...tentang 2017

Happy new year! 



Boleh nggak sih kalau gue bilang waktu berganti so damn fast like crazy karena mendadak 2017 udah lewat gini aja? Kemudian 2018 datang dengan semua tantangan dan kemungkinan-kemungkinan yang pasti nggak akan pernah kita sangka-sangka. Bagaimana kabar kalian? Masih bahagia? Atau masih memikirkan dia yang sudah lama pergi tapi masih melekat di pikiran dan hati?

Ah. Lemah! Sama saja kalian kayak gue!


Jadi apakah perayaan tahun baru kalian seru? Atau malah biasa aja?

Gue sebenarnya bukan orang yang selalu punya perayaan pergantian tahun. Tradisi menyambut pergantian tahun nggak pernah ada di keluarga gue. Mau itu tahu baru masehi ataupun tahun baru Islam. Semuanya yaudah biasa aja. Paling dulu pas SMP gue inget pernah merayakan pergantian tahun baru Islam dengan acara pengajian sekabupaten di perempatan jalan depan pendopo Walikota. Jalan dari sekolah ke lokasi dan duduk sender-senderan bertiga sama Aank sama Ipunk baca surat Yasin. Selebihnya nggak ada yang istimewa. Hanya nontonin orang bakar kembang api di Taman Kota dan pulang dini hari dalam kondisi badan yang sudah remuk dan mata mengantuk. Ketika kuliah malah lebih parah lagi. Gue hanya diem di kosan aja sambil nontonin drama Korea atau cuma nge-tweet sepanjang malam. Mungkin perayaan yang paling berkesan adalah waktu diajakin sama Teh Yani aka Mami Luhan ke vilanya di Bogor beberapa tahun yang lalu. Dan di dalam bus menuju Itaewon di Seoul kemaren.

Pergantian tahun 2017 ke 2018 kemarin gue lewatkan di dalam bus. Persis di jam 11:59 PM di 31 Desember 2017 menuju ke 00:00 AM di 1 Januari 2018, gue merekam momen pergantian tahun itu dari dalam bus yang hangatnya bikin nyaman di Seoul. Udara di luar dingin minta ampun. Malam itu kalau gue nggak salah inget suhunya tiga derajat celcius. Enggan rasanya keluar dari dalam bus itu walaupun sudah masuk ke area Itaewon dan sudah dekat halte tempat seharusnya kita turun. Terselip sedikit harapan akan ada kemeriahan di Itaewon malam itu. Setidaknya letusan-letusan kembang api yang seru gitu. Tapi ketika bus sudah berhasil melewati macetnya jalanan kawasan multikultural di Seoul itu, kita nggak menemukan apa-apa. Nggak ada gemerlap tahun baru di langin. Nggak ada kembang api. Nggak ada suara petasan. Nggak ada apa-apa.

WTF?!

Berbeda dengan kita di Indonesia yang selalu hangat (dan kadang-kadang panas na’udzubillah terutama di Margonda, Depok) sepanjang tahun, Seoul di bulan Desember dinginnya luar biasa. Mungkin itu alasan sederhana kenapa orang-orang nggak mau repot-repot keluar dan bakar kembang api di udara dingin. Mereka lebih memilih untuk antre masuk ke bar dan menikmati kehangatan di ruangan berpenerangan remang-remang, mendengarkan musik dengan volume yang bikin budeg, dan minum bir supaya badan makin nyaman. Yah... anak muda di sana memang mungkin sudah bodo amat sama kembang api. “Yang penting gue sama pacar gue bisa berduaan di kelab!”

Life is good. Indeed.

Kalau punya pacar.



Gue, Rizka, Ais dan Ambar sebenarnya berniat untuk merayakan pergantian tahun baru dengan meriah di salah satu tempat berkembang api. Sebenarnya malam pergantian tahun itu ada kembang api luar biasa di gedung Lotte yang paling tinggi di Seoul. Tapi malam itu mungkin karena terlalu dingin (dan sedikit harapan bisa nonton MBC Gayo Daejun di Ilsan) pikiran kita nggak ada yang beres. Kami menghabiskan sore yang dingin di Goyang City, Ilsan. Menggerutu tertahan mencari ATM yang secara aneh susah sekali ditemukan di kota ini tapi tetap harus dicar karena kami sudah nggak ada uang cash lagi. Enggak jauh berbeda dengan Seoul, anak-anak muda di Goyang juga kelihatan mesra sekali dengan pacar-pacar mereka. Adegan-adegan yang sudah jadi makanan sehari-hari sejak Day 1 di Korea Selatan. Sebal juga kadang-kadang. Karena kami berempat jomblo dan nggak mungkin bisa beradegan seperti itu sepanjang perjalanan liburan ini. Bikin makan hati.



Sepanjang jalan menuju ATM yang kita lewati malam itu cukup sepi. Sepertinya orang-orang sudah berkumpul di satu titik untuk menghabiskan malam tahun baru. Toko-toko sudah tutup padahal baru jam tujuh atau jam tujuh tiga puluh malam. Kalau enggak kepikiran buat nyoba masuk MBC Gayo Daejun sebenarnya gue lebih memilih duduk-duduk aja di tempat yang hangat.

Sesampainya di lokasi MBC Gayo Daejun, dinginnya malam makin menyebalkan. Karena kami juga nggak ada yang punya tiket dan berusaha untuk nyari di calo, waktu yang kami habiskan di luar jadi lebih lama. Calo di mana-mana pasti nyari untung. Waktu denger harga tiketnya (yang seharusnya kalau buat Korean Citizen itu gratis) gue udah mundur ajalah. Nggak usah berharap masuk. Gue sudah cukup puas tahu di mana lokasi acara yang paling ramai akhir tahun ini. Cukup puas ngeliatin antrean fans BTS dan Wanna One yang mengular sampai ke seberang jalan.

Di seberang sebenarnya ada light festival yang seharusnya bisa kami nikmati. Sempat lihat juga member BTS update foto dari lokasi itu. Tapi malam itu dinginnya bener-bener bikin pengen ngumpat. Memang cuma minus tiga, tapi menusuknya luar biasa banget. Aneh juga karena sebelumnya kami sudah menjajal minus tujuh bahkan sebelas dan kami baik-baik saja lho. Kenapa minus tiga malam itu kesannya kayak udah luar biasa banget?!



Memang mungkin badan kami nggak diciptakan untuk negara empat musim. Kami butuh beradaptasi lebih lama lagi untuk bisa terbiasa dengan angin dan dinginnya udara membeku. Padahal sudah berhari-hari kami di sana dan itu sudah hari-hari terakhir. Dan malam itu gue harus mengakui kalau gue sangat merindukan panasnya Jakarta.

“Sebelum balik, kita ngopi dulu aja di kafe deket sini. Lumayan buat menghangatkan diri dulu ini udah nggak sanggup lagi,” gue mencoba memberi ide dan semua mengiyakan. Di dekat lokasi itu ada sebuah kafe bernama Audrey Hepburn. Ya, kafe dengan nama aktris terkenal pada zamannya itu. Sempat memesan kopi dan dessert untuk dimakan bersama-sama.


Sempat juga video call sama Dimas yang ada di Medan. Sekitar jam 10 malam kami cabut dari kafe itu dan naik subway menuju Sinchon. Niatnya untuk nyari tempat rame tapi berujung makan di Lotteria. Karena masih ada pesanan kalender Wanna One yang harus didapatkan sebelum tahun 2017 berakhir. Setelah kenyang barulah kami memutuskan untuk kembali ke Itaewon saja (karena hostel kami di Itaewon). Dan dalam perjalanan dari Sinchon ke Itaewon itulah kami melewatkan malam tahun baru. Dalam bus dan dalam kesunyian.

Untungnya Itaewon makin malam makin hidup. Dengan aroma alkohol yang menguar di udara dingin bercampur aroma muntahan anak-anak muda yang tidak sadarkan diri dan sudah mabuk, kami berjalan memecah dingin. Mengucapkan selamat tahun baru pada diri sendiri dan pada langit tanpa bintang di Seoul.

Ah... andai kamu ada di sini...

Lha jadi drama.

Kami berempat bingung mau ke mana akhirnya memutuskan untuk duduk di coffee shop lagi. Ada Hollys Coffee yang gede banget di Itaewon dan nggak terlalu ramai malam itu. Lumayan buat kembali menghangatkan diri sebelum balik ke hostel untuk tidur dan istirahat sebelum besok jalan-jalan lagi. Sejak beberapa hari terakhir gue sempat mikir kalau next time gue ke Seoul lagi, gue akan datengin semua coffee shop yang ada di sana karena tempatnya lucu-lucu. Kami dapat duduk di lantai dua, di sebuah di tengah-tengah ruangan. Di sebelah kami ada dua bule yang sedang mengobrol. Yang satu Afro-American yang satu kayaknya orang Eropa. Sementara di depan dan belakang kami ada dua meja yang masing-masing diisi oleh satu orang Korea yang sendirian dan yang satu lagi couple.

Aku terlihat gendut di foto ini apakah karena membengkak oleh udara dingin.

Gue nggak tahu apakah gue harus kesal atau bangga dengan hal ini tapi gue adalah orang yang kadang nggak bisa ditebak. Bahkan gue sendiri nggak bisa menebak kapan otak dan hati gue berseteru tentang banyak hal. Perseteruan yang bikin gue kadang jadi mendadak bengong terus berkontemplasi. I MEAN COME ON! WE’RE AT A COFFEE SHOP IN SEOUL AND THIS IS NEW YEAR’S EVE! KENAPA SIH HARUS MUNCUL MOMEN KONTEMPLASI DI SAAT SEPERTI INI?!

Tapi hati gue menang dan otak gue harus mengalah. Gue dipaksa berkontemplasi dan mengingat-ingat kejadian di 2017. Yang pahit. Yang manis. Yang seru. Yang menyebalkan. Yang ada kamunya...

(tarik nafas, hembuskan)

Gue yakin masing-masing dari kalian pasti memaknai tahun 2017 secara berbeda. Buat gue pribadi, 2017 itu adalah tahun pendewasaan. Banget. Dewasa di sini dalam berbagai macam hal. Nggak cuma secara... yah... anu, tapi juga secara emosi. Dewasa dalam menangani perasaan dan menyikapi segala kejutan yang diberikan hidup. Terbuka untuk segala kemungkinan yang akan datang dan mencoba untuk menyikapinya dengan lebih bijaksana. 2017 buat gue adalah tahun gue akhirnya bisa lebih terbuka dan jujur soal perasaan. Tegas tentang apa yang gue suka. Tegas juga soal apa yang gue nggak suka. Gue sadar selama ini gue memang terlalu sulit untuk mengambil keputusan. Kadang dibutakan oleh kenyamanan dan hal-hal yang gue pikir nggak akan bikin gue bahagia kalau gue lepas. Terkekang sesuatu yang sebenarnya nggak membuat gue berkembang dan perasaan-perasaan “aduh nggak enak gue sama dia” yang nggak menyehatkan sama sekali. 2017 seperti pintu yang baru saja terbuka untuk banyak hal-hal baru.

2017 gue sebenarnya dibuka dengan kekhawatiran tentang nasib gue di kantor yang lama. Apakah gue harus stay? Apakah gue harus berhenti? Ada banyak banget hal yang mengganggu pikiran gue saat itu. Nggak melulu soal dia yang nggak peka, tapi soal pekerjaan juga. Dan menyangkut hal itu, gue mungkin nggak bisa memberitahu secara detail apa yang gue rasakan. But I keep telling myself that I will learn something new on this field everyday. Karena semenyebalkan apapun pekerjaannya, pasti akan ada pelajaran yang bisa diambil dari sana. Di situlah gue kembali dihadapkan dengan dilema antara realita dan zona nyaman. Realitanya gue butuh penghasilan bulanan yang setidaknya bisa membuat gue stabil secara finansial. Tapi di saat yang sama gue nggak menemukan kenyamanan dalam melakukan apa yang gue kerjakan. Sementara untuk kembali ke zona nyaman yang lalu mungkin nggak akan bisa. Lalu apakah gue harus mencari zona nyaman yang baru? Jawaban dari pertanyaan itu nggak datang secepat yang gue inginkan. Jadi gue mencoba untuk bertahan. Berusaha melakukan semuanya sebaik mungkin. Karena, hey, bisa jadi ini sebenarnya akan jadi zona nyaman itu tapi masih belum sampai sana aja.


Sayangnya hari demi hari berlalu. Ada yang mengganjal di setiap langkah kaki gue. Ada sesuatu yang nggak beres dengan otak dan hati gue setiap kali gue bangun. Ambang batas gue dalam menangani hidup rasanya semakin hari semakin rendah. Meskipun gue mencoba untuk bertahan dan melakukan semuanya sebaik mungkin, rasanya tetap aja ada yang salah. Sampai akhirnya gue mengambil keputusan buat berhenti dan bilang ke diri sendiri “Ron, if you’re not 100% sure about this, if you’re heart is not 100% at it, let’s stop here and find another job. Find your happiness and be yourself. Don’t follow people but follow your heart. I know you need money, but you also need a life. Happiness. And I think this is not where you can find it.” Ya. Gue memang punya kebiasaan bicara sendiri. Dan dalam bahasa Inggris. Kadang-kadang bahasa Korea yang gue buat-buat karena gue nggak jago bahasa Korea. Dan ya, itu sangat membantu. Gue pun akhirnya memutuskan untuk berhenti dan pindah ke tempat baru dengan harapan gue akan dapat lebih banyak pelajaran lagi dan bisa membuat gue lebih bahagia. Nyaman itu soal nanti. Bahagia dulu aja.

So I left.

 

Seperti yang sudah gue ceritakan sedikit di vlog beberapa waktu lalu, banyak yang nanya “Kenapa?” selain itu juga “Kok bisa?” dan “Bagaimana lo bisa memutuskan secepat itu?”

Kalau pertanyaan “Kenapa?” dan “Kok bisa?” mungkin bisa lo dapatkan jawabannya di paragraf panjang sebelumnya. Tapi kalau jawaban soal “Bagaimana lo bisa memutuskan secepat itu?” gue rasa jawabannya simpel aja: gue lebih mendengarkan hati dan mengikuti apa yang dia katakan. Gue paham hati terkadang membutakan. Karena hati seringkali bias banget dalam menilai sesuatu. Tapi dalam kondisi seperti itu, genting dan penting, gue yakin dia juga akan menyesuaikan. Perasaan-perasaan takut untuk memulai kembali juga ada. Apalagi yang kali ini gue ada di lingkungan yang 100% berbeda dengan dua tempat kerja gue sebelumnya. Dengan orang-orang yang benar-benar baru. Perasaannya persis seperti ketika gue masuk ke kantor berita besar itu di 2013. Di situ gue tahu bahwa ini benar-benar the new beginning.

Ada sih penyesalan yang muncul karena meninggalkan pekerjaan yang lama. Menyesal kenapa gue nggak mau lebih banyak eksplor dan belajar. Kenapa gue terlalu cuek dengan kondisi sekitar gue dan hanya sibuk memandangi Microsoft Excel dan naik turun lift untuk memotret. Padahal kalau aja gue mau sedikit care mungkin ilmu gue akan lebih lagi. Ada juga penyesalan soal kenapa gue nggak bisa melakukan ini dan itu dengan lebih baik. Kenapa dulu nggak kayak gini aja. Kenapa waktu itu nggak kayak gitu aja. Kenapa gue harus mengiyakan apa yang gue nggak suka atau membiarkan diri gue di-judge sebagai orang “pundung” oleh orang yang bahkan nggak pernah tahu siapa gue. Dan orang yang tahu kok ya nggak ngebelain HAHAHAHAHAHAHAHA. Penyesalan terbesarkan mungkin adalah karena dalam perjalanan mencari kebahagiaan itu gue sudah membuat beberapa orang kecewa. Mungkin. Gue kan nggak bisa membaca pikiran. Gue nggak tahu gimana perasaan orang.



Hidup gue nggak akan tenang kalau kepikiran soal ini terus. Makanya gue memutuskan untuk udahan aja. Dan ketika gue sudah memutuskan untuk berhenti di tempat kerja gue yang lama, sebuah kesempatan yang sebelumnya nggak pernah datang ke gue malah menghampiri. Memang deh, jalan Allah itu yang paling baik. Itu pertama kalinya gue merasa mengambil keputusan yang benar. Juga semakin meyakinkan diri gue bahwa mendengarkan kata hati itu adalah keputusan yang terbaik. Nggak lama setelah gue resign, gue diundang untuk berangkat ke Seoul oleh Ministry of Foreign Affairs (Kementerian Luar Negeri)-nya Korea Selatan sebagai satu-satunya peserta dari Indonesia untuk Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017. SEBAGAI BLOGGER KPOP! GILAAAAAAKKKKKKK!!!!!!! Kalau saat itu gue masih ada di tempat yang lama mungkin hari-hari gue selama seminggu di Seoul nggak akan terlalu tenang. Karena cuti berarti membebankan pekerjaan ke orang lain dan itu berarti nggak enak ke orang lain yang dimaksud. Gue terkadang nggak suka kalau selalu dimaklumi. Nggak enak aja. Yang jelas, itulah pertama kalinya gue merasa bahwa keputusan gue untuk resign di bulan Mei 2017 itu tepat sekali. Perjalanan ke Seoul di Summer 2017 kemarin benar-benar istimewa banget.

A post shared by RON (@ronzstagram) on

Banyak dapet teman baru dari berbagai negara. Di saat yang sama gue juga dapat pengalaman baru untuk berkomunikasi dengan lebih banyak lagi orang Korea. Lebih banyak lagi orang-orang hebat dan passionate dalam bidang mereka. Bisa masuk TV Arirang tiga kali dalam tiga acara yang berbeda. Dan merasakan kedekatan emosional yang aneh dengan para peserta walaupun kami hanya menghabiskan waktu selama beberapa hari saja bersama-sama. Sampai saat gue menulis posting-an ini kami masih sering chat di grup Facebook. Salah satu peserta dari Filipina namanya Queen yang adalah fans EXO juga mendadak nge-chat gue sore tadi dan tanya “Siapa itu SehunFangirls? Apakah dia orang Indonesia?” dan gue cuma bisa ngakak sendiri ketika menjelaskan pelan-pelan dalam Bahasa Inggris. Kita satu frekuensi. Sama-sama suka pakai huruf besar kalau udah ngebahas EXO. Dan gue sempat pamer momen fanboying gue di 2014 dan 2016 ke dia dan dia juga heboh ngebales chat pakai huruf besar.

“Kesel banget deh kenapa dulu pas di Seoul kita nggak banyak ngobrol sih?!” kata gue. Karena kenyataannya gue sama dia baru intens ngomongin Kpop di dua hari terakhir. Sebel!

Ah... itulah sedikit hikmah dari resign gue tahun lalu. Moral of the story: jangan pernah sepelekan kata hati. Dalam hal apapun!


Selain itu, 2017 bisa dibilang adalah tahun kreatif gue. Memang gue agak jarang nge-blog sepanjang tahun kemaren. Tapi di sisi lain gue jadi sering nulis di KASKUS. Entah terkait dengan pekerjaan ataupun juga kesenangan-kesenangan pribadi. Gue juga semakin rajin upload video di YouTube dan pelan-pelan kalian pun datang untuk memberikan dukungan sebagai subscriber di sana. Makasih! Gue senang banget ini kejadian karena gue inget pas zaman kuliah gue sama temen gue sering sesumbar kalau kita ingin jadi artis YouTube. Eh dia duluan jadi pembawa acara berita TV sementara gue masih jadi alayers Kpop. Keinginan-keinginan untuk bikin konten video makin banyak dan kemauan untuk invest waktu buat editing dan begadang ngeberisin vlog juga jadi lebih besar di 2017. Bersyukur karena kalau keinginan sudah bulat pasti ada jalannya. Di-approve-nya akun AdSense gue juga jadi cambukan semangat yang lain meskipun nggak banyak juga penghasilan dari situ karena gue juga masih baru. But still, ngasih semangat. Dan gue nggak akan ada di sini dan di Korea saat summer tahun lalu kalau bukan karena kalian semua yang selalu mau baca blog gue selama ini. Yang sudah mau datang ke KaosKakiBau.com dan nontonin KaosKakiBauTV selama ini. Karena kalian, gue jadi ada bahan presentasi waktu di Korea.

Keinginan gue untuk punya Instagram yang isinya foto-foto sepatu dan foto-foto hitam-putih juga kejadian di 2017. Walaupun di akun KaosKakiBauDotCom awalnya agak labil sih. Niatnya akun itu jadi alter-ego gue, tempat gue bisa upload foto-foto yang nggak bisa gue upload di ronzstagram karena masalah “kerapihan feeds”. Lama-lama akun itu isinya cuma sepatu Converse merah gue yang keliling dari satu lokasi ke lokasi lain. Awalnya agak canggung juga memulainya tapi lama-lama kok jadi bagus dan jadi enak dilihat? Akhirnya gue lanjutkan sampai sekarang sepatunya sudah buluk karena sudah terlalu lelah diajak jalan. Tapi gue akan melanjutkan akun ini sampai selamanya karena gue sudah berniat untuk membeli sepatu merah yang sama ketika sepatu merah yang ini sudah rusak.

dari posting-an di @KaosKakiBauDotCom di Instagram

Dua akun alter-ego Instagram itu adalah hal yang baru juga di 2017. Selain itu, gue juga mengalami pindah ke kantor yang baru dan punya kesempatan untuk sharing ke banyak orang lewat berbagai event di mana gue jadi pembicara (WOW GUE BAHKAN NGGAK PERNAH KEPIKIRAN SAMA SEKALI SOAL INI!). Gue yang selalu bertanya “Lo yakin milih gue?” dipaksa untuk makin percaya diri di 2017 bahwa gue bisa dan “Ya, mereka milih gue karena gue bisa.” Sepanjang tahun kemaren, gue sudah jadi pembicara di empat event yang berbeda. WOW WOW WOW WOW. Ini rasanya kayak bukan gue banget karena memang ini benar-benar baru buat gue. Event Korea yang digelar Radio Mahasiswa Budi Luhur adalah awal dari semuanya. Berkat panitia acara itu gue jadi percaya diri untuk bisa bicara di depan publik dan sharing sedikit soal bagaimana gue memulai nulis di blog sampai nulis hal-hal yang berhubungan dengan Korea. Tentang how I followed my passion and become a (almost) well known Kpop blogger (enggak deng yang ini berlebihan karena gue masih nugu) (tapi kalimat setelah ini beneran agak pede dikit). Or should I say the only fanboy who blog about Kpop? AHAHAHAHAH. Sebuah pengalaman baru berdiri di depan orang-orang dan bicara tentang blog sendiri. Dan berkat Budi Luhur juga gue jadi punya bahan untuk dipresentasikan di Seoul waktu event Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017.

Pengalaman jadi pembicara berlanjut ke KCC (Korean Cultural Center) di acara ulang tahun mereka di tahun 2017 kemarin. Gue diundang untuk cerita-cerita soal pengalaman gue di Asian Cultural Young Leaders’ Camp 2017 dan seneng banget karena sambutannya meriah sekali. Lumayan bikin orang-orang ketawa. Kemudian diundang lagi ke event Cooperation Week-nya FIB UI untuk ngomongin soal media sosial dan blog juga. Pengalaman lain yang mungkin nggak akan terulang dan mungkin nggak akan bisa lagi gue dapatkan di 2018. Dan sesi sharing soal media sosial dan blog ini ditutup di Kopikoe, komunitas pecinta kopi, sebagai tugas kuliah si Bagus, temen gue waktu di kantor sebelumnya.

Wah nggak tahu nih gimana saya mendeskripsikan hari ini. Tapi pengalamannya luar biasa. Hanya 1 jam tapi luar biasa. Ini pertama kalinya saya diundang sebagai pembicara di sebuah talkshow event KPop. Jadi saya agak deg-degan. Ya... tapi saya sih selalu deg-degan mau ngapain juga. Orang ngomong sama temen sekamar aja masih takut-takut kok. Dan hari ini Alhamdulillah lancar. Terlepas dari segala kekurangan dari "materi" yang saya berikan. WKWKWKWKKW INI SEBENARNYA TALKSHOW ATAU KULIAH UMUM?! Itu juga yang jadi pertanyaan saya. Tapi panitia bilang saya santai aja karena obrolannya toh soal KPop dan mostly soal kaoskakibau.com. And yes, it was an awesome #experience! My first experience! Bisa sharing soal gimana saya memulai #blog "sampah" ini dan jadi #blogger dengan segala drama di dalamnya ke temen-temen (beberapa) pembaca blog yang nggak pernah saya temui sebelumnya. Awesome! Saya selalu iri sama orang yang bisa tampil percaya diri di panggung. Entah itu nyanyi atau dance. Dan selama tiga tahun terakhir saya sangat menunjukkan loyalitas dengan memberikan dukungan kepada beberapa di antara mereka. Saya pun kepikiran untuk tampil juga di panggung. Jadi suatu hari orang-orang yang saya tonton ini bisa giliran nonton saya. Eh tapi saya mau nampilin apa ya. Saya kan bukan dancer atau penyanyi pun. Tapi terima kasih @radiobudiluhur karena sudah membangkitkan kepercayaan diri saya untuk mau sharing soal blog. Yah nggak jago-jago amat sebenarnya nulis tapi suka aja. Dan kalau ndak dipaksa sama Anisa (salah satu panitia #KZONE HALLYUWOOD) mungkin masih ndak pede. But everything goes well. Dan terima kasih Ann, karena sudah jauh-jauh dari Gambir ke Ciledug buat ngasih support! You're the best! Bagian paling saya inget hari ini adalah, ketika "bintang tamu" yang lain heboh pake make up saya cuma bengong karena ndak ngapa-ngapain. Ndak ada yang make up-in. Tau gitu kan saya bawa tim Nature Republic. Trims. See you on the next event! Photo by @mi.aul
A post shared by RON (@ronzstagram) on

Dari pengalaman sebagai pembicara ini meskipun levelnya masih beginner banget gue banyak belajar bagaimana berkomunikasi di depan umum. Pelajaran yang dulu pas kuliah gue dapet sebenarnya (Public Speaking) tapi nggak pernah benar-benar diaplikasikan. Gue masih kebayang gimana gemeterannya gue ketika menunggu giliran naik panggung di Budi Luhur waktu itu. Gue bukan performer, gue nggak akan nyanyi, gue nggak akan cover dance di panggung, tapi deg-degannya kayak gue bakalan show my talent gitu di depan orang-orang. Padahal mah cuma cerita soal blog aja yang harusnya sudah jadi materi di luar kepala. Tapi tetap aja gue deg-degan. Dan kalau gue udah deg-degan, kaki gue akan gemetar dan dingin. Perut gue akan terasa aneh seperti laper tapi nggak mau makan. Mules tapi nggak ingin ke toilet. Sekarang harusnya gue sih sudah terbiasa. It was fun, tho! More fun to come in 2018, I guess?

Di antara pergulatan batin dan happy-happy itu terselip juga cerita-cerita sedih soal perpisahan di 2017. Gue nggak pernah merasa perpisahan itu hal yang sepele. Bukan hanya dengan siapapun, tapi dengan apapun. Gue masih inget gimana stresnya gue waktu laptop Acer gue rusak pas kuliah dulu. Dua kali punya Acer dan dua kali rusak. Yang pertama namanya Eci dan yang kedua namanya Ciera. Berpisah dengan mereka adalah pengalaman paling menyebalkan sepanjang hidup gue dengan gadget. Lebih menyebalkan ketika gue harus nangis karena Nokia 5200 gue juga harus dijual karena sudah tidak layak lagi digunakan. Kalau benda aja gue tangisi, gimana manusia?

Berjam-jam nangis setelah temen kosan gue mengabarkan kalau dia mau pindah (iya memang Ron ini cengengnya najis banget). Dimas akhirnya sampai di titik dia harus mengucapkan selamat tinggal dengan kehidupan lamanya dan menjalani his new life di kota baru karena penempatan kerja (dia lulusan STAN). Dua orang ini gue kenal di saat yang hampir bersamaan dan juga datang dari circle yang sama, meninggalkan gue dengan iming-iming “for good”. Hmm well... Bisa diterima tapi nggak bisa dicerna. Sedih sih. Tapi karena “for good” jadi yaudah nggak usah dipikirin lagi. Nangis berjam-jam sebelum dan setelah fanmeeting VIXX di Jakarta tahun lalu cukuplah sudah. Tapi beruntung nggak ada air mata yang menemani kepergian Dimas. Ya mungkin karena gue sudah mulai terbiasa dengan perpisahan. Ada rasa cekit-cekit sedikit dalam hati tapi nggak parah.


Perpisahan dengan para benda mati dan mereka yang hidup disusul oleh kepergian Jonghyun untuk selamanya. Kehilangan kata-kata banget. Membeku seketika. Hari itu rasanya aneh banget. Gue nggak kenal dia secara personal tapi rasanya udah kenal lama banget. Kepala gue pusing mendengar kabar dia meninggal. Ada banyak sekali yang ingin gue ucapkan tapi nggak akan bisa keluar dari mulut langsung. Akhirnya gue bisa menuliskan semua yang gue rasakan malam itu lewat sebuah posting-an blog. Sempat juga “ziarah” ke memorial wall-nya yang dibuat SM Entertainment di COEX bulan Desember kemarin. Entahlah apakah itu termasuk “beruntung” dan apakah kata “beruntung” tepat untuk momen itu. Tentu saja karena kehilangan seseorang bukanlah sebuah keberuntungan. I pray for you, Kim Jonghyun. You’ve worked hard for all these years.

Setiap kali gue ngajak salah satu temen gue buat ketemuan, seringkali dia selalu nggak bisa. Setiap kali gue mencoba untuk membuka pembicaraan dengan orang yang gue suka, balasannya selalu ketus karena mungkin pikirannya lagi enggak fokus. Beberapa pengalaman pribadi kayak gini bikin gue sering nyeletuk, "God. Timing is such a bitch." Selalu nggak pernah pas. Seringkali enggak sesuai harapan entah karena terlambat atau bahkan terlalu cepat. Ketika kita merencanakan #WinterTrip ke Korea ini di 2015, mana pernah terlintas di pikiran kalau ternyata salah satu dari sederet idola KPop yang kita suka di SM harus meninggalkan kita duluan. Di situlah gue tersentil sedikit. "Kok timing-nya bisa pas gini?" Setelah ratusan kejadian yang rasanya selalu enggak pas, kenapa Desember 2017 itu bisa mendadak oke gitu? Kedatangan kami ke Seoul berselang beberapa hari setelah Jonghyun wafat. Dan di sanalah kami, mengunjungi dan memberikan penghormatan terakhir buat Jonghyun lewat secarik kertas yang ditempel di dinding. What a timing. Rest in Peace, KJH.
A post shared by RON (@ronzstagram) on


Lalu 2017 ditutup dengan sebuah perjalanan yang sudah lama direncanakan. Dari Jakarta ke Busan dan Seoul. SUPERB! Untuk yang satu ini cuplikan ceritanya sudah ada di paragraf pertama tapi selengkapnya akan gue tulis di blog dan juga vlog. Beberapa fotonya sudah banyak juga di Instagram gue kalau memang lo berminat untuk mengikuti ceritanya sedikit-sedikit. Jadi jangan lupa untuk bookmark kaoskakibau.com dan subscribe ke YouTube KaosKakiBauTV yang link-nya ada di bagian paling bawah posting-an ini.

Merangkum semuanya, 2017 adalah tahun di mana gue merasa bisa jadi diri gue sendiri banget. Tahun yang bikin gue sadar dan yakin kalau mendengarkan kata hati dan mengikuti bisikan-bisikan dari dalam sana bukanlah hal yang berat untuk dilakukan. Selama kita siap dengan risikonya, jalani aja. Hajar aja! Karena risiko pasti akan selalu ada dan mengikuti setiap keputusan yang kita ambil. Hadapi aja. Yakin aja. Terus berdoa juga agar semua berjalan sesuai rencana. Gue bersyukur atas semua yang terjadi di tahun 2017 karena gue akhirnya bisa lebih lepas soal perasaan. Semacem embracing semua kegalauan-kegalauan yang mungkin dirasakan (atau yang tidak dirasakan tapi kok berasa???) lalu mengubahnya menjadi sebuah karya yang meski kecil namun terlihat. Jadi jangan heran kalau ke depannya gue jadi banyak posting-an yang bernuansa sendu (padahal sebenarnya gue nggak sedang galau) di InstaStory. It might be related to real life events, but most of those are just words that came out in my mind at that moment. Jadi bisa berarti hanya random saja.

dan kalau kamu suka kutipan-kutipan seperti ini, tunggu saja dia muncul di @ronzstagram
 
Dan yang terpenting dari semuanya, 2017 adalah tahun di mana gue dapat jawaban dari semua pertanyaan yang sudah mengganggu gue sejak gue berusia 17 tahun. Gue akhirnya menemukan apa yang selama ini gue cari dan keluar dari fase mencari. Gue akhirnya bisa diyakinkan bahwa gue harus menerima apapun yang saat ini gue miliki, kekurangan/kelebihan, yang ada di diri gue, sekecil apapun itu, sesepele apapun itu. Dan menerima bahwa apa yang tidak ditakdirkan untuk gue miliki nggak akan pernah bisa jadi milik gue. Ada tiga kutipan yang jadi penyemangat gue di 2017 dan akan tetap relevan di 2018:

“Menerima itu melegakan.”

“Kamu nggak akan bisa merasa kehilangan sesuatu yang nggak pernah kamu miliki.”

“Berhenti bertanya pada Tuhan tentang kenapa Dia menempatkanmu dalam kondisi yang selalu kau keluhkan. Itu hak Tuhan.”

Berangkat dari situ, semoga 2018 akan jadi tahun yang paling bahagia untuk kalian semua.

Resolusi gue tahun ini:


Happy new year, everyone.

Good luck! 


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / KaosKakiBauDotCom / roningrayscale
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
photos on this post is from my personal library. Credit properly when reposted.


Share:

0 komentar