Gum doang. Tapi juga ngeliat barang-barang yang dipajang di situs belanja online. Apalagi kalau buka apps-nya di handphone tuh kayaknya semua pengen di klik dan masukin keranjang. Belakangan ini hobi gue sebelum tidur adalah scrolling itu apps belanja online dan masukin semua barang yang gue suka ke whistlist. Di beli? Nggak. Cuma menuruti nafsu dan hasrat belaka. Sama kayak window shopping.

Sepanjang tahun 2015 kemaren, ada beberapa item yang akhirnya gue putuskan untuk beli, just because I can't hold this feeling inside my heart (halah). Dan kalau mau di list, ini dia:

Posting-an ini adalah bagian kelima dari 'Finally, Seoul!', catatan perjalanan pertama saya ke Seoul, Korea Selatan. Sebelum melanjutkan baca bagian ini, silakan baca cerita sebelumnya di sini. Perjalanan ke Gangneung terlalu panjang untuk dijadikan satu bagian, jadi akan saya bagi ke beberapa bagian. Peace, Love, and Gaul!

Waktu kecil, gue selalu iri sama apa yang anak-anak lain punya, tapi gue nggak punya. Pernah nggak sih, lo ngerasa bete sama orangtua lo karena anak tetangga lo bisa punya Nintendo seri terbaru sementara lo bahkan sekedar GameBoy aja nggak punya? Game console yang pernah gue punya pas kecil paling banter cuma Tetris. Itu aja udah syukur, masih bisa denger umpatan "Bego lu!" kalo misalnya salah-salah pas lagi main.

Nggak pernah punya game console bikin gue cari pelarian ke hiburan yang lain. Gue jadi suka baca-baca buku cerita gitu, yang berujung bikin gue jadi suka ngayal. Tapi gue bersyukur, karena dengan ngayal, paling nggak gue bisa sedikit kabur dari segala penolakan dunia sekitar karena gue nggak bisa main bola atau karena gue nggak bisa nerbangin layangan. Gue bisa bikin dunia baru yang nggak diketahui orang-orang, dan nggak ada orang jahat yang bikin gue takut buat masuk kelas kayak pas SMA misalnya.

Emaap curhat.

Kebanyakan buku cerita yang gue baca adalah kisah-kisah dongeng Eropa. Kesukaan gue sama cerita-cerita dongeng ini kemudian memperkenalkan gue pada film-film kartun Disney. Yang mana kebanyakan pemeran utamanya adalah Princess. Kecuali Aladdin. Dan Simba. Tapi ya, masa kecil gue memang diisi dengan 'Beauty and the Beast', 'Little Mermaid' dan 'Lion King'. Sambil sesekali melakukan reka adegan ketika Ariel nyanyi di atas batu di pinggir pantai setelah dia menyelamatkan Erik kemudian deburan ombak pecah di belakangnya. Atau adegan ketika Rafiki mengangkat Simba tinggi-tinggi di Pride Rock pas dia baru lahir kemudian para binatang bersorak.

Kucing gue jadi Simba, gue jadi Rafiki (KENAPA MALAH GUE MILIH JADI BABON SIH) kemudian temen-temen gue jadi binatang yang lain. Alhamdulillah masih punya temen. Sebenarnya sih sepupu.

Astagfirullah...

Di banyak film kartun (dan film-film Natal yang diputar di TV) yang gue tonton pas kecil, ya selain Ariel dan Simba, hampir selalu ada adegan-adegan di musim dingin. Nah, kalo udah musim dingin biasanya pasti ada salju. Kalau udah ngeliat salju biasanya pelampiasannya adalah kulkas. Membuka freezer dan kemudian menggerus bunga es yang ada di dalam freezer. Di taruh di tangah, dibikin bola-bola kecil, dimasukin ke mulut, ditaruh di kepala, atau iseng dimasukin ke baju temen di bagian belakang. Demi untuk merasakan sensasi salju yang secara takdir tidak pernah turun di Indonesia.

Belum pernah turun. Sampai sejauh ini.

Om, tante dan dua orang sepupu gue pernah menghabiskan beberapa tahun di Australia. Suatu ketika gue liat foto mereka sedang ada ditengah-tengah salju dan main-main salju, rasa iri berlebihan itupun kembali timbul.

"GUE JUGA MAU MAIN-MAIN SAMA SALJU!"
Posting-an ini adalah bagian keempat dari 'Finally, Seoul!', catatan perjalanan pertama saya ke Seoul, Korea Selatan, setelah selama bertahun-tahun hanya jadi khayalan babu. Sebelum melanjutkan baca bagian ini, silakan baca cerita sebelumnya di sini.

Oke, pertama-tama maafkan daku karena sudah sekip nulis cerita perjalanan ke Seoul ini akibat ngalay di Singapore dua (apa tiga?) minggu yang lalu (baca selengkapnya di sini). Padahal plot dari posting-an ini sudah kepikiran bahkan sebelum menginjakkan kaki di Singapore Indoor Stadium. Tapi baru bisa nulis sekarang.

Cut the crap. Let's continue the story!


Hampir semua penampilan bisa gue ingat dengan baik. Walaupun mungkin ada yang nggak ngeh sama detailnya. Ketika mereka ngebawain 'The Star', ada rasa agak-agak baper dikit. Lagu ini adalah favorit gue di album 'MIRACLES IN DECEMBER'. Lagu ini juga mengingatkan gue sama solo stage-nya Luhan di 'The Lost Planet'. Di saat yang sama lagu ini juga membuat gue ingat kalau gue dulu suka sama rap-nya Kris di lagu ini.

GILAAAAAA. DUA HAL TERAKHIR YANG UDAH NGGAK BISA LAGI DINIKMATI SAMPAI KAPANPUN. Tapi ya karena dua member itu udah nggak ada lagi, sembilan member yang lain harus berusaha menutupi kekurangan itu. Dan kekurangan satu orang lagi yang terakhir keluar. Dan menurut gue mereka melakukannya dengan baik. Nah, di sesi penampilan setelah VCR kedua (di urutan 'The Star') sebenarnya yang paling tunggu-tunggu adalah 'Exodus' dan 'Hurt'.


Gue nggak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan gue ketika melihat penampilan 'El Dorado'. Gue bener-bener takjub! Walaupun gue nggak teriak atau mengekspresikannya secara verbal saat itu, tapi di dalam hati dan pikiran, gue sudah melakukan gerakan mencakar-cakar dinding, gelindingan di jalan menanjak Meda - Berastagi yang gue lewatin Desember kemarin. Saking bahagianya.

"Mungkin gini kali ya, bedanya nonton konser dengan serius, ketimbang dateng ke konser dan sibuk motret? Feel-nya beda aja gitu..." gue ngomong sendiri. Untung nggak ada yang denger.

Gue jadi inget waktu 'The Lost Planet', bahkan sejak awal lagu, gue udah ngeluarin kamera buat motret. Hampir ketangkep tapi malah jadi aman karena banyak yang pingsan. Sampai akhirnya gue sadar kalau ternyata gue banyak sekali melewatkan momen di panggung karena terlalu fokus sama viewfinder kamera. Dan fokus nyari Suho berdiri di mana, Baekhyun pergi ke mana.

Yah, memang merekam di kepala, memasukkannya ke dalam bola-bola memori seperti 'Inside Out', lalu digelindingkan ke bagian long term memory memang lebih berkesan ketimbang merekam dengan kamera sendiri.

Kadang-kadang.

Karena memang nggak ada salahnya, memanfaatkan zoom kamera ketika mereka tampil di panggung utama. Karena jaraknya cukup jauh dari jarak pandang mata. Zoom kamera bisa sangat membantu. Atau kalau misalnya terlalu riskan mengeluarkan kamera, apalagi kalau misalnya lo berhadap-hadapan dengan security di depan pager, bisalah diakalin pake teropong.

Selesai 'El Dorado', EXO udah keliatan kepanasan. Kulitnya udah mengkilat-kilat karena keringet. Ketika formasi 'El Dorado' bubaran, gue langsung nyari-nyari Suho. Kocak! Mukanya udah basah, pipinya kayak merah-merah gitu macem kepiting rebus karena kepanasan, mulutnya monyong-monyong karena ngos-ngosan. Sesekali mengernyitkan jidat, menarik hidung(?) ke atas dan nyengir tanpa sengaja. Suho lalu berjalan gontai ke arah depan panggung, nyari-nyari boks berisi tisu dan air minum. Bahkan ketika dia berjalan mendekat aja rasanya nggak bisa teriak.

Nggak berani, soalnya sendirian. Jadinya jaim.
Semuanya berasa kayak deja vu.

Semua memori yang terjadi di 7 September 2014 itu muncul lagi di kepala gue waktu gue, Sam, Marcel dan Bunga duduk di barisan terdepan di Standing Pen C. Ini tiket yang kami dapet memang ajaib banget. Ajaib banget sampai-sampai kita sendiri speechless. Mungkin kalau dijual, gue bisa beli tiket buat nonton yang di Jakarta kali. Tapi boro-boro kepikiran buat ngejual itu tiket. Udah nggak sabar buat masuk ke Singapore Indoor Stadium!

Berada di antrean terdepan tanpa perjuangan menginap semalaman seperti yang terjadi di Lapangan D Senayan dua tahun yang lalu ini rasanya bener-bener aneh. Rasanya kayak nggak perlu khawatir sama apapun. Hectic-nya nonton konser sama sekali nggak berasa. Gue emang sih, enggak pernah beli tiket yang langsung pake nomor antrean di konser di Jakarta. Tapi gue bisa ngebayangin akan kayak apa dari pengalaman di Singapura ini.

Gue adalah orang pertama yang berhadapan dengan petugas yang melakukan pemeriksaan tas. Tapi nggak dimacem-macemin, setelah itu gue buru-buru masuk ke venue. Kembali deja vu. Astaga... ini persis dua tahun yang lalu. Masuk ke lokasi konser, berlari-lari kecil menuju depan panggung, sementara suasana di sekitar masih kosong melompong. Bedanya, nggak ada adegan teriak-teriak nyari temen dan memastikan bahwa mereka sudah dapat posisi terbaik. Nggak ada adegan ngangkang-ngangkang di depan panggung demi nge-tag tempat buat mereka.

Kali ini lebih kasual... Sementara di 2014 tuh kayak...
Dito sudah ngangkang-ngangkang di depan pagar demi buat ngetag-in tempat untuk kami. Gue menyusul dan akhirnya kita ngangkang bareng.

Masih jelas banget di kepala gue gimana rasanya ngeliat panggung pertama kali dari depan. Gimana suasana Lapangan D Senayan yang akhirnya hanya tinggal beberapa jam lagi akan diisi oleh teriakan dan lighstick silver.

Masih jelas di kepala gue gimana sore itu semua orang pada fight demi posisi yang paling enak. Gimana gue ngangkang nggak karuan. Gimana gue hectic nyariin temen-temen gue.

"MBAK DEA MANA MBAK DEA! KAK DEWI KEI MANA KAK DEWI KEI!" gue teriak kayak udah stres banget. Sambil ngangkang.

Nggak ada yang jawab sama sekali orang nggak ada yang kenal siapa itu mbak Dea, Kak Dewi sama Kei kecuali gue sama Dito. Dito pun yang udah kayak menbung jadi nggak peduli siapa ngomong apa juga udah dicuekin.

Sekitar enam atau tujuh menit baru deh mbak Dea, Kak Dewi sama Kei masuk dan gue bisa berhenti ngangkang. Kak Tari kemudian menyusul masuk dan ambil tempat di sebelah gue sama salah satu temennya. Kak Ashya sama Dito dan kak Icha. Semua temen yang antre bareng sejak semalem udah berada di tempat terbaiknya di depan pagar. (Selengkapnya di sini)



Waktu gue SMA, nggak ketahuan nyontek pas ujian itu adalah keberuntungan. Suatu hari ketika gue masih TK, dikasih uang kembalian setelah beliin tetangga tepung terigu di toko pinggir jalan adalah sebuah keberuntungan. Waktu jadi mahasiswa, lulus dengan nilai C dan nggak harus ngulang mata kuliah yang sama di semester selanjutnya itu adalah keberuntungan. Dan pas kerja sekarang, bisa libur sehari aja nggak mikirin kerjaan juga sebuah keberuntungan.

Sebagai fans KPop, mendapatkan sesuatu yang berhubungan dengan sang idola, apapun itu, besar atau kecil, penting atau sepele, juga adalah sebuah keberuntungan.

Gue nggak sengaja ketemu dengan seseorang yang sangat dermawan di showcase BTOB di Berastagi bulan Desember tahun lalu (cerita soal ini akan ditulis di artikel yang berbeda). Dan ngomong-ngomong soal keberuntungan, mungkin kondisi gue saat itu bisa masuk kategori yang kalo kata orang-orang "dapat durian runtuh". Atau kalau gue lebih suka menyebutnya sebagai "rejeki yang memang sudah jadi jatah gue". Gue dikasih tiket nonton 'The EXO'luXion' di Singapura.

Waktu dia nyebut kata-kata "satu tiket", "buat kamu" sama "nanti aku kasih", gue kayak diem selama beberapa detik. Bengong. Hah ini apa iya kuping gue nggak salah denger? Soalnya beberapa hari belakangan waktu itu suka berdenging karena sedang demam. Setelah lama bengong akhirnya gue disadarkan oleh cipratan air hujan.

"Hah ini serius?"

"Mana sini LINE kamu, nanti aku kabari via LINE ya,"

Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan?

NIKMAT TUHAN YANG MANAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA?????????????????


Posting-an ini adalah bagian ketiga dari 'Finally, Seoul!', catatan perjalanan pertama saya ke Seoul, Korea Selatan. Sebelum melanjutkan baca bagian ini, silakan baca cerita sebelumnya di sini.

Rasa empuk dan juicy-nya daging yang gue makan di Myeongdong hari itu bener-bener nempel di lidah. Bahkan masih terasa ketika tim Oh!K Channel dan para jurnalis move on dari tempat makan ke hotel. Di luar agak gerimis, tapi karena gue suka hujan, kalau gerimis biasanya gue akan menikmati setiap tetesan air hujannya dengan berlebihan. Nggak sampai nari-nari kok, emangnya film India. Cuma kalo gerimis tuh kesannya romantis gitu. Berasa dicipok.

Dicipok air hujan.

Keluar dari tempat makan, gue kembali harus berhadapan dengan para member EXO yang berdiri kaku di depan kios Nature Republik. Sepanjang perjalanan balik ke hotel, gue bener-bener berusaha menahan ketawa dan berusaha tidak memperhatikan wajah-wajah familiar itu. Berjalan dengan gaya belagak kayak model catwalk di jalanan Myeongdong yang makin siang ternyata makin rame. Bahkan setelah berminggu-minggu, gue masih bisa inget dengan jelas suasananya. Ah! Bikin kangen!

Ada banyak sekali toko-toko kecil yang menjual souvenir dan barang-barang lucu di sekitar tempat kita makan tadi. Banyak juga yang menarik perhatian. Gue melihat salah satu toko menjual kaos kaki bergambar lucu yang pernah dijadikan oleh-oleh sama salah satu temen gue. Pengen mampir, tapi sekali lagi karena ini baru hari pertama, jadi kayaknya harus ditahan dulu keinginan untuk belanja-belanjanya.

Gue bukan orang yang suka shopping. Tapi kalau udah belanja, bisa kalap. Kacau sih. Mental bapak-bapak rumah tangga.

#AH

Kalo sudah berhadapan dengan belanja, gue memang selalu men-sugesti diri gue "ENGGAK RON, ELO NGGAK SUKA SHOPPING! UDAHLAH GAUSAH SOK KAYAK IBU-IBU ARISAN!"

Padahal kalo buka Lazada nggak ada niat beli vacuum cleaner malam dibeli. Berasa tinggal di istana dan duit tinggal metik di kebon belakang rumah.

Menembus gerimis di Myeongdong yang menyenangkan walaupun dingin, sekitar jam satu kita sampai lagi di Lotte Hotel Seoul. Di sana sudah ada bus yang nungguin kita buat berangkat ke daerah Sangam-dong. Seinget gue di jadwal liputan yang dikasi Mbak Dian ketika kita belom berangkat, hari ini harusnya kita ke MBC World. Jadi yang ada di kepala gue semuanya adalah MBC World. Tanpa gue tahu kalau ternyata MBC World ini ada di kawasan DMC (Digital Media City).



Saya selalu bertanya-tanya kapan saya bisa ke Seoul sejak pertama kali jadi fans KPop. Ketika kesempatan itu datang, saya hanya bisa alay bukan kepalang. Posting-an ini adalah bagian kedua dari 'Finally, Seoul!', catatan perjalanan pertama saya ke Seoul, Korea Selatan. Sebelum melanjutkan baca bagian ini, silakan baca dulu bagian pertama di sini.

Gue nggak sempat menikmati bagaimana mewah dan meriahnya Bandara Incheon ketika gue mendarat di Seoul, Minggu (29/11/2015). Beberapa hal yang mendadak terjadi karena gue kelamaan tidur di pesawat jadi penyebabnya.

Pertama, gue belum isi kartu pendatang yang harus diserahkan di imigrasi. Kedua, gue nggak prepare pulpen untuk mengisi kartu itu jadi gue harus minjem pulpen dari Mbak Dian, PR dari Oh!K Channel yang mengundang gue ke Korea. Ketiga, karena minjem pulpen dan mengambil kartu isian pendatang yang baru itu gue harus memulai antre dari belakang lagi, padahal tadi udah kayak hampir maju ke loket imigrasi-nya. Sial aja ketika gue selesai ngisi, semua orang kayaknya baru mendarat dan udah antre aja di sana. Sebel.

Ternyata proses imigrasi di Korea nggak deg-degan kayak di Amerika. Ini pasti nih Amerika karena efek 'My Name Is Khan'. Jadi kan takut kalo tiba-tiba digrebek cuma karena bawa tolak angin. Alhamdulillah Korea kayaknya gwencana sarangiya.

But anyway, sekeluarnya dari pintu kedatangan bandara dengan alay dan ber "HAH!" "HAH!" ria seperti anak kampung yang nggak tahu kalau nafasnya ternyata bau, gue akhirnya bisa merasakan udara dingin Seoul yang sebelumnya sama sekali nggak kebayang itu.


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Hey, It's Me!



kpop blogger, kpop podcaster, social media enthusiast, himself


Author's Pick

Bucin Usia 30

Satu hal yang gue sadari belakangan ini seiring dengan pertambahan usia adalah kenyataan bahwa gue mulai merasakan perasaan-perasaan yang ng...

More from My Life Stories

  • ▼  2024 (5)
    • ▼  Maret (2)
      • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
      • I Know..., But I Dont Know!
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2022 (12)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2021 (16)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2020 (49)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (34)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (48)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2012 (98)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (19)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (101)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (25)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2010 (53)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (17)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (7)

Podcast ngedrakor!

Podcast KEKOREAAN

#ISTANEXO

My Readers Love These

  • Final Destination 5: REVIEW!
  • Are You Ready for Your SM Global Audition Jakarta?
  • EXO: 'Call Me Baby' Music Video Review
  • Mimpi, Mimpi, Mimpi
  • Awkward itu...
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.

Smellker

Instagram

#vlognyaron on YouTube

I Support IU!

Copyright © 2015 kaoskakibau.com - by ron. Designed by OddThemes