Nge-War Tiket Konser Nggak Pernah Semelelahkan Ini


Gue sedang dalam perjalanan menuju BSD naik motor waktu Dita nge-WhatsApp gue sebuah tubir di Twitter yang sedang rame. Gue nggak baca sampai akhirnya gue sampai di tempat makan, pesan es jeruk, nungguin ayam bakar dan sambal bawang gue datang, baru deh akhirnya gue ngumpat kenceng banget. Tapi dalam hati. Gue nggak nyangka ternyata ini fandom se-messed up itu kalau sudah urusan tiket konser.

Semua orang merasa insecure, jelas. Gue juga begitu kok. Nggak cuma soal tiket sebenarnya, kalau udah ngebahas soal insecurity bisa berjam-jam nggak ada abisnya. Saking takutnya nggak dapat tiket, banyak orang akhirnya memutuskan untuk menggunakan jasa penitipan. Beberapa ada yang jujur dengan menunggu pembukaan penjualan di ticket box resmi, ada juga yang memanfaatkan koneksi.

Oh nggak apa-apa. Bagaimanapun cara kalian mendapatkan tiket itu bukan urusan gue. You do you. Your way. Bebas. Hidup kan hidup kalian juga. 


Penginnya sih gue mikir kayak gitu. Tapi nggak bisa. Setelah baca link yang dikirim Dita itu gue akan menyesal. Harusnya gue nggak baca itu. Harusnya gue nggak tahu. Harusnya gue nggak usah lihat sekalian.
Karena gue baca gue kepikiran. Karena gue tahu gue jadi kesal. Karena gue lihat gue jadi ingin terus membahasnya.


Akhirnya gue jadi julid deh tuh sejak itu. Ramelah itu becandaan soal “orang dalam”.

“Ya, Indonesia mah pasti ada yang kayak gitu!” kata salah satu teman gue.

“Setiap konser tuh memang ada kali,” kata yang lain.

“Udah biasa itu mah...” kata yang lain lagi.

Hmm... Gue bukannya nggak pernah dapat tiket dari orang dalam. Tapi tiket yang gue dapat itu bukan untuk gue jual. Bukan juga untuk dijadikan ladang bisnis yang menguntungkan. Jumlahnya pun nggak sampai ratusan. Cuma lima tiket kok. Itu juga gue rasa complimentary karena gue sudah bantuin promosi. Itungannya masih dapat dari orang dalam cuma dalam konteks yang berbeda.

HALAH SOK SOK MELAKUKAN PEMBENARAN LO RON!

Melihat adanya fakta penjualan tiket sebelum waktunya ini apalagi dalam jumlah besar apalagi dilakukan oleh seseorang dari dalam fandom yang katanya cukup terkenal juga orangnya membuat gue kesal.

Hmm mungkin nggak kesal sih, lebih ke kecewa.

Kecewanya karena gue terlalu yakin kalau fandom ini baik-baik saja. Kecewanya lebih karena gue nggak punya kontrol apa-apa sih. Kecewanya karena gue harusnya nggak tahu semua itu. Sebaiknya gue nggak tahu daripada gue tahu tapi gue juga nggak bisa ngapa-ngapain.

“KKN udah mendarah daging di sini. Jadi mau gimana lagi?” kata salah seorang teman yang lain.

Tapi memang kalau boleh jujur, karena berita-berita simpang siur dan tubir-tubir di Twitter itu membuat semangat gue untuk ticket war jadi turun. Beneran. Gue jadi nggak semangat lagi. Di satu sisi beberapa teman bertumpu sama gue. Berharap gue akan bisa dapat tiket untuk mereka.

“Kamu kan biasanya kalo kayak gini selalu beruntung kak!” kata salah satu teman yang mau nitip sama gue. Gue nggak tahu apakah gue harus bahagia atau makin deg-degan mendengar statement itu karena itu artinya dia berharap kan.

Mana lagi ada satu teman gue dari Filipina yang juga bakalan ikut nonton di Jakarta dan nitip sama gue.

“Gue akan coba juga kok dari sini, tapi pasti lo akan lebih mudah dapatnya. I know you can do it!” kata dia.


Dari semangat gue yang sudah menggebu-gebu sejak seat plan dan harga tiket dirilis, bahkan gue bodo amat sama harga tiket yang mahal itu, sampai akhirnya semangat gue jatoh cuma karena rumor orang dalam, gue datang ke kantor di hari ticketing dengan perasaan yang kosong. Beneran kayak nggak bakalan ada apa-apa hari ini. Beneran kayak hari ini tuh dunia akan berjalan biasa-biasa saja. Nggak akan ada sesuatu yang istimewa.

Untung banget hari itu, 1 Oktober 2019, semua pegawai kantor dipulangkan lebih cepat karena masih ada unjuk rasa dan demo. Kami bisa pulang jam 3 sore.

Mungkin memang ini dukungan semesta buat gue. Gue jadi bisa fokus ke ticketing yang akan dimulai jam setengah 5 sore.

Gue sudah mempersiapkan semuanya. Akun yang gue butuhkan, membuka tab yang diperlukan, mencatat kebutuhan pesanan maunya apa aja, mencatat nomor KTP gue dan siapa aja yang akan pesan, boker dulu, minum kopi dan air putih yang cukup, dan memastikan kalau semua akun gue bisa diakses dengan baik.

Tapi ya namanya juga hidup ya. Sebaik-baiknya kamu mempersiapkan diri pasti akan ada saja kejutan yang tak disangka dan tak dinyana yang menyerang dan membuatmu terpuruk sejadi-jadinya.

Sebenarnya bukan kejutan sih ini mah, apa ya nyebutnya, fakta yang sudah semua orang tahu: server ticketing "kita" jelek banget asli.

Gue sama sekali nggak ada perasaan yang terlalu gimana-gimana pada awalnya tapi pas gue nggak bisa buka halaman ticketing dari dua ponsel dan juga laptop kantor, gue mulai panik. Gue mulai teriak-teriak berisik dan mengganggu. Gue mulai misuh-misuh. Gue mulai gila. Untungnya orang kantor udah pada balik dan hanya beberapa aja yang masih nungguin macet. Gue yakin mereka juga mengumpat gue dalam hati sama seperti gue mengumpat situs ticketing yang sama sekali nggak siap buat menerima load akses dari fans, calo, dan orang-orang jahat lainnya yang hanya berniat mengambil keuntungan dari keriuhan dan popularitas EXO ini.

“BANTUIN GUE!” kata gue ke Dita yang sebenarnya sudah siap-siap buat pulang. “GUE MAU PAMRIH! KEMAREN GUE ANTERIN LO KE KALIMALANG NAIK MOTOR DARI BSD SEKARANG BANTUIN GUE WAR TIKET!”

Dia bantuin. Tapi sebentar doang. Abis itu dia pulang. Sebelumnya dia sempat ngerekam gue dulu sedang panik sambil mencet-mencet layar hape buat refresh yang tiada berujung. Dengan kondisi rambut yang sudah memprihatinkan dan mulut gue yang sudah ingin mengumpat tapi gue jejelin dengan ayat-ayat suci lagu Red Velvet.


Temen gue yang lain nyamperin dan gue juga teriak yang sama.

“BANTUIN GUE!” kata gue ke Agus yang juga sedang siap-siap mau pulang. “GUE MENUNTUT BALAS BUDI LO YANG KEMAREN SUDAH GUE BANTUIN WAR TIKET U2 DI SINGAPURA! MALAM-MALAM GUE DI MEKDI JAM 2 PAGI BUAT BELI TIKET LO! SEKARANG BANTUIN GUE!”

Dia bantuin pakai hapenya. Tapi boro-boro berhasil, yang ada keranjang belanja dia isinya berapa ratus tiket karena di tap berkali-kali dan ujung-ujungnya total berapa ratus juta. TEKUCING NIH TICKETING SYSTEM APA APAAN. Karena dia buru-buru buat pulang, nggak ada waktu lebih untuk nungguin dan berusaha lagi. Akhirnya semua orang meninggalkan ruangan dan hanya gue sendiri di sana. Berkutat dengan insecurity gue. Bagaimana kalau gue nggak dapat tiket?

Gue sempat mau menyerah. Udahlah bodo amat. Dapet kek, nggak dapet kek, siapa peduli?

Gue sempat bilang gitu. Tapi tangan gue tetap mengklik refresh. Jari gue tetap men-tap refresh. Gue tetap ingin berusaha.

Mau nangis rasanya. Gue memang cengeng. Orang nonton Westlife aja gue nangis. Dengerin lagu ‘Lights Out’-nya EXO aja gue mewek. Nah ini... dalam kondisi gue sedang sendiri, ketika dua orang teman gue yang gue harap bisa memberikan dukungan moral ke gue (WAKAKAKAKAKAKKAKAKAA) tapi malah pulang dan meninggalkan gue di kantor berhantu itu. Sesek banget rasanya dada.

Tadinya gue nggak mau sama sekali nyentuh Twitter. Buka WhatsApp aja gue ogah. Gue nggak mau ada distraksi apapun yang datang dari manapun. Tapi gue jengah. Gue benci banget sama server biadab yang kenapa sih nggak dibagusin dulu atau dipersiapkan lebih matang untuk menghadapi situasi yang seperti ini, itu.

“Apa yang mau dibanggakan dari server yang down!” kata gue sebelum salah satu teman gue yang lain pulang.

“Ya tapi itu membuktikan antusiasme yang tinggi dan mereka diakses banyak orang,” katanya.

“Tapi apa gunanya kalau diakses tapi nggak menghasilkan apa-apa? Apa yang bisa dibanggakan?” gue bener-bener emosi deh. Hari itu rasanya emosi yang gue simpan dari Sabtu, dari hari ketika gue baca tubir di Twitter itu, meluap semua.

Biasanya gue kalau sedang dalam situasi tertekan kayak gini bakalan sering banget jambak-jambak rambut. Makanya bentuk rambut gue udah nggak beres sama sekali.

Gue mencoba untuk ticket war dari awal dibuka sampai satu jam berikutnya. Gue mencari-cari celah bagaimana caranya supaya gue bisa dapat tiket. Menertawakan sambil mengumpat situs ticketing yang lemot itu. Yang setiap kali gue klik ‘Masukan ke Bag’ atau ‘Beli Sekarang’ langsung memunculkan notifikasi error. Waktu melakukan hal yang sama di aplikasi juga yang muncul kata-kata mutiara yang menyebalkan dan pengin gue teriakin “HALAH BACOT LO BANGSAT! BENERIN SERVER LO DULU GAUSAH KASIH GUE KATA-KATA PENYEMANGAT LAH!” Kesel banget gue. Rasanya mendidih sampai ke ujung rambut. Belum lagi Bag yang mendadak kosong padahal sebenarnya sudah terisi. Belum lagi jumlah yang sudah terisi bisa mencapai lebih dari ratusan tiket yang menghasilkan total belanja miliaran.

G3BL3K.


Gue berusaha tenang tapi gue nggak bisa tenang. Kayaknya gue nggak akan bisa tenang sampai gue dapat tiket yang gue mau. Sampai gue dapat semua tiket yang dititipin ke gue. Gue kayaknya nggak akan bisa tenang sampai...

“Checkout. HAH AKHIRNYA BISA CHECKOUT!”

Gak mau terlalu berharap tapi gue klik aja tombol oranye yang sudah terlihat menjijikkan itu. Muak rasanya. Gue tadi pesan empat tiket di section yang sama semua, since peraturan satu akun hanya bisa empat tiket di section yang sama. Apa-apaan. Dalam urusan nitip menitip kayak gini kan ribet aja gitu. Ya tapi akhirnya tombol oranye itu membawa gue ke bagian metode pembayaran. Semoga gue nggak bermimpi. SEMOGA INI BUKAN HALUSINASI. Karena gue baru sadar gue laper banget dan makan siang sudah lewat dan sudah lama sekali rasanya.

Hati gue agak lebih lega setelah nomor virtual account muncul di layar. INIKAH AKHIR DARI MISUH-MISUH GUE INI?!

Ternyata tidak.

Ternyata memang semesta tidak selalu memberikan dukungan penuhnya. Gue masih butuh satu tiket lagi dan memburu satu tiket ini rasanya seperti mengulang semua proses yang gue tuliskan di atas tapi dalam versi yang jauh lebih berat. Stres. Kalau gini ceritanya rambut gue bisa rontok semua.

“Bener-bener deh ini situs ticketing nggak bersahabat banget!”

Bukannya mau membandingkan atau gimana, tapi beli tiket di situs punya Singapura yang SportsHubTix itu jauh lebih nyaman dan menyenangkan. Secara server mungkin memang mereka lebih bagus, tapi sistemnya pun menurut gue sangat nyaman buat para ticket warrior.

Ketika jam penjualan dimulai dan lo mau masuk ke halaman konser yang mau lo beli, lo nggak akan bisa mengaksesnya secara langsung tapi lo dikasi nomor antrean dulu. Lo akan disuruh menunggu sekitar 20 menit atau 30 menit tergantung traffic yang masuk ke situs mereka hari itu. Dan setelah lo berhasil masuk, lo diberi waktu selama beberapa menit untuk menyelesaikan transaksi. Itupun cepet banget karena lo udah tahu mau beli yang mana jadi lo tinggal klik beberapa kali aja lalu proses pembayaran. Kelar.

Gak ada tuh namanya:










Beneran deh, gue nggak mau membanding-bandingkan. Tapi memang gue sudah merasakan kenikmatan yang satu dan kelaknatan yang lain. Jadi gue nggak bisa memaksa otak gue untuk tidak membanding-bandingkan satu sama lain. Yah, gue hanya melakukan tugas gue sebagai netizen. Jadilah itu gue misuh-misuh sepanjang sore dan spamming banget di Twitter. Lol. Just like the old times.

Jujur aja sih setelah Westlife ini adalah pengalaman ticketing gue yang paling melelahkan. Dan karena Westlife juga gue tahu kalau sistem dan server ticketing dua situs ini nggak bisa diharapkan untuk grup besar seperti EXO dan Westlife. Gue mending disuruh antre seharian deh buat beli tiket offline tapi dapet apa yang gue mau dan effort-nya sekalian capek fisik gitu lho daripada duduk di belakang laptop, misuh-misuh, sakit jiwa, mental tertekan, tapi belum juga tentu dapet tiket. Kadang, cara-cara lama memang lebih enak. Walaupun ya nggak selalu enak sih.

Gue juga iri sama orang-orang iseng yang nggak niat beli tapi lalu dapat. Iri sama orang-orang beruntung yang baru sekali masuk, klik ini itu, langsung dapat. Kenapa gue nggak bisa seperti mereka? Bahkan ketika gue melakukan mind control pun, menempatkan diri gue dalam posisi orang iseng seperti mereka, berusaha untuk tidak terlihat niat-niat banget, tetep aja gue nggak dapet apa yang gue mau.

Gue juga iri sama orang yang bisa dapat tiket lalu dijual lagi dengan harga tinggi atau mengambil keuntungan sedikit dari usaha mereka. Kenapa ya gue nggak bisa kayak gitu? Setiap kali gue mau jual tiket yang sudah gue beli, pasti gue akan bertarung dengan diri gue sendiri untuk menentukan berapa uang untung yang harus gue ambil. Yang pada akhirnya nggak juga gue ambil untung. Itu terjadi pas Westlife.

Soalnya yang beli temen lumayan deket dan dulu pernah ditebengin pulang dari MEIS ke Warung Buncit pas konser SNSD. Sekali, tapi kalau nggak ada dia mungkin gue akan terlantar malam itu. Jadi gue nggak enak kalau mau nyari untung. Ya gue emang nggak bakat jualan sih. Makanya gue nggak punya-punya bisnis nih sekarang. Gak ada mental.

Tapi gue seneng karena ada beberapa orang yang merasa terhibur dari tweet-tweet misuh-misuh gue sepanjang sore di hari ticketing. Setidaknya gue bisa berbagi sedikit emosi yang mengundang tawa. Walaupun gue rasa gue akan kena serang sih itu kalau ada yang menanggapi dengan serius. Tapi ya Wallahualam aja deh. Mari berserah diri.

Dan gue butuh tiket O. Kalau ada yang punya rekomendasi (yang benar-benar temen deket banget banget banget) gue mau. Gue anaknya takutan dan punya trust issue jadi gue gak berani kalo randomly beli di olshop. Jadi mending mutual aja.

#UDAH_BUTUH_BANYAK_PERATURAN_PULAK_SIBANGSAT

Gue juga mau shoutout buat mas Fajar yang sudah semena-mena gue roleplay-in hari ini. Semoga rezekinya lancar terus mas.



Beli tiket konser ExplOration in Jakarta ini bener-bener menguras energi dan pikiran. Bahkan kalau gue bilang, beli tiket ini jauh lebih sulit dari pada lulus dari UI. Gue lulus aja nggak pake skripsi, lha ini masuk ke situs aja harus nyebut kata-kata kotor dulu baru dapat.

Astagfirullahaladzim.

Kayaknya Kpop mulai menjauhkan gue dari Allah SWT.

Gue harus hijrah.

*BRB DENGERIN CERAMAH USTAD DI SPOTIFY*


Share:

0 komentar