• Home
  • Explore Blog
    • K-Pop
    • EXO
    • Concert Experience
    • GMMTV's The Shipper Recap
    • Film
    • Self Reflection
    • My Trips!
      • New York Trip
      • Seoul Trip
      • Bangkok Trip
      • London Trip
  • Social Media
    • YouTube
    • Twitter
    • Instagram
    • Facebook
    • Email Me
  • My Podcasts
    • Podcast KEKOREAAN
    • Podcast ngedrakor!
  • NEW SERIES: 30 and Still Struggling
kaoskakibau.com - by ron

Nggak kerasa tahun ini gue udah resmi jadi anak kosan selama delapan tahun berturut-turut. Sejak 2009 gue pertama kali pindah dari Mataram ke Depok untuk kuliah di UI sampai 2017 ini gue jadi salah satu pegawai rumah produksi di Jakarta. Yang mana, sepertinya akan gue tinggalkan dalam waktu dekat, mohon doanya. Wah, selama delapan tahun ini gue udah hapal banget deh naik dan turunnya hidup sendiri tanpa keluarga. Jauh dari masakan Mama. Nggak pernah bisa ketemu tiap hari sama temen-temen SMP dan SMA (meanwhile mereka di grup LINE tengah merencanakan untuk kumpul-kumpul) (dan membicarakan pernikahan).

Selama delapan tahun ini gue belajar banyak hal banget tentang kesendirian. Masak sendiri, makan masakan sendiri. Tidur sendiri, beresin tempat tidur sendiri. Perbaiki keran kamar mandi yang rusak juga harus sendiri sampai masang kawat di ventilasi kamar mandi supaya nggak masuk tokek kayak kejadian di Depok tahun 2010 dulu. Karena nggak mau manja (ceileh) gue juga belajar nyuci seprai dan selimut sendiri. Dua hal ini kayaknya sih jangan dilakukan setiap minggu. Karena mijetnya sampai jari-jari gue mau patah. Selama delapan tahun terakhir gue banyak melakukan hal-hal yang nggak pengen gue lakukan sendiri, tapi gue nggak punya pilihan.

Sebagai anak rantau sebenarnya ada sih, opsi untuk tinggal bareng temen. Setidaknya jadi nggak merasa sendiri terus. Tapi gue tuh orangnya ribet sendiri dan terlalu labil. Apalagi pas baru lulus SMA dulu. Kalau diinget-inget rasanya pengen pecut diri sendiri pake rotan. Kelabilan gue itulah yang bikin gue belum siap untuk bisa berbagi apapun dengan Dia-Yang-Disebut-Teman-Sekamar. Lagipula, gue juga selalu menganggap diri gue sebagai alien. Orang aneh. Yang kesukaannya bisa jadi nggak sama dengan kebanyakan orang saat itu (bahkan saat ini). Ya rasanya belum siap aja berada di satu kamar dengan orang yang belum lama gue kenal. Berbagi bau keringat sampai kentut.

Waktu itu gue mikir gini, gue baru lulus SMA, pindah ke Depok sendiri dan menjalani hari-hari sebagai mahasiswa baru yang selama dua minggu pertama sudah muak dan stres dengar teriakan senior yang nggak ada faedahnya itu: “THINK FAST DONG DEK! KREATIF DONG DEK! BISA LEBIH CEPET GAK DEK LARINYA?!” najis. Gue kira UI nggak ada gini-ginian ternyata ada juga. Hal-hal kayak gitu, termasuk kehidupan mahasiswa baru yang terombang-ambing nggak jelas di kampus bikin gue males mikir macem-macem yang ujung-ujungnya bikin kepala gue sakit. Ya, gue emang gampang banget stres. Manajemen emosi gue waktu itu masih kacau banget. Makanya gue pikir wajar kalau waktu itu gue nggak mau dibebani dengan keharusan untuk berbagi bau kentut dengan manusia lain.

Seiring waktu berganti, gue jadi lebih dewasa dalam hal ini. Jadi lebih wise—ahelah—gitu. Malah gue jadi penasaran. Semacem bisul yang gatel tapi nggak boleh digaruk. Nggak tahu hubungannya apa. Lulus kuliah dan nggak lagi dibebani dengan hal-hal kampus, sudah punya penghasilan sendiri dan mulai bisa menabung membuat gue jadi less-stress than before. Gue pun penasaran gimana rasanya punya roommate ya? Apalagi sehabis nonton variety show flop Korea yang judulnya ‘Roommate’ itu, gue jadi makin pengen tahu rasanya.

“Seru kali ya? Bisa punya temen makan. Temen ngobrol sebelum tidur gitu?”

Katanya udah dewasa tapi pikirannya kayak anak SMP. 




Pernah nggak, kalian suatu hari duduk di sebuah kursi kayu, di teras rumah yang halamannya luas banget, ngeliatin cahaya matahari pelan-pelan menghilang dan tenggelam di sebelah barat, sambil menghirup aroma teh mint hangat dari meja kecil yang ada di sebelah kanan kalian, dan memikirkan soal apa saja yang sudah terjadi selama tiga tahun terakhir?

Gue nggak pernah. Karena di teras rumah gue nggak ada kursi kayu, tapi adanya sofa tua yang udah bau dan berdebu. Halaman rumah gue juga nggak luas-luas banget. Cuma dua kali lompat kodok juga kebentur tembok. Dan cahaya matahari jelang terbenam nggak pernah terlihat jelas dari sana karena kehalang sama tembok rumah-rumah lain. Tapi kadang-kadang cahayanya bagus juga. Cuma, di jelang akhir kalimat paragraf pertama sih gue pernah. Ya nggak sambil duduk minum teh mint juga.

Belakangan ini gue sering banget memikirkan “the good old days”. Seolah nggak mau menerima kenyataan bahwa setiap individu yang ada di sekitar gue pasti berubah. Sekecil apapun itu. Perubahan-perubahan yang tanpa kita sadari bikin hubungan pertemanan jadi merenggang dan pelan-pelan semakin menjauh. Kenyataan itu kemudian bikin kerinduan akan masa-masa pas bareng dulu makin berasa.

Kalau lo termasuk pembaca setia blog ini, lo pasti tahu kalau gue nggak terlalu punya banyak teman. Sebagai perantau yang kehidupan masa kecil dan masa remajanya dihabiskan di Mataram, Lombok, membuat gue nggak terlalu punya hubungan yang sangat dekat dengan teman-teman sekolah gue dulu. Teman waktu kuliah dulu juga sekarang sedang giat-giatnya bekerja, jadi beneran jarang banget bisa ketemu dan menghabiskan waktu berkualitas. Jadilah teman-teman yang sering kontak dan komunikasi sama gue sekarang adalah mereka yang memang punya satu kesanaam: sama-sama suka KPop.


“Introvert itu nggak sama dengan pemalu.”

Itu yang gue baca di artikel sebuah media online beberapa waktu lalu. Semakin gue cermati, semakin gue berpendapat sama dengan tulisan itu. Semakin juga gue punya pandangan yang jelas tentang sifat alami gue yang memang introvert, tapi bukan pemalu.

Mana ada pemalu yang mau membungkus dirinya dengan konfeti dan joget-joget nggak jelas di lokasi konser demi untuk di-notice sama Lee Jin Ki.

Melanjutkan tulisan di artikel tadi, introvert adalah orang yang lebih menyukai kesendirian kadang-kadang, meski mereka ada di tengah keramaian. Dan gue kembali mengamini tulisan itu. Belakangan ini gue sering merasakan hal ini. Belakangan ini gue sering merasa ingin sendiri. Entah kenapa apapun yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar gue, walaupun itu lingkaran pertemanan gue sendiri, jadi nggak seru lagi. Gue merasa semangat gue untuk berinteraksi dan beramah-tamah dengan sekitar mendadak hilang. Dan ini adalah sebuah masalah besar.

Ke orang-orang yang sudah lama gue kenal (atau sudah lama kenal gue) pastilah gue akan banyak ngomong dan ngoceh tentang banyak hal. Di satu momen gue bisa jadi sangat menyebalkan karena kebanyakan ngomong. Sering banget gue menyinggung roommate gue karena gue terlalu banyak omong. Walaupun dia mungkin nggak teriak “ANJING LO, GUE TERSINGGUNG!” tapi gue bisa melihat itu dari mimik wajah dan perubahan sikapnya yang mendadak dingin kayak Arandelle waktu Elsa masih labil.

Karena keberisikan gue yang to the max inilah pernah suatu hari salah satu temen kantor, namanya Nabila, nanya ke gue. “Lo lagi sakit ya?” cuma karena gue hari itu nggak sebanyak omong biasanya. Nggak seberisik biasanya.

Nggak. Gue nggak sedang sakit. Gue sedang pengen sendiri dan diem.

Tapi nggak bisa mengeluarkan kalimat seperti itu. Gue hanya bisa faking smile dan “Nggak Bilaaaa gue lagi pusing nih. Biasalah anak muda. Labil.” Dan pembicaraan itu akan terputus saat itu juga dan semuanya akan memaklumi. Karena kadang dalam kondisi seperti ini, kejujuran itu bisa dinilai berbeda. Kalau gue bilang, “Tolong, gue lagi pengen sendiri.” Bisa-bisa ditanggepin “Yaudah sana ke toilet. Lebih private.” Kan nggak enak.
Gue dulu percaya banget sama cinta pada pandangan pertama. Seperti kebanyakan novel-novel romansa teenlit yang gue baca waktu SMP, cinta pada pandangan pertama ini selalu menjanjikan sesuatu yang indah dan magis buat yang mengalaminya. Pikiran melantur. Imajinasi melayang-layang nggak menentu.

Tapi itu dulu. Sekarang kalau ngomong soal cinta pada pandangan pertama gue jadi agak gimana gitu. Karena ternyata 90%-nya adalah nafsu dan 10%-nya mungkin beneran suka. Cinta pada pandangan pertama biasanya hanya melibatkan ketertarikan terhadap visual saja. Nggak sampai ke dalam-dalam—yah sebutlah hati. Pada pandangan pertama orang nggak akan langsung tahu isi hati orang yang ditaksir sebenarnya kan. Makanya 90%-nya bisa aja nafsu.

Ada cinta yang datang pelan-pelan. Yang tumbuh sedikit demi sedikit. Yang muncul mendadak setelah perkenalan setahun atau dua tahun dengan seseorang. Lewat obrolan-obrolan nggak menentu di Twitter yang berlanjut di curhatan semalam suntuk lewat KakaoTalk atau LINE. Cinta yang seperti ini biasanya udah nggak lagi mementingkan visual, tapi lebih ke kenyamanan.

Perasaan senang ketika lo sedang “bersama” orang ini. Perasaan menggebu-gebu setiap kali ada pesan masuk dari orang ini. Meledak-ledak yang luar biasa kalau tiba-tiba orang ini ngajakin nonton atau ketemuan. Yah syukur alhamdulillah kalau ternyata orang ini juga punya visual yang 90% bagus. Bonuslah. Apalagi kalau perasaannya mutual.

(tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan sambil meneteskan air mata)



Gue sedang berusaha untuk menyelesaikan laporan mingguan gue di kantor hari ini ketika gue iseng (sebenarnya dulu kegiatan ini gue jadwalkan setiap harinya) nge-search ‘kaoskakibau’ di Twitter. Dulu setiap kali gue mem-posting artikel baru (mostly tentang EXO atau review MV) gue selalu melakukan ini untuk nge-RT-in orang-orang yang nge-share artikel gue. Belakangan emang agak jarang karena konten gue yang tentang KPop sudah makin berkurang.

“Selamat datang di real life!” begitu kata gue pada diri gue setiap kali gue sadar tentang kenyataan bahwa spazzing sekarang bukanlah hal yang bisa gue lakukan setiap saat lagi, nggak seperti beberapa bulan yang lalu.

Lalu gue menemukan sebuah posting-an dari salah satu akun Twitter. Posting-an yang membawa gue tenggelam dalam ke pikiran-pikiran serius tentang kehidupan. Posting-an yang gue baca itu sebenarnya adalah “timehop” dari si pemilik akun yang ternyata 2013 lalu pernah nulis status di Facebook mengutip tulisan gue di blog.

“Pas bukain postingan lama di facebook, trus nemu ini, postingan thn 2013 ngutip dr kaoskakibau.” Tulis @nnMonti. Dia memotret posting-an Facebook-nya 2013 lalu dan mengunggahnya ke Twitter. Waktu gue baca isi posting-an itu, gue terdiam cukup lama. Emang gue pernah nulis kayak gitu?

Buru-buru gue menekan CTRL+T di browser dan mengetik ulang kalimat pertama di posting-an itu lalu menambahkan “, kaoskakibau” setelahnya. Kemudian gue menekan ENTER dan Google menempatkan kaoskakibau.com di urutan teratas pencarian. Lengkap dengan kutipan kalimat yang persis sama dengan yang ditulis @nnMonti.


Ketika lo nggak lagi bekerja di ranah yang menjadi hobi dan passion lo, semuanya akan jadi beda. Lo harus berani ngambil keputusan untuk mengorbankan pekerjaan lo untuk sesuatu yang lo sukai. Walaupun itu akhirnya akan “menyakiti” beberapa pihak, tapi… ah… Bahkan JK Rowling pernah dipecat dari pekerjaannya sebagai sekretaris karena terlalu sering ngelamun dan nulis Harry Potter di kantor.

Tentu saja gue nggak serta-merta meniru JK Rowling dan masa lalunya yang kelam sebelum Harry Potter. Gue hanya bandel aja. Sebagai pegawai selama empat tahun terakhir, gue termasuk yang jarang banget bandel masalah kerjaan. Bolos, izin untuk sebuah urusan yang trivial dan semacamnya itu nggak ada di kamus gue. Tapi kali ini gue harus melakukan itu rupanya.

Karena Park Bo Gum akan ke Jakarta.

Sebelum gue pindah ke kantor yang sekarang, gue sudah tahu bahwa mungkin per-Korea-an ini nggak akan selancar dulu. Pastinya akan ada batu-batu yang sangat besar yang menghalangi gue untuk meneruskan kesukaan gue ini. Dan salah satu batu terbesarnya itu adalah pekerjaan utama, tentu saja. Lo nggak bisa abai sama kewajiban. Tapi lo juga nggak bisa ikhlas kalau nggak melakukan apa yang lo sukai. Ini tuh semacem ribet dan membingungkan.

Tapi kalau lo sudah ikhlas dengan hal terburuk yang akan terjadi kayaknya lo akan lebih berani mengambil risiko. Dan gue sudah pasrah sama apapun.
“Oke mas, saya bisa ke Park Bo Gum.” kata gue ke Mas Welly, pemilik sekaligus koordinator liputan Creative Disc, tempat gue nulis sebagai kontributor sekarang.
“Yakin? Kamu bisa bolos?”
“Semoga nggak bolos. Semoga bisa dikondisikan.”

Ya. Semua pasti bisa dikondisikan, kan?




“Gue pengen deh ke Pelabuhan Sunda Kelapa.”

Dalam kurun waktu satu bulan gue pernah ngomong kalimat ini ke empat orang yang berbeda. Yang pertama gue lupa antara temen deket atau kenalan di pinggir jalan yang nggak sengaja ngobrol karena kita punya baju yang sama-sama berlogo EXO. Yang kedua temen kantor gue. Yang ketiga Dimas, mantan member cover dance grup yang pernah gue idolakan. Yang keempat salah satu orang asing yang kenal di media sosial.

Gue sama sekali nggak pernah ke tempat itu. Walaupun buat sebagian orang mungkin kayak “Ngapain sih?” “Males ah. Panas pasti.” Dan sebagainya, tapi kalau gue udah penasaran maka gue pasti akan mengusahakan supaya rasa penasaran gue itu bisa terobati. Sebelum gue ke sana langsung dan melihat sendiri seperti apa kondisi lokasinya, gue nggak akan percaya apa kata orang. Dan kalau ada yang nanya “Lo ngapain sih ke sana?” ya gue akan jawab “Ya mau lihat kapal. Emang mau ngapain lagi.” Dan kalau ada yang bilang “Panas ah!” ya gue akan jawab “Kalo pelabuhan di Jakarta adem berarti udah mau kiamat.”

Sudah hampir empat tahun gue tinggal di Jakarta dan ada banyak tempat yang belum pernah gue datengin. Pelabuhan Sunda Kelapa mendadak muncul di kepala gue karena gue pengen punya foto kapal besar di Instagram. Dan akhirnya gue pun jadi ke sana bareng sama Dimas, orang ketiga dalam paragraf pertama yang mendengarkan keinginan gue itu. Beruntung Dimas mau dan bawa motor juga kamera bagusnya.

Beberapa hari setelah itu mendadak temen satu meja gue, Sean, ngajakin jalan-jalan ke museum di Jakarta. “Wah seru juga sih. Gue nggak pernah soalnya.” Gue menanggapi dengan antusias. Kebetulan itu lagi pekan-pekan liburan Natal dan Tahun Baru. Walaupun sebenarnya gue nggak dapet libur sama sekali karena masih pegawai baru, tapi kondisi ketika bos besar gue sedang tidak ada di tempat ini membuat kehidupan gue jadi sedikit luang dan menyenangkan. Antusiasme gue itupun disambut dengan sigap oleh Sean. Dia langsung browsing-browsing museum yang bisa dikunjungi di Jakarta.

Mulai dari Museum Nasional sampai Museum Layang-layang masuk ke itinerary kita. Rencananya sih kita mau pergi pas malam tahun baru. Setelah enam atau tujuh lokasi museum sudah ditulis, tiba-tiba Sean random aja bilang pengen ke Sea World.

“Eh yaudah! Ke Sea World aja!” yang ini bener-bener nggak bisa ditolak. Walaupun gue sudah tahu kalau harga weekend itu akan mahal, tapi yang ini nggak bisa ditolak.


Ok. Ini sebenarnya gue cuma kangen sama kerjaan lama gue. Dan rasa kangen itu makin menjadi-jadi jelang akhir November ini. Alasannya, akhir November tahun lalu adalah momen ketika gue akhirnya bisa terbang ke Seoul untuk liputan dan semuanya dibiayai kantor dan sponsor. Mulai dari tiket pesawat, akomodasi untuk dua hari pertama dan uang saku semua dikasih.

Itulah kenapa sebenarnya gue berat meninggalkan kerjaan itu waktu pindah ke tempat baru. Karena, men, kalo gue nggak jadi wartawan mungkin gue nggak akan bisa melakukan semua itu dengan cuma-cuma. DAN INI KE KOREA! I MEAN, NEGARA IMPIAN ANAK KPOP ALAY KAYAK GUE!!!!

Dan sebagai blogger, setelah kerjaan kelar gue pasti akan tulis di sini pengalaman-pengalaman gue selama di sana. Mulai dari pertama datang, kerjaannya, sampai jalan-jalan random-nya. ‘Finally, Seoul!’ itulah yang gue pilih sebagai judul dari serial perjalanan pertama gue ke Korea Selatan ini. Dan sampai sekarang masih berlanjut karena gue belum sempat menyelesaikan semua posting-annya. Sekarang sudah episode 12 apa 13 ya? Gua lupa wkwkkw

Pengalaman pertama selalu mengesankan. Makanya gue selalu tulis apapun yang jadi pengalaman pertama gue di blog ini. Karena cerita setelah itu biasanya kan pengulangan dan nostalgia. Kecuali kalau misalnya gue kembali lagi ke sana dan kemudian gue ketemu sama Suho atau IU… beda lagi urusan.

Tapi pertanyaannya, kapan bisa balik lagi ke sana?!

Gue sedang sibuk nyuci beras untuk dimasak besok paginya waktu malam 31 Oktober kemaren. Kebetulan memang gue sudah sampai kosan dan beberapa hari terakhir gue ngerasa punya kewajiban lebih untuk semua urusan “rumah tangga” kayak nyuci perabotan masak dan makan sampai nyuci beras. Gue lagi ada dalam mode “gak mau ngerepotin temen sekamar”. PFT. Oke mungkin informasi ini nggak terlalu penting untuk lo baca tapi malam 31 Oktober itu gue bener-bener lupa kalau CBX mau rilis MV.

EXO mungkin satu-satunya grup yang bikin gue rela buang-buang kuota internet cuma buat streaming MV baru mereka. Tapi malam itu bener-bener pikiran gue isinya cuma nyuci perabotan, nyuci beras, kemudian tidur. Sesimpel itu. Padahal di kantor sorenya gue udah kayak niatin “Apa gue nunggu aja ya jam 10 baru balik?”

Karena biasanya waktu di kantor lama—yang jaraknya cuma 2 menit ke kosan—gue selalu melakukan ini. Gue akan nunggu sampai jam 10 di kantor dan kemudian spazzing sampai jam 12 malam lalu sholat isya dan balik ke kosan sekitar jam 1 pagi. Terus nanti kembali lagi ke kantor jam 9 untuk bikin berita kalo EXO rilis MV semalam.

Cuma karena sekarang jarak kantor dan kosan 40 menit, dan naik TransJakarta di malam hari itu  bukanlah ide yang menyenangkan (but they’re getting better now!) jadi yaudah. Gue pikir streaming di kosan aja. 100 MB cukuplah buat MV dan album. Sayangnya karena sibuk dengan urusan perkakas kehidupan dan beras, gue lupa banget.

Gue baru inget pas udah mau tidur. Dalam kondisi badan yang sudah letih, mau spazzing juga jadi males. Dan yaudah abis itu ketiduran. Baru paginya di kantor gue bener-bener nyimak MV-nya. Dan baru sadar kalau…

OMG. BAEKHYUN NGE-RAP?!?!?! AHAHAHAHAHA

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Hey, It's Me!



kpop blogger, kpop podcaster, social media enthusiast, himself


Author's Pick

Bucin Usia 30

Satu hal yang gue sadari belakangan ini seiring dengan pertambahan usia adalah kenyataan bahwa gue mulai merasakan perasaan-perasaan yang ng...

More from My Life Stories

  • ▼  2024 (5)
    • ▼  Maret (2)
      • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
      • I Know..., But I Dont Know!
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2022 (12)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2021 (16)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2020 (49)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (34)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (48)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2012 (98)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (19)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (101)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (25)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2010 (53)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (17)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (7)

Podcast ngedrakor!

Podcast KEKOREAAN

#ISTANEXO

My Readers Love These

  • 'Sexy, Free & Single' Music Video: Review Saya!
  • Are You Ready for Your SM Global Audition Jakarta?
  • EXO CHEN! Siapa Member Lainnya?
  • EXO MAMA MV: Review Saya! [PART 1]
  • Final Destination 5: REVIEW!
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.

Smellker

Instagram

#vlognyaron on YouTube

I Support IU!

Copyright © 2015 kaoskakibau.com - by ron. Designed by OddThemes