Gue lupa naruh sikat gigi dan odol di ransel waktu
packing dan malas untuk membongkar koper setelah gue tiba di ruang kedatangan dan menuju imigrasi. Gue paling nggak suka sama rasa di mulut kalau abis terbang dan baru mendarat. Buat lo yang sering atau pernah naik pesawat dan terbang lebih dari sejam atau dua jam pasti ngerti deh maksud gue. Rasanya di mulut tuh lebih nggak enak dari bangun tidur bahkan setelah delapan jam. Biasanya di tas gue ada permen tapi kali ini beneran gue nggak nemu apapun.
Mood gue masih belum balik rupanya. Gue masih
shock sama mimpi yang tadi. Dengan mata yang masih kriyep-kriyep dan kesadaran masih belum seratus persen, gue berjalan gontai menuju ruang terminal kedatangan. Gue memutuskan untuk ke toilet untuk cuci muka lagi, kumur sedikit supaya mulut agak nyaman, lalu bergegas ke imigrasi yang antreannya sudah mengular. Karena gue tadi ketiduran sampai jelang mendarat, gue nggak kebagian kartu kedatangan yang harus diisi dan diserahkan ke imigrasi sebelum keluar dari Bandara. Gue bengong agak lama memperhatikan orang-orang yang juga sama kayak gue, belum punya kartu, untuk tahu mereka akan menuju ke mana dan minta kartunya ke siapa. Gue lagi nggak
mood buat bertanya-tanya sama siapapun soal kartu ini jadi gue hanya bisa mengamati dan memperhatikan saja. Ada satu ibu-ibu yang jalan menghampiri seorang perempuan muda berambut pendek dan berseragam, oh pastilah mbak-mbak ini yang megang kartunya.
“Can I have two?” kata gue dalam Bahasa Inggris. Mbaknya ngasih dua. Gue sengaja minta dua karena gue tahu pasti yang pertama akan ada kesalahan dalam pengisian. Karena seringkali kejadian kayak gitu jadi gue sudah mengantisipasinya daripada bolak balik minta. Mana lagi gue sedang tidak dalam kondisi mental yang stabil
hahahaha dan bener aja, ketika gue melakukan pengisian
form pertama ada kesalahan yang gue buat di nama gue sendiri. DI NAMA GUE SENDIRI. Gak paham lagi deh. Setelah mengulang pengisian, gue buru-buru antre dan menuju ke imigrasi. Bersyukur banget keluar imigrasi di negara-negara ASEAN enggak terlalu intimidatif. Beda sama UK atau US. Ngeri banget deh
feel-nya beneran kayak tertekan banget. Jarang banget ada petugas imigrasi yang bener-bener ngajakin ngobrol gitu. Tapi terakhir gue ke Korea, gue nemu mbak-mbak petugas imigrasi yang kayaknya suka Kpop juga. Soalnya waktu itu dia nyuruh gue buat ngelepas
case paspor gue yang di dalamnya terselip satu tiket konser EXO dan banyak sekali stiker karakter EXO dari album EX’ACT yang gue dapat dari Andi.
“You like Kpop?” dia nanya kayak gitu dalam proses gue nempelin sidik jari.
“Yes. That sticker is EXO,” gue tembak aja,
in case she is wondering.
“You like EXO?” dia nanya lagi.
“A lot,” jawab gue.