Mencoba Jadi Pujangga


“Galau terus!”

Gue agak menyesal buru-buru buka DM ketika Jeno (nama handphone gue) memberitahu ada notifikasi dari Instagram. Kalau isinya cuma kayak gitu mending gue swipe kiri aja terus dibaca nanti-nanti. Gue bukan tipe orang yang suka ngebiarin notifikasi numpuk sampai puluhan baru dibaca kecuali kalau kondisinya sangat sibuk banget. Gue mungkin orang yang paling fast response di seluruh dunia bahkan ngalahin online shop kesayangan lo. Tapi ya kadang-kadang agak kesel aja kalau misalnya udah buru-buru dibuka terus isinya cuma komentar pendek yang terkesan sok tahu.

Mungkin gue terdengar agak nyolot di bagian “sok tahu” tapi memang begitu adanya. Dan mungkin lo agak bingung kenapa tiba-tiba gue kayaknya marah-marah dibilang galau di DM Instagram. Sebenarnya ini mau ngomongin apa sih? Sebenarnya siapa sih yang ngatain gue galau? Sebenarnya posting-an kali ini tentang apa sih?

Gue udah lama suka nulis. Buat lo yang juga sudah lama suka menulis pasti lo ngerti bahwa kadang-kadang ide untuk membuat sebuah cerita itu datang pada momen yang enggak terduga-duga. Justru kalau diniatin banget buat nulis kadang-kadang malah idenya nggak akan muncul. Mari kita ambil contoh kejadian beberapa tahun yang lalu ketika gue masih kerja di detik.com. Siang itu gue ngantuk banget dan kepala gue mendadak pusing karena efek mata yang kecapekan ngeliatin laptop dari pagi. Di meja gue selalu ada bantal IU yang dikasih kak Adel buat jaga-jaga kalau sedang ngantuk begini. Gue merebahkan kepala gue di atas bantal itu dengan posisi menghadap ke kanan. Dan entah bagaimana gue kepikiran untuk menulis sebuah cerita sangat pendek tentang seorang pegawai kantoran yang mendadak mendapat kunjungan kejutan dari seseorang dari masa depan.


Pernah juga gue dapet ide untuk nulis cerita pendek ketika dalam perjalanan pulang dari Depok ke Buncit pakai angkot. Cerita itu gue ketik di handphone sepanjang jalan sampai akhirnya gue tiba di daerah dekat kosan gue. Kalau enggak salah sih gue pernah cerita juga di posting-an lama soal ini. Nah, untuk cerita yang ini memang sih gue berusaha untuk mengelaborasinya sepanjang gue bisa. Tapi kebanyakan kalau idenya datang mendadak gitu ya gue tulis seadanya. Dengan twist yang juga sekepikirannya saat itu aja. Enggak yang dipanjang-panjangin atau diubah-ubah. Seperti misalnya cerita yang gue tulis bulan Januari tahun lalu waktu macet di jalan dan sedang dalam perjalanan pulang naik TransJakarta ini.


Kebanyakan cerita ini memang tentang one-sided love dan cinta diam-diam. Kalau ditanya kenapa ceritanya ada di wilayah itu ya gue nggak tahu. Apakah dari pengalaman pribadi? Bisa jadi. Apakah gue pernah merasakan one-sided love? Mungkin aja. Apakah selama ini gue pernah mencintai orang diam-diam? Bisa jadi. Tapi mostly itu ide muncul karena random atau pernah mendengarkan cerita orang lain atau karena melihat dua orang yang sedang berdiri di pinggir jalan kemudian bertengkar. Bisa juga itu muncul karena malemnya gue mimpi random cerita yang kayak gitu. Atau efek nonton drama Korea. Atau bisa karena apa saja. Bukan berarti karena memang mengalaminya secara pribadi.

Mungkin ada unsur pengalaman pribadi tapi itu pasti sedikit sekali.

Nah, terkadang, ide yang gue dapet secara random ini juga enggak selalu bisa dituliskan dalam bentuk cerita pendek. Kadang-kadang bisa jadi dalam bentuk satu atau dua dialog antara dua karakter fiktif yang tiba-tiba memenuhi kepala gue. Gue selalu memberi nama mereka Airin dan Mario karena gue punya cerita tentang Airin dan Mario yang sudah lama gue tulis dan masih stuck di karakter itu. Bisa juga idenya muncul dalam satu kutipan saja.


Buat gue, satu atau dua kalimat yang muncul secara mendadak di kepala itu harus dituliskan. Mana tahu itu akan berguna untuk disambung-sambungkan dengan ide cerita lain yang selama ini sudah ingin gue tulis tapi belum sempat (sejauh ini sudah ada 5 ide cerita yang ingin dikembangkan buat jadi novel tapi masih belum punya waktu untuk benar-benar fokus menulis). Gue nggak mau menyia-nyiakan apapun itu yang mendadak muncul di kepala gue. Sesuatu seperti ini misalnya:


Atau ini:


Atau ini:


Selama beberapa tahun terakhir gue selalu nulis di status Facebook dan everybody seems fine with that. Ada sih yang komentar kayak “Galau ya bang?” atau “Pengalaman pribadi ya bang?” atau “Lagi sedih ya bang?” tapi kalau di Facebook entah kenapa gue nggak terlalu memikirkan komentar dari banyak orang. Mungkin karena orang-orang itu juga bukan orang yang ada di lingkaran gue. Bukan significant other gue. Jadi nggak terlalu yang merasa terganggu. Tapi karena belakangan Facebook lagi nggak asik dan Instagram menawarkan sebuah fitur font baru yang klasik dan unik di InstaStory, yaudah gue jadi suka aja nulis ke-random-an kepala gue di sana.

Itulah kenapa DM berisi “Galau terus!” itu akhirnya ada di kotak masuk. DM itu dari temen baik gue ngomong-ngomong. Kadang-kadang gue tanggepin. Tapi seringkali gue cuekin. Karena yang pertama, gue nggak sedang galau. Dan yang kedua, gue nggak mau dibilang galau.

Masa sih, orang yang suka menulis kata-kata yang terdegar puitis seperti itu selalu sedang galau? Bagaimana dengan gue yang kepalanya nggak pernah bisa istirahat bahkan sedetikpun? Bagaimana dengan Chairil Anwar?!

Let me tell you what happen in one minute inside my head, ya?

Contoh sederhana ketika sedang menulis ini deh. Seharusnya kan gue hanya memikirkan kata demi kata yang seharusnya gue ketik. Ketika memulai posting-an ini gue sama sekali enggak tahu apa yang akan gue tuliskan di paragraf selanjutnya ketika paragraf ini selesai. Jadi harus dipikirin dong supaya tulisannya bisa padu dan kalian enak membacanya. Tapi di saat yang sama gue juga mikirin lirik lagu yang sedang gue putar sambil menulis posting-an ini (saat ini sedang mendengarkan ‘To Love You More’ versi Lea Michelle dari Season 4 ‘Glee’) dan menahan diri untuk tidak ikutan menyanyi karena gue suka banget lagu ini.

Jangan kira cuma itu saja. Di saat yang sama gue juga mikirin soal gajian yang masih beberapa hari lagi (tanggal 31 Januari karena perubahan sistem penggajian dan segala macam jadi gajinya telat dibayarkan. OMG MATI GUE!). Di sisi lain otak gue juga sedang mikirin kenapa gue tadi enggak bawa laundry-nya ke ibu kos sih? Di sebelah sanaan dikit dari laundry ada bagian otak gue yang mikirin soal episode baru dari vlog yang belum di-edit. Nah yang paling aktif sebenarnya sisi melankolis itu yang setiap detik kayaknya diisi dengan kata-kata yang harus diolah untuk bisa di-posting di Instagram Story untuk jadi sebuah quote yang setidaknya bisa menggambarkan apa yang terjadi di sana (di sisi otak yang itu) dan mungkin bisa related sama mereka yang baca. Sementara di pojok sana, di sudut otak gue, selalu ada dia yang selalu gue panggil 'kamu'...

Ah...

LHO JADI GINI??!!



Gue nggak heran kalau di satu momen kepala gue kelihatan sangat besar dan lebih besar dari seharusnya. Nggak heran juga kalau jidat gue makin ke sini makin lebar seiring dengan rambut gue yang semakin hari semakin rontok. Tapi gue nggak tahu, apakah kalian juga seperti ini? Apakah dalam satu menit ada banyak hal yang terjadi di kepala kalian seperti gue? Coba ceritain di kolom komentar karena gue pengen denger!

Kondisi inilah yang kemudian bikin gue tuh susah banget khusyuk pas solat. Kadang-kadang malah kepikirannya ke macem-macem dan bikin nggak fokus ke sajadah dan Allah SWT. Setan memang ya pandai mempengaruhi manusia. Coba mereka pandai bikin aku lebih pintar dalam berbisnis pasti aku sudah kaya raya sekarang.

Lho kok jadi berharap ke setan gini.

LHO ADA APA DENGAN OTAK GUE?!

Gue jadi ingat waktu masih masa orientasi di kampus dulu ada sesi dari psikolog yang meminta kami anak-anak baru untuk memejamkan mata dan berimajinasi sesuai dengan narasi yang dia baca. Gue nggak inget detailnya kayak gimana yang jelas psikolog berjilbab itu meminta kami untuk bernapas pelan, kemudian membayangkan sedang memegang sebuah balon udara yang pelan-pelan melayang. Ketika gue buka mata, gue menemukan posisi tangan kanan gue sudah terangkat seolah-olah sedang memegang balon beneran. Di akhir sesi itu, mbak psikolog-nya bilang kalau: “Kita akan mudah melakukan apapun kalau kita dalam pikiran yang tenang. Kita akan mudah mengingat apapun kalau kita dalam kondisi yang kalem. Itulah kenapa kalau waktu solat, buat temen-temen muslim, kadang-kadang suka langsung inget sama hal-hal kecil. Kayak misalnya kunci laci yang selama ini dicari keselip di mana, atau apakah tadi keran air sudah dimatikan, atau misalnya lupa membalas pesan terakhir yang masuk ke kotak masuk di handphone.”

Masuk akal. Karena kita memberikan waktu otak kita untuk tenang sejenak dan menghadap Tuhan. Walaupun kemudian hal-hal begajulan lain yang muncul itu menghalangi kita untuk khusyuk. Gue sendiri bahkan sering lupa gue sudah masuk rakaat ketiga atau masih rakaat kedua kalau lagi solat. Ya karena saking tenangnya gue jadi kelamaan mikirin kunci yang keselip daripada mikirin solatnya sendiri.

Astagfirullah. Ya Allah jangan masukkan aku ke Neraka. Masukkan aku ke SM Entertainment saja jadi admin sosmed.

Yang jelas gue nggak terima dan kadang-kadang kesal kalau apa yang gue tuliskan di Instagram Story itu selalu dianggap sebagai sebuah kegalauan. Mungkin memang kesannya seperti galau karena kata-katanya memang sangat melankolis dan—yah—galau. Tapi kan bukan berarti gue sedang galau! Gue hanya mencoba untuk menuliskan apa saja yang melintas di kepala gue.

“Ya kalaupun misalnya memang gue galau, bagus dong, gue bisa mengekspresikan kegalauan gue itu dengan mengemasnya ke dalam kata-kata yang bisa gue posting sebagai karya?” begitu jawaban gue ke beberapa orang teman termasuk dia yang mengirim DM itu. Gue juga galau nggak pernah sampai yang neror orang buat ditelpon untuk mendengarkan kegalauan gue.

Gue sih yakin sedikit banyak mungkin ada yang terganggu dengan posting-an yang terkesan galau itu. Tapi, ya kalau nggak mau dilihat kan bisa di-tap dan di-skip aja. Gue sendiri tidak dalam kondisi untuk selalu mau memajang apa yang orang lain ingin lihat di akun Instagram gue. Gue memajang apa yang ada di pikiran gue dan apa yang sedang ingin gue pajang. Ya itu foto. Ya itu tulisan. Makanya sekarang gue nulis “Mencoba Jadi Pujangga” di bio Instagram gue supaya mereka yang mungkin enggak baca posting-an klarifikasi ini (ya sepenting itu ya gue klarifikasi edan memangnya gue siapa? Awkarin?) bisa mengerti bahwa apa yang gue post di caption Instagram atau di InstaStory bukan semata-mata karena galau, tapi karena memang kepala gue sedang mau menulis begitu dan tentang itu.

Tolong mengerti.

Ya pun kalian tidak mau mengerti juga bukan masalahku. Aku tidak akan mengubah kebiasaan ini. Maaf.

(Tertawa seperti Bellatrix Lestrange)

Sebagai orang yang suka nulis, terlebih sekarang gue mau lebih banyak lagi posting di blog, setiap hari pasti ada momen gue bertanya ke diri sendiri “Mau nulis apa hari ini?” Tapi seringkali ya itu tadi, ketika lo memaksa diri lo untuk berpikir mau menulis tentang apa seringkali kepala lo juga menolak untuk berpikir keras. Tapi pas lagi tiduran dengerin playlist Melly Goeslaw di Spotify atau seringkali pas lagi di kamar mandi buang hajat, ide buat nulis itu pasti bisa datang.

Memang benar sih, ide menulis yang paling mudah itu ya dari pengalaman pribadi. Tapi kalau soal galau cinta-cintaan gitu, pengalaman pribadi gue bisa dibilang nihil. Gue enggak pernah pacaran dan bukan orang yang menganut paham harus pacaran. Gue belum punya keinginan untuk menjalin hubungan serius karena gue sedang mengejar banyak sekali mimpi yang harus gue raih sebelum umur 35. Ya gue pernah sih suka sama orang. Dan gue bilang ke dia kalau gue suka sama dia. Tapi sayangnya orang itu enggak merasa hal yang sama sama gue. Udah itu aja. Cuma sekali itu. Sisanya mungkin cuma serangkaian perasaan-perasaan yang muncul dari baca buku, nonton film, drama, atau sekedar menyaksikan sekitar. Dan kalau sekali dua kali gue menulis soal sesuatu yang terkesan seperti pengalaman pribadi (terutama soal cinta) ya masa enggak boleh sih? Gue memang enggak pernah merasakannya tapi bukan berarti gue nggak boleh menuliskan sesuatu terkait dengan hal itu, dong? Kan gue bisa berimajinasi.

Gue tidak sedang menyudutkan mereka yang ngatain gue galau. Enggak kok. Memang terkadang menyebalkan tapi gue fine-fine aja. Teh Yani aka Mami Luhan bahkan pernah ngucapin selamat ulang tahun ke gue dengan menyebut gue sebagai “That galau guy” atau “Galau boy” atau semacamnya gue lupa. Kalau itu kemudian jadi sebuah identitas, gue seneng banget. Karena, hey, Nazriel Irham nggak akan bisa nulis lirik-lirik lagu yang bagus luar biasa kayak gitu kalau dia nggak pernah merasa galau. Woozi ‘Seventeen’ nggak akan bisa related nulis lirik soal cinta dan patah hati kalau dia sendiri enggak pernah jatuh cinta dan patah hati. Taeyeon mungkin nggak akan bisa dapat feel waktu nyanyiin ‘Fine’ bagian 'Urin majimak' kemudian nangis di MV-nya (lol) kalau dia nggak mencoba related dengan lirik dan melodi dalam lagu itu. Bahan mendiang Jonghyun mungkin nggak akan nyiptain puluhan lagu dengan nuansa-nuansa melankolis dan galau kalau dia nggak pernah benar-benar berada di dalam kondisi demikian.

Galau nggak selalu identik dengan hal yang negatif. Dan gue mencoba untuk mengekspresikan kegalauan itu (kalau memang sedang galau ya, tapi tidak selalu!) lewat quote-quote yang nggak selalu kejadian kok di kehidupan nyata gue, tapi terjadi cuma di dalam kepala gue. Dan itu bukanlah sesuatu yang buruk kalau menurut gue sih. Gue bukan Ariel yang sudah pernah pacaran sama banyak cewek, bukan juga Woozi yang mungkin juga udah pernah pacaran dengan beberapa cewek, gue juga bukan Taeyeon yang pernah pacaran (entah setting-an entah beneran) sama Baekhyun, dan gue juga bukan Jonghyun yang pernah living through a sad and depressing condition. Gue cuma mau menulis apa yang muncul di kepala gue sebagai bentuk ekspresi dan kreativitas. Jadi tolong mengertilah. Kepalaku tidak bisa diam meski semenit. Otakku tidak bisa berhenti berpikir tentang sesuatu meski sesaat. Bahwa aku saat ini sedang mencoba jadi pujangga.

Itu saja.

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / KaosKakiBauDotCom / roningrayscale
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
photos on this post is from my personal library. Credit properly when reposted.

Share:

0 komentar