Konser Westlife Jakarta, Air Mata, dan Kejutan-kejutan


Hidup itu penuh dengan kejutan. Dan seringkali kita nggak siap menghadapinya.

Gue sudah jadi fans Westlife seumur hidup gue dan jadi salah satu orang yang sedih ketika mereka memutuskan buat bubar. Gue pun nggak bisa menyembunyikan excitement gue ketika mereka mengumumkan reuni sekaligus konser perayaan 20 tahun debut mereka dan album baru yang akan dirilis 2019 ini. Wow, rasanya terlalu banyak hal yang harus diproses dalam satu hari. Meski mereka melakukan semuanya secara bertahap, tetap saja informasi yang datang bersamaan itu bikin gue mencak-mencak sendiri. Berasa anak kecil sedang tantrum.

Pagi itu gue sedang ada di kantor, seperti biasa dalam posisi duduk di kursi yang sudah beberapa kali membuat gue terjungkal karena nggak mampu menahan kehebohan gue dalam beberapa situasi, tangan sudah siap di atas keyboard untuk bekerja dan mencari kira-kira apa yang bisa gue tulis hari ini, ketika Westlife merilis video klip comeback mereka ‘Hello My Love’ berbarengan dengan semua pengumuman yang sudah gue sebutkan sebelumnya.

Westlife adalah satu dari sekian banyak grup di industri musik yang gue suka tapi sampai usia gue menginjak 28 tahun di 2019 ini, gue beum pernah sama sekali melihat performance mereka live secara grup.

Apakah gue siap untuk melihat konser mereka?

Pikiran gue melayang ke tahun-tahun awal ketika gue jadi wartawan dulu. Walaupun gue nggak ditempatkan di desk musik, tapi gue beruntung bisa liputan dan wawancara langsung dengan Shane Filan beberapa kali. Shane nggak pernah jadi bias gue di Westlife sampai ketika gue ketemu langsung sama dia di Hari Batik Nasional di tahun 2013 dan kita foto bareng. Gue sebagai anak baru di dunia jurnalistik, sebagai wartawan newbie, terlihat sangat kaku. Kalau lo ada di sana, lo pasti bisa melihat muka cemas cenderung panik gue hari itu, menahan deg-degan karena untuk pertama kalinya mengalami apa yang disebut dengan round-table interview. Tapi dari pengalaman pertama itu gue belajar banyak hal (ya termasuk bagaimana round-table interview itu), bagaimana wawancara dengan artis bule, dan bagaimana mulai menjadikan Shane sebagai bias gue karena member Westlife yang lain nggak aktif bermusik dan Nicky nggak mungkin ke Indonesia dalam waktu dekat. Fun fact, setelah penampilan malam itu Shane nge-posting foto yang gue jepret ke Instagram dia.







A post shared by Shane Filan (@shanefilanofficial) on

Beberapa kali kunjungan Shane ke Jakarta (dan bahkan Bandung) bisa gue tonton dengan gratis karena pekerjaan. Tapi untuk Westlife ini, rasanya nggak akan spesial kalau gue menunggu ditugaskan buat liputan.

Sebagai fans mereka sejak gue bahkan belum ngerti apa yang mereka nyanyikan, tepatnya waktu gue duduk di kelas tiga SD, gue merasa punya keharusan untuk duduk di bangku paling depan dan melihat mereka dari dekat menyanyikan lagu-lagu yang sudah akrab di telinga gue. Menyanyikan lagu-lagu yang dulu sering dinyanyikan oleh kakak perempuan gue. Membawakan track dari album yang pernah bikin gue merengek minta dibelikan waktu zaman SD. Tapi di saat yang sama, kalau sudah berurusan dengan uang banyak biasanya gue akan berpikir seribu kali.

“Udah nonton yang paling murah aja deh! Nanti Oktober siapa tahu lo mau nonton Backstreet Boys juga. Soalnya gue pengin juga nih Backstreet Boys,” kata Deasy yang mendadak nge-chat gue dan bilang kalau dia pun tertarik buat nonton Westlife. Tadinya gue sudah berencana buat pergi sendiri, eh akhirnya dapat teman juga. Deasy ini adalah teman baik gue sejak kuliah. Di balik keseriusan kita dengan pekerjaan masing-masing, kita berdua sebenarnya adalah mahasiswa yang nggak cemerlang-cemerlang banget. Seringkali kita tuker-tukeran tugas pas kuliah dulu dan itu selalu jadi topik obrolan yang diulang-ulang tapi kita selalu ketawa kalau mengingatnya.

Deasy bener sih. Mungkin aja nanti gue akan nonton Backstreet Boys, kan siapa yang tahu? Meski pun gue ingin banget melihat Westlife dari dekat, tapi...

“Gak masalah juga menurut gue di belakang, kita tetap bisa sing along, ya kan?” katanya lagi.

Bener juga. Lagipula Westlife nggak akan se-dancey itu penampilannya. Ya nggak sih?

Akhirnya gue setuju buat beli tiket termurah untuk konser The Twenty Tour-nya Westlife. Dengan dalih bahwa mungkin nanti gue akan butuh duit lebih buat apapun yang akan datang setelah itu. Kita kan nggak pernah tahu kebutuhan mendadak, kan? Mendadak dalam hal ini konteksnya sih konser. Gue selalu nabung setiap bulan, menekan pengeluaran setiap bulan (walaupun belakangan ini gue sering banget menghabiskan waktu di McDonald’s untuk menyelesaikan pekerjaan dan tulisan-tulisan), dan semua itu pasti akan berguna. Yasudah nggak usah muluk buat beli tiket termahal deh.

Untuk urusan konser kayak gini gue biasanya mandiri. Ya beli tiket sendiri, ya nonton pun bisa jadi sendiri. Kalau nanti di venue ketemu sama orang yang gue kenal atau kemudian setelah beli tiket (tapi kelasnya beda) gue tahu temen gue yang lain juga nonton, ya ramah-tamah kami paling hanya sebatas foto bareng di venue. Itu aja.

Deasy bilang kalau dia sudah memaksa pacarnya, Sultan, buat ikutan nonton ini. Gue ketawa. Sultan bukan tipe orang yang nonton boyband, sudah jelas. Gue sendiri sebenarnya nggak pernah tahu Deasy suka banget Westlife. Sama seperti gue nggak pernah benar-benar tahu kalau dia juga suka Harry Potter. Perjalanan ke Jepang 2020 nanti bakalan jadi seru banget karena kita sama-sama menyimpan keinginan untuk datang ke Universal Studio Japan di Osaka. Deasy juga mengajak adiknya, Lili, yang sering banget gue dengar namanya tapi belum pernah sama sekali gue ketemu sama dia.

Sampai di sini mungkin lo ngerasa nggak ada yang terlalu mengejutkan, bukan?

Ya. Gue pun merasa begitu.

Sampai akhirnya promotor konser Westlife mengumumkan kalau tiket konser itu sold out dan kemudian mereka akan menambah hari konser.

Kesel banget.

Indonesia tuh selalu aja kayak gitu! Kalau konser sudah sold out, bisa nggak sih nggak usah tambah hari? Bisa nggak sih nunggu tur yang berikutnya aja gitu?

(Egois).

Pengumuman penambahan hari ini bikin gue kesal karena tiket konser yang gue beli akhirnya jadi konser hari kedua. Gue dapat basian doang dong, gitu? Nyebelin banget. Nggak tahu kenapa gue bawaannya kesel aja. Bawaannya suuzon aja. Seolah-olah gue tahu kalau hari kedua ini nggak akan sebagus hari pertama. Seakan-akan gue dapat firasat kalau pasti ada deh sesuatu yang akan terjadi di hari kedua yang bikin konsernya nggak seseru hari pertama.

Surprise: beneran kejadian.

Tapi bagaimana gue bisa tahu dan membandingkannya dengan konser yang pertama?

Oke, lanjut dulu.



Tiket konser Westlife buat tanggal 7 Agustus 2019 sudah aman di akun situs ticketing gue. Meski itu juga belinya penuh dengan usaha karena server situs ticketing itu ternyata nggak kuat buat menampung ratusan ribu pengakses dalam satu hari yang sama untuk membeli tiket konser ini. Tentu kalau konser grup besar yang akan menyerbu situs penjualan tiket nggak cuma fans, calo pun akan bahagia meluangkan waktu mereka meski mereka nggak ngerti-ngerti banget ini konser apa. Yang penting untung. Terima kasih karena sudah merugikan fans.

Jarak antara pembelian tiket ke hari konser cukup jauh. Buat gue masih ada waktu untuk mengembalikan pundi-pundi Rupiah yang gue gunakan buat beli tiket konser ini dengan menambah load kerja sampingan dan juga mengurangi pengeluaran sehari-hari. Beruntung gue kerja di tempat yang menyediakan makan siang dan makan malam (meski sekarang hanya makan siang saja) jadi gue sama sekali nggak pernah mengeluarkan uang untuk makan di weekdays. Weekend pun makan kalau inget dan kalau butuh saja.

Nggak deng, lebay amat.

Kejutan lain yang datang sebelum konser Westlife ini adalah undangan liputan untuk konser NCT 127 di Singapura.

“Mau?” begitu tanya Mas Welly, singkat, di chat WhatsApp.

Singkat tapi bikin begajulan semaleman.

Mas Welly, bosnya Creative Disc, punya tim kecil buat liputan-liputan event Kpop dan salah satu di antaranya adalah gue. Untuk tawaran-tawaran seperti ini, apalagi buat artis SM Entertainment, gue nggak akan bisa nolak. Karena gue nggak bisa nolak, berarti gue harus mengeluarkan uang untuk tiket pesawat dan akomodasi selama di Singapura untuk konser itu. Di saat yang sama, secara kebetulan juga Dimas ngajakin gue buat jalan-jalan ke Singapura.

“Ada sesuatu yang mau aku beli buat pacarku dan cuma ada di sana,” katanya.

Dimas adalah satu dari sedikit teman laki-laki yang gue punya. Satu dari sedikit yang dekat sama gue. Karena kami nggak tinggal di satu pulau lagi yang membuat kami jarang ketemu, ajakan ke Singapura itu pun gue okein.

“Tapi nanti ada satu hari aku liputan ya Dims, jadi kamu bisa jalan sendiri atau ke mana dulu selama beberapa jam aku liputan itu,” kata gue.

“Iya santai aja,” katanya.

Ya dan semua lancar. Tiket PP Jakarta-Singapura-Jakarta, akomodasi, dan uang saku sudah tersedia. Pertemuan kita di Changi Airport pun penuh dengan suka cita karena gue kangen banget sama dia. Sampai akhirnya di hari konser, kejutan lain datang: ada yang salah dengan badan gue.

Gue nggak ngerti apa yang terjadi. Sama sekali nggak ngerti. Apakah ini adalah akumulasi dari rasa capek selama beberapa bulan terakhir? Apakah ini masih efek dari salah olahraga yang gue rasakan beberapa bulan yang lalu? Apakah memang badan gue sudah terlalu tua sampai-sampai gue gampang sekali pegal dan sakit badan? Entahlah.

Yang jelas ini aneh karena sepanjang konser itu gue baik-baik saja. Memang gue merasakan sakit di bahu sebelah kiri karena basian itu tadi, efek salah olahraga yang gue bilang (dan gue sudah ke dokter untuk ini kata dokter gue memang sedang mengalami cedera otot), tapi setelah konser selesai sakitnya parah. Parah banget sampai-sampai setiap kali gue melangkah rasanya nyeri. Setiap kali gue napas dada sampai punggung gue rasanya sakit banget. Sampai-sampai malam itu gue tidur dengan beberapa koyo yang tertempel di badan gue.

Konser NCT 127 di Singapura itu bulan Juli dan sakitnya bertahan sampai Agustus.






Post-Concert Syndrome! . 1. Setelah berbulan-bulan nungguin akhirnya confirmed dapat liputan. Thank you @creativedisc buat kesempatan ini. Tidak ada ekspektasi apapun karena selama tur NCT 2019 ini aku gapernah lihat fancam kecuali fancam Taeyong ngerusakin lightstick. Akhirnya aku tiba di #NEOCITYinSINGAPORE sendirian pake baju Overdose merah dan bersiap-siap lihat WinWin. . 2. Eh aku lupa WinWin kan gak di NCT127 lagi. Eek. Tapi gapapa aku balik ke bias lamaku Doyoung. . 3. Salah satu performance Doyoung yang aku suka meski aku gatau itu judul lagunya apa. Maafin. Aku lupa. . 4. Lalu ada my favorite boy, Mark Lee, yang malam itu pas Fire Truck dia semangat sekali. Ingin rasanya kubantu pijit kalau salah urat. Tapi ternyata bukan dia yang salah urat. Malah aku. Huft. Sakit banget badanku. . 5. Ini penampilan Mark favorit aku. Dia malam itu juga emosional banget during his speech at the end of the concert. Also Haechan sih. Since semalam adalah penutup dari segala tur NEO CITY ini. . 6, 7, 8. Sebisanya aja aku moto-moto dengan Keane. Bagus juga lumayan. Jangan di-zoom karena akan jelek. . 9, 10. Ending pose salam perpisahan. Sayang banget sama mereka. Semoga SM gak macem-macemin lagi grup ini setelah WayV deh. Huft. See you in other circumstances! . . #samsungmembersid #galaxys10plus #withgalaxy @nct @nct127
A post shared by RON | RONZZY (@ronzstagram) on

Tidur gue nggak pernah nyenyak sejak balik dari Singapura itu. Bahkan untuk berbaring aja rasanya sakit banget. Kalau udah berbaring gue nggak akan bisa bangun lagi. Gue mencoba untuk nggak terlalu memikirkan rasa sakitnya. Orang bilang mungkin gue kecapekan, tapi semakin lama gue tidur semakin nggak bisa gue bangun. Badan gue rasanya baik-baik saja tapi emang ada titik-titik yang sakitnya luar biasa. Lalu apa yang harus gue lakukan?

Nggak ada.

Gue nggak ke dokter lagi setelah itu karena suasana rumah sakit dan klinik bikin gue tertekan dan gue nggak suka banget perasaan tertekan kayak gitu. Akhirnya gue tahan-tahanin aja sampai waktunya nanti harus ke ICE BSD buat nonton Westlife. Semoga gue bisa bertahan dan kuat.

Give me strength, parasetamol-nim.

---

Untuk konser Wetslife 7 Agustus 2019 itu gue sudah khusus ambil cuti sehari. Soalnya gue nggak mau terburu-buru berangkat dari kantor ke lokasi konser sorenya. Gue nggak suka berhadapan dengan sesuatu yang nggak bisa ditebak seperti macetnya kota Jakarta. Gue sedang tidak ingin mendapatkan kejutan lain dalam hidup ini jadi mendingan gue cuti aja. Dengan begitu, gue bisa berangkat ke BSD agak pagian di hari Jumat itu dan bisa lebih santai kalau udah ada di sekitaran sana.

But then... baru aja gue bilang kalau gue nggak mau mendapatkan kejutan lain, tiba-tiba kejutan itu benar-benar datang, meski yang satu ini rasanya seperti mimpi saja.

“Buat Westlife yang tanggal 6 Agustus, anak-anak pada berangkat pakai tiket semua. Ada satu ID liputan dan nggak ada yang pakai. Mau?” kata Mas Welly di WhatsApp. Lagi-lagi sebuah tawaran yang akan membuat gue merasa tolol kalau gue tolak.

“Serius?” gue agak-agak nggak percaya. Separo deg-degan, separo cemas, separo lagi meledak-ledak.

“Iya. Ron jalan, ya?”

“DENGAN SENANG HATI!”

Dan dengan begitu akhirnya gue baru saja resmi menerima tiket nonton buat konser Westlife di hari tambahan, 6 Agustus 2019. Itu artinya gue akan nonton dua hari.

DUA HARI.

DEMI APAPUN GAK MUNGKIN GUE SEBERUNTUNG INI.

Lo pasti akan mengumpat kenceng. Tapi bodo amat. Gue nggak pernah merasa seberuntung ini dalam hidup gue soal Westlife. Grup yang sudah jadi bagian dari hari-hari gue selama dua puluh tahun terakhir ini. Gue tumbuh bersama lagu-lagu mereka. Kenangan ketika pertama kali gue mendengarkan Westlife dari kaset tape yang entah dibeli atau dipinjam kakak gue dari teman SMA-nya pun langsung muncul di benak gue saat itu. Kalau aja pada hari itu gue nggak ikut nimbrung dengan cewek-cewek SMA itu, gue mungkin nggak akan tahu grup ini dan nggak akan seingin ini nonton konser mereka. Kalau aja dulu kakak gue nggak doyan banget nonton MTV gue mungkin nggak akan tahu ‘Flying Without Wings’ dan ‘If I Let You Go’. Untungnya kakak gue hijrah ke nasyidnya pas udah kuliah, jadi masa-masa SMA dia habiskan dengan lagu-lagu barat dan itu pun menular ke gue.

Kalau ada orang yang harus diberi ucapan terima kasih selain Mas Welly hari itu, ya kakak perempuan gue. I love her so much.



Terlepas dari ketidaksiapan dan ketidakmauan gue untuk menerima kejutan apapun lagi dalam hidup saat itu, ini adalah kejutan yang nggak pernah gue tunggu-tunggu tapi benar-benar bikin hati gue merasakan excitement yang nggak ada habisnya. Deg-degannya gue hari itu seperti deg-degannya gue waktu pertama kali ciuman.

Dengan gue menerima liputan di tanggal 6 Agustus 2019 itu berarti gue akan ada di BSD selama dua hari: 6 dan 7 Agustus 2019. Kalau begitu ceritanya, daripada gue bolak-balik mending gue nginep di sana sekalian, kan? Akhirya hari itu ketika gue sudah mengkonfirmasi ke Mas Welly bahwa gue akan liputan di konser hari tambahan, gue langsung cari penginapan lewat aplikasi booking.com, aplikasi andalan gue kalau udah kepepet nyari tempat murah. Gue nemu satu kamar kosan yang jaraknya sekitar 15 menit naik ojek dari ICE BSD dan kamar itu kasurnya ada dua terus murah banget cuma Rp 100 ribu saja per malam. Gue nggak ada rencana buat menginap lebih lama sih, karena di konser tanggal 7 Agustus nanti gue akan ketemu Deasy, pacarnya, dan adiknya. Berarti gue bisa balik ke Jakarta bareng dan bayar Grab-nya bisa patungan.

Fix: nginep dari tanggal 6 Agustus ke tanggal 7 Agustus di BSD. Tanggal 7 Agustus nanti ngaso-ngaso aja sekitaran sana karena gue sedang cuti anyway.

Jadilah hari Selasa 6 Agustus 2019 itu gue datang ke kantor bener-bener pagi. Untungnya kantor gue juga jam kerjanya bisa fleksibel. Bisa masuk jam berapa aja mulai dari jam 6 pagi, dan pulang jam berapa aja asal sudah 9 jam kerja. Makanya hari itu gue datang pagi lalu bisa pulang setelah salat Ashar dan gue langsung cus ke BSD naik KRL lewat Stasiun Palmerah.

Rasanya seperti diburu waktu sebenarnya karena konser dimulai jam delapan malam sementara gue mungkin bakalan sampe area BSD sekitar jam 6 sore. Itu pun setelah harus ke penginapan buat check in dan naroh tas segala macem (karena males banget kan gue bawa laptop ke tempat konser). Enggak tahu apakah ini memang semesta sedang mendukung banget atau gimana, tapi hari itu konsernya mulai telat dan gue pun agak lebih bersantai. Gue bisa salat maghrib dulu, bahkan gue bisa pesen McDonald’s dulu dan makan di belakang Hotel Santika sebelum akhirnya gue antre buat masuk ke lokasi konser.

Ngaretnya luas biasa sih. Soalnya pas gue antre pun itu jam udah menunjukkan jam delapan tapi sama sekali belum mulai. Ya seneng sih jadi gue nggak ketinggalan satu lagu pun. Tapi kalau konsernya mulai telat, berarti selesainya kan juga bakalan telat. Tapi yaudahlah, anyway ini kan liputan dan gue di sini gratisan juga jadi mari bekerja senikmat mungkin dan mari menikmati konser ini dengan sepenuh hati.

Dan lo tahu kejutan apa lagi yang gue dapatkan malam itu? Gue nggak nyangka kalau gue akan nangis.

Tipikal gue, kalau lo ngikutin gue di Instagram misalnya, lo akan tahu kalau gue emang orangnya nggak pernah jaim soal nangis atau sedang merasa down. Buat gue mengutarakan perasaan ke siapapun lewat platform manapun itu adalah sebuah privilege karena nggak semua orang bisa seterbuka itu soal perasaan mereka. Menulis atau mengungkapkan perasaan gue lewat lagu yang gue dengerin atau lewat quote-quote galau yang gue tulis di akun @quotesbynugu adalah cara gue untuk mengosongkan apa yang sedang menumpuk di dada dan di kepala. Meski nggak selalu apa yang gue tulis itu adalah perasaan gue pada saat itu karena bisa jadi itu juga narasi-narasi yang muncul dari sebuah cerita-cerita lepas dan patah yang harus gue tulis sebelum gue lupa.

Dan tipikal gue juga kalau datang ke konser, gue nggak mau tahu apa saja lagu yang mereka akan bawakan sampai saat gue ada di dalam venue.

Kebayang kan, bagaimana shock-nya gue ketika lampu sudah dimatikan dan konser sudah dimulai?



Apa yang orang-orang ributkan di Twitter soal kursi kondangan dan seat plan yang sucks itu memang benar adanya. Tapi hari itu gue sama sekali nggak memikirkan banyak hal soal ini karena, hey, tiket yang gue dapat hari ini adalah tiket gratisan jadi gue nggak mau mengeluhkan banyak hal (padahal gue juga akan duduk di section yang sama di konser besoknya yang tiketnya gue beli pakai uang sendiri, but we’ll get into that later). 6 Agustus 2019 itu gue dapat kursi paling belakang di kelas yang paling murah. Jauh banget dari panggung. JAUH BANGET.

JAUH BANGET.

JA

UH

BANG

ET.

Karena itu adalah kursi paling belakang, nggak ada siapa-siapa di belakang gue yang akan terhalangi oleh gerak-gerik gue. Gue sebenarnya orang yang seneng breaking the rules tapi juga takut memulai. Jadi gue nunggu orang-orang yang duduk di barisan yang sama dengan gue (mostly juga sedang liputan) untuk bertidak dan bergerak sesuai harapan gue: NAIK KE ATAS BANGKU. Dengan begitu gue nggak sendiri dan gue nggak akan ragu-ragu untuk ikut juga. Dan bener aja, salah satu orang di barisan itu ada yang mulai berdiri dan naik di bangku karena emang kalau duduk, apalagi buat orang yang tingginya cuma 160 cm nggak nyampe kayak gue, itu nggak keliatan apapun.

Seat plan sucks.

Setelah ada yang berdiri barulah gue ikut berdiri. Dan di situlah momen-momen relijius dan magis mulai gue rasakan.

Jujur aja, gue nggak pernah membayangkan akan berdiri di konser ini dan mendengarkan suara Shane, Nicky, Kian dan Mark secara live. Sama sekali nggak pernah. Selama gue hidup di ibukota, konser yang selalu gue datangi adalah konser-konser Korea dan sebagian besar karena pekerjaan. Kali ini juga karena kerjaan sih, tapi gue nggak nyangka kalau karena pekerjaan gue sebagai content writer ini bisa membawa gue ke konser grup yang lagu-lagunya sudah hidup bersama gue sejak album pertama mereka di tahun 1999, sejak gue masih SD, dan lagu-lagu itu abadi di perpustakaan musik di kepala gue bahkan sampai di usia gue seharusnya sudah menikah (kalau kata orang-orang) ini.

Gue merinding.

Bahkan ketika mereka belum naik panggung. Ketika VCR diputar dan menyajikan suara akapela mereka menyanyikan lagu ‘Swear It Again’ emosi gue sudah begajulan. Agak gemetar ketika mereka mulai menyanyikan lagu ‘Hello My Love’. Lagu baru yang dirilis tahun 2019 ini, lagu yang diusahakan banget supaya Westlife tetap kekinian. LOL. Gue inget betapa bangganya Nicky ketika dia bilang “This song is written by Steve Mac and Ed Sheeran. You know Ed Sheeran?”

Yeah, Nick. Tapi kalaupun nggak Ed Sheeran yang nyiptain gue juga akan telan mentah-mentah kok lagu kalian. Karena kalian nyebut Ed Sheeran gue malah jadi kayak “Apaan sih nih orang kok muncul terus di mana-mana.”

Gue nggak suka Ed Sheeran karena alasan personal.

Tapi ‘Hello My Love’ mungkin efeknya nggak terlalu seberapa karena ini lagu baru. Walaupun sukses jadi pembuka yang sangat nendang buat konser ini. Pas akhirnya lagu berlanjut ke ‘Swear It Again’ beneran di lagu kedua, gue langsung mental breakdown. Gue nggak bisa nih bertahan lebih lama lagi. Rasanya gue bisa pingsan kapan aja. Rasanya gue bisa nangis kapan aja. Rasanya gue bisa ambyar kapan aja.

Ralat: gue sudah ambyar.

Gue baru benar-benar sadar ketika mereka nyanyi ‘Swear It Again’ kalau suara mereka tuh benar-benar bagus banget. Sempurna banget. Kayak di kaset! MEREKA PASTI NELEN KASET DEH! Bahkan harmonisasi dari Nicky dan Kian yang memang nggak terlalu banyak kebagian part nyanyi (kecuali kalau ngegantiin part Bryan) sangat terasa sekali dan sangat merdu sekali. Mana lagi ‘Swear It Again’ adalah lagu berbahasa Inggris pertama yang gue hapal liriknya pas masih SD. Gue literally belajar Bahasa Inggris pake lagu ini. Mendengarkannya langsung dari penyanyi aslinya malam itu nggak cuma bikin kuping gue nyaman, tapi kepala gue pun nyaman berenang di kubangan kenangan-kenangan masa lalu.

Gue masih tahan nggak nangis di situ sampai akhirnya mereka bawain ‘What About Now’.

WOW.

WOW!

HOW CAN I EXPLAIN MY FEELINGS THAT TIME, YA?!

AMBYAR.

Ya mungkin itu.



Terlepas dari lagu ini adalah lagu cover, gue gak pernah mendengarkan versi aslinya anyway, jadi versi Westlife selalu melekat di kepala gue. Gue bahkan udah merasa bulu-bulu di tangan gue di bawah jaket HBO yang gue pakai hari itu mulai berdiri ketika intro lagu ini terdengar. Tanpa perintah air mata gue jatoh.

BUSET DAH CENGENG AMAT GUE.

YA MEMANG.

Ada satu part di lagu ini yang gue suka banget dan itu adalah part-nya Mark di bagian bridge sebelum chorus terakhir: “Now that we’re here, now that we’ve come this far, just hold on. There is nothing to fear, for I am right beside you, for all my life I am yours.”

Gue mewek. Kalau lo liat muka gue malam itu pasti jelek banget. Mana rambut gue udah susah diatur, mana gue kayaknya nggak cuci muka dengan sabun sebelum gue berangkat masuk ke venue. Mana gue udah capek banget pengin tidur dan badan gue masih pegel-pegel akibat perjalanan ke Singapura nonton NCT 127 itu. Gue mewek. Tapi gue puas. Puas banget. Rasanya seperti tangisan yang akhirnya keluar setelah sekian lama di tahan-tahan.

Gue pernah ada fase stres banget sampai-sampai gue nggak bisa nangis. Setiap kali gue mau nangis, gue pasti muntah atau huek-huek kayak orang mau muntah gitu. Parah. Kehilangan kemampuan menghilangkan stres secara natural pada saat itu bikin gue makin stres.

Tapi malam itu gue bisa nangis dengan mudah. WOW. WESTLIFE. WOW!

Di lagu-lagu selanjutnya gue berusaha untuk bertahan. Gue tetap bisa menyanyi dengan penuh suka cita waktu mereka bawain ‘My Love’. Gue berusaha untuk tidak menyanyi terlalu keras ketika merekam 15 detik buat materi Instagram Story-nya Creative Disc. Tapi toh pada akhirnya suara gue masuk juga. Jadi yaudah bodo amat.

Kesulitan terbesar dari liputan konser yang lagu-lagunya gue tahu semua kayak gini, konser yang basically kita diajak buat sing along gini adalah menahan diri untuk tidak menyanyi. Mustahil. MUSTAHIL. Apalagi ini Westlife! Waktu nonton Musikal Petualangan Sherina aja rasanya stres banget nahan diri buat nggak ikutan nyanyi. Apalagi ini Westlife! NGGAK MUNGKIN. Makanya gue memberi permakluman ke Mas Welly waktu gue kirim video-video buat materi posting malam itu: “Mas ada banyak suaraku. Maafin.”

You can’t do anything about it. You just sing.

Penampilan Westlife yang paling gue suka di konser malam itu adalah ‘When You’re Looking Like That dan ‘Uptown Girl’. Dua lagu ini dibawakan berturut-turut dan punya vibe ceria yang sama. Dan kalau tadi gue bilang mereka nggak mungkin se-dancey itu, nyatanya mereka nge-dance di lagu ini. SHIIIT!!!!!!

Dua lagu ini kebalikan dari ‘What About Now’ sih kalau menurut gue. Selain gue nggak bisa menahan diri untuk tidak nyanyi, lagu-lagu ini juga nggak bisa membuat gue nggak tersenyum. Penampilan mereka malam itu fun banget! Apalagi setiap kali Nicky menyanyikan part Bryan di ‘Uptown Girl’ yang memberikan sentuhan yang berbeda di lagu itu. Nicky nggak pernah dapat part solo yang banyak di Westlife tapi mau nggak mau di lagu yang seharusnya ada Bryan-nya, dia dan Kian jadi kebagian banyak. Well I don’t mind kalau part Bryan dibawakan Shane dan Mark juga sih sebenarnya. Tapi karena gue bias Nicky, jadi menurut gue penting buat dia untuk nyanyi.

‘If I Let You Go’ dibawakan sambil menampilkan video-video lama dari MV mereka. Wah nostalgia banget malam itu karena gue bisa melihat lagi wajah tengil Nicky sebelum dia berewokan dan sebelum dia punya anak. Di lagu ‘Better Man’ gue lagi-lagi terbawa suasana dan nyaris break down and cry tapi untungnya aku seterong anaknya. Seterongnya tapi sebentar aja karena waktu mereka nyanyi ‘Queen of My Heart’ di akhir sesi medley, gue mewek lagi. GUE NGGAK NYANGKA MEREKA AKAN BAWAIN LAGU INI! GUE BAHKAN LUPA KALAU WESTLIFE TUH PUNYA LAGU INI SAMPAI MALAM ITU MEREKA BAWAIN.

“Aku ingat aku menggunduli kepalaku di video klip lagu ini,” kata Nicky.

Inget banget. Nggak mungkin lupa sih gue! Ingin rasanya gue teriak ke mereka buat nyanyiin lagu itu dua kali tapi karena posisi gue ada di ujung berung gue cuma bisa menahan diri buat tidak teriak berlebihan mengingat besok malam gue masih harus kembali lagi ke sini dan nonton lagi. Gue harus seterong.

Niatnya begitu tapi lalu mereka nyanyiin ‘You Raised Me Up’ gue nangis sampai sesenggukkan.

Aneh nggak sih gue?



Lagu ini kan sebenarnya basic banget ya. Lagu yang sudah terlalu sering diputer di acara Uang Kaget di TV sampai akhirnya meaning lagunya jadi ilang. Lagu yang bahkan bukan lagu original Westlife, gitu. Lagu yang pas gue SMP dulu, lagi-lagi, selalu dinyanyikan setiap kali kelas kesenian.

Tapi tetap aja. Waktu Shane mulai menyanyikan bait pertama lagu itu, badan gue langsung mengeluarkan reaksi anehnya. Kaki gue gemeteran, kepala gue rasanya ringan tapi agak berat juga di saat yang sama, sekujur tubuh gue merinding dan tiba-tiba gue ingin pipis tapi nggak ingin pipis, dada gue mendadak sesak. Tiba-tiba semua masalah hidup yang gue rasakan selama beberapa bulan terakhir dan semua keluh kesah yang ingin gue keluarkan selama beberapa bulan terakhir numpuk di sana. Di dada.

“When I am down... and oh my soul so weary....”

Gue bisa merasakan kelelahan dan keletihan itu di dada gue.

Gue mendadak sadar bahwa selama ini gue selalu merasa kesepian dan sendirian.

Air mata gue netes.

Baru satu tetes gue sudah sesenggukkan.

BELOM SELESAI LAGU ITU MUKA GUE UDAH BASAH. MATA GUE UDAH SEMBAB KALI BODO AMAT.

Waktu gue narik ingus panjang karena nangis gue sadar kalau orang di sebelah gue dari tadi ngeliatin. Mungkin dia bertanya-tanya gue kenapa. Mungkin dia nge-judge gue lebay. Tapi bodo amat. Momen ketika Westlife nyanyi ‘You Raised Me Up’ itu adalah momen di mana emosi dan stres gue bersatu lalu keluar dalam bentuk tangisan diam yang mendadak awkward setelah gue sadar kalau gue lagi nonton konser. Kalau gue sedang berada di antara ribuan orang malam itu. Tapi sekali lagi gue bodo amat. Lagu itu semacam healing. Semacam gue nggak pernah nangis dalam waktu lama lalu gue bisa nangis lagi.

Well, another surprise.

Karena gue sudah nangis parah di situ, jadi pas ‘Flying Without Wings’ gue jadi bisa lebih kontrol diri. Gue jadi lebih menikmati setiap lirik lagunya. Gue jadi menikmati penampilan mereka yang muncul dari balik panggung dengan baju putih-putih seperti di video klip lama mereka. Bahkan untuk ukuran Westlife, ‘Flying Without Wings’ adalah lagu yang nggak ada duanya. Lagu yang akan tetap relevan bahkan mungkin ketika mereka kembali ke Indonesia lagi untuk konser ulang tahun debut mereka yang ke 40 nanti. Salah satu lagu yang gue suka dari lirik dan musiknya. Salah satu lagu yang setiap kali gue dengerin kalau lagi naik motor ke kantor akan bikin gue deg-degan sambil nahan tangis.


Everybody's looking for that something
One thing that makes it all complete
You find it in the strangest places
Places you never knew it could be

Some find it in the face of their children
Some find it in their lover's eyes
Who can deny the joy it brings
When you found that special thing
You're flying without wings

Some find it sharing every morning
Some in their solitary lives
You find it in the words of others
A simple line can make you laugh or cry

You find it in the deepest friendship
The kind you cherish all your life
And when you know how much that means
You've found that special thing
You're flying without wings

So impossible as they may seem
You've got to fight for every dream
'Cause who's to know
Which one you let go
Would have made you complete

Well, for me it's waking up beside you
To watch the sunrise on your face
To know that I can say I love you
In any given time or place

It's little things that only I know
Those are the things that make you mine

And it's like flying without wings
'Cause you're my special thing
I'm flying without wings

And you're the place my life begins
And you'll be where it ends
I'm flying without wings
And that's the joy you bring
I'm flying without wings

Ketika orang bilang kalau hidup itu adalah tentang pencarian, gue baru tahu sekarang maksudnya apa.

Untuk saat ini gue sedang mencari kenyamanan. Gue merasa gue sudah mendapatkannya, tapi di saat yang sama gue juga merasa bahwa gue belum benar-benar mendapatkannya. Mungkin gue sudah berada di lingkungan yang ideal yang membuat gue nyaman, tapi gue belum menemukan seseorang yang bisa selalu memberikan kenyamanan itu.


Well, for me it's waking up beside you
To watch the sunrise on your face
To know that I can say I love you
In any given time or place


Fuck. I think I should get married sooner than I originally planned.

LMAO.


Cerita tentang Westlife ini belum selesai.

Karena di hari kedua, lagi-lagi hidup memberikan kejutannya buat gue.



Share:

0 komentar