Busy


Kalau dipikir-pikir ternyata memang gue hanya butuh untuk menjadi sibuk agar lupa dengan hal-hal yang seharusnya nggak gue khawatirkan saat ini. Kenapa ya gue nggak pernah sadar tentang hal ini sebelumnya? Atau sebenarnya sih gue udah tahu tapi karena kekhawatirannya terlalu berlebihan dan kadang diada-adain jadinya malah kalah, gitu ya? Bisa jadi sih.

Gue sedang duduk di belakang meja kecil yang gue beli dari warnet yang sudah mau tutup di dekat kosan gue pas di Depok dulu dan baru selesai ngerjain artikel buat naik di portal kantor besok ketika gue memikirkan ini. Beberapa hari terakhir harus work from home membuat ritme kerja gue agak berubah. Termasuk juga keseharian mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Dan kemudian tiba-tiba saja gue kepikiran tentang hari-hari di mana gue selalu memikirkan hal-hal yang tidak pasti soal hidup. Kecemasan-kecemasan yang mendadak datang padahal sebenarnya nggak penting-penting amat buat dicemaskan.

Di titik ini kalau lo termasuk orang yang membaca tulisan-tulisan gue di blog ini atau mendengarkan podcast gue di ronzikologi mungkin sudah tahu kalau gue adalah orang yang cenderung over-thinking dan over-analyzing sesuatu. Kebiasaan yang sama sekali nggak sehat. Di salah satu tulisan gue bahkan gue pernah bilang kalau gue selalu merasa bahwa ada sesuatu yang nggak beres dengan hidup gue. Dan itu bisa bertahan berhari-hari. Sampai ada salah seorang teman di Twitter yang menyarankan gue untuk ke psikolog karena dia curiga gue ada kecenderungan depresi.

Gue berencana buat periksa. Tapi mungkin nggak sekarang. 

(Anyway dengerin podcast gue dong! LOL)

Menyendiri dan menghabiskan waktu sendiri selalu ada di dalam agenda gue. Tapi terlalu lama menyendiri dan menghabiskan waktu sendiri ternyata bikin gue kadang-kadang dipenuhi dengan pikiran-pikiran soal masa depan yang tidak pasti dan masa lalu yang sudah lewat. Lelah rasanya kalau harus menyesali apa yang sudah terjadi dan mengutuk diri sendiri atas kesalahan-kesalahan di masa lalu. Apalagi terlalu memikirkan hari esok yang nggak ada yang benar-benar tahu apa yang akan terjadi. Bisa jadi besok gue mati, siapa yang tahu?

Bertahun-tahun gue merasa masih belum bisa cuek dengan dua hal tersebut: kesalahan masa lalu dan ketidakpastian masa depan. Sebagai manusia kita tentu mau semuanya berjalan sesuai keinginan dan rencana kita, kan? Itu pun sebenarnya kalau kita punya rencana. Kadang gue takut sesuatu nggak berjalan sesuai dengan rencana gue. Tapi toh itu sering terjadi dan pada akhirnya gue baik-baik saja. Kesalahan-kesalahan di masa lalu sering muncul ke permukaan lagi dan membuat gue merasa menyesal dan kemudian menyalahkan diri sendiri. Harusnya dulu begini, dulu begitu. Harusnya jangan begini, jangan begitu. Ujung-ujungnya capek sendiri karena toh itu sudah terjadi dan kayaknya orang-orang nggak ada yang inget juga. Gue doang yang mikirin.

(Di saat gue sudah yakin dengan konsep itu biasanya akan muncul suara-suara di kepala yang sinis: ya mungkin orang juga sebenarnya masih inget dan masih kesel tapi nggak mau dibahas aja).

(SHIT. MAU SAMPAI KAPAN INI TERUS BEGINI?!)

Selama beberapa jam sebelum gue menulis artikel ini, gue menyibukkan diri dengan banyak hal. Gue sibuk di dapur buat ungkep ayam untuk persediaan makan selama beberap ahari ke depan, gue nelepon nyokap memastikan supaya dia nggak ikut pengajian di masjid dulu di tengah wabah corona yang lagi heboh banget ini sambil nanya-nanya bagaimana cara buat perkedel kentang karena gue coba bikin dan hasilnya ambyar, lalu mengerjakan artikel-artikel buat kerjaan sampai akhirnya nonton ‘Hospital Playlist’. Gue cukup sibuk sampai tangan gue ngetik paragraf pertama di artikel ini dan kesibukan itu cukup untuk membuat gue lupa bahwa ada masa depan yang masih belum pasti dan masa lalu yang sudah lewat.

Satu atau dua bulan yang lalu gue pernah bilang ke Maul, salah satu teman dekat gue sekarang yang sebenarnya jarang ketemu tatap muka karena kita tinggal di kota yang berbeda, bahwa sekarang gue punya prinsip “hidup untuk hari ini”.

Maksudnya, gue ingin otak gue hanya digunakan untuk memikirkan hal-hal yang esensial untuk hidup hari ini. Otak gue hanya fokus untuk memikirkan pekerjaan hari ini, apa yang harus diselesaikan hari ini, mau makan pagi apa dan nanti aja mikirin makan siang kalau sudah waktunya makan siang, dan semua energi untuk memikirkan kesalahan-kesalahan masa lalu dan ketidakpastian masa depan ingin gue fokuskan untuk hidup gue hari ini.

Hidup gue setelah masuk rumah sakit, dirawat karena TB, operasi tulang, dan keluar dengan utang dalam jumlah yang nggak sedikit, membuat gue lelah untuk memikirkan bagaimana gue harus hidup besok. Besok pun bahkan belum datang dan belum tentu datang.

“Jadi yaudah deh, mending mikirin hari ini aja dulu. Besok, yaudah besok aja dipikirin,” kata gue.

Dengan menyibukkan diri memikirkan apa yang harus dipikirkan hari ini setidaknya bisa bikin gue nggak lagi lelah memikirkan kenapa gue melakukan A, B, C, dan D di masa lalu yang berujung penyesalan tanpa arti. Dengan menyibukkan diri memikirkan apa yang harus dikerjakan hari ini akan bikin gue nggak tenggelam dalam ketidakpastian soal masa depan.

Kita kadang sibuk memikirkan masa depan yang tidak pasti atau masa lalu yang sudah lewat tanpa peduli bahwa sebenarnya yang paling penting adalah menjalani hari ini sebaik-baiknya.

Gue nggak tahu apa yang akan terjadi pada gue setahun ke depan atau bagaimana hidup gue lima tahun ke depan dan itu nggak apa-apa. Gue toh bukan cenayang. Biarlah itu jadi kejutan dan akan jadi pikiran setelah nanti waktunya mereka datang. Kalau semua hal yang sudah berlalu dan yang belum tiba harus dipikirkan sekarang, bisa meledak kepala gue.

Ada banyak suara-suara yang susah untuk gue hentikan, yang selalu terdengar bahkan ketika gue mencoba untuk tidak memikirkan apapun. Kadang mereka juga yang selalu bikin gue ingat soal apa yang sudah terjadi dan cemas akan apa yang belum terjadi. Tapi belakangan ini suara-suara itu berubah jadi episode-episode mimpi baru yang entah kenapa jadi menarik. Sayangnya, bukan berarti gue mau menjadikan ini bahan pikiran ya tapi beneran sayang banget deh, gue seringkali lupa dengan detail setiap mimpi itu. Gue inget garis besarnya, tapi gue lupa detailnya. Padahal detail mimpi itu yang mungkin bisa jadi sesuatu yang menarik untuk gue tulis.

KWKWKWKWKWKWKWWK

Belakangan ini gue selalu mimpi menciptakan lagu. Gue bikin melodi sendiri dan seringkali sudah jadi satu lagi. Bahkan gue pernah terbangun ketika sedang menyanyikan melodi lagu yang gue bikin sendiri. Setiap kali gue bangun gue berusaha untuk mengingat melodinya dan menyanyikannya untuk gue rekam. Tapi setiap kali gue mencoba, gue selalu lupa.

Yah, mungkin mengingat-ingat apa isi mimpi gue tadi juga bisa jadi salah satu cara untuk menyibukkan diri sendiri supaya nggak terlalu tertekan dengan hidup.

Kalau nanti gue ingat, mungkin lagu itu bisa dirilis.

Mungkin mimpi gue buat jadi penulis lagu bisa jadi kenyataan.

Siapa yang tahu?


Cover photos by Pixabay

Share:

0 komentar