Eiffel... Im In Love 2: Cerita 15 Tahun Kemudian (Spoiler!)


Kalau ngomongin tentang film Indonesia favorit di era tahun 2000-an, mungkin akan ada beberapa film yang muncul pertama kali di kepala gue. Tiga di antaranya gue tonton berulang-ulang dan tidak pernah bosan. Yang pertama adalah 'Petualangan Sherina' dan yang kedua 'Ada Apa Dengan Cinta'. Ini adalah tontonan wajib semua anak dan remaja di era itu selain mereka selalu dicekoki dengan Warkop DKI dan film setan Suzanna di TV. Buat mereka yang seumuran gue alias millennials, dua film ini semacem teman masa sekolah banget. Waktu SD gandrung banget sama Sherina dan Sadam lalu ketika SMP gue pun mulai mengenal Cinta dan Rangga. Kalau gue dikasih tantangan buat mengucapkan dialog-dialog dalam dua film ini gue percaya diri pasti menang. Saking seringnya gue nonton 'Petualangan Sherina' dan 'Ada Apa Dengan Cinta' gue pun hapal dialog di setiap adegan.

Gue memang freak. Sorry not sorry. But anyway, thanks.


Walaupun gue akhirnya terpapar oleh film Indonesia yang keren dan hype pada zamannya itu, ada satu hal yang sangat disayangkan: gue nggak pernah merasakan kenikmatan nonton 'Petualangan Sherina' dan 'Ada Apa Dengan Cinta' di bioskop seperti halnya masyarakat ibukota dan kota-kota besar di Indonesia lainnya. Gue tinggal di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Buat yang nggak tahu, Mataram adalah ibukota provinsi NTB. Kalau lo nggak tahu Lombok sih keterlaluan. Di era film Indonesia masih identik dengan horor dan seks, beberapa layar bioskop masih eksis di kota kecil itu. Sesekali, kalo kata nyokap, film India juga diputar di sana. Gue belum hidup di zaman film-film India itu tapi sempat menjadi saksi bahwa setiap minggu ada poster film yang dilukis tangan yang berbeda di sebuah bioskop bernama IRAMA yang lokasinya paling deket rumah. Hampir pasti poster-poster film ini menampilkan perempuan dengan pose menggoda: dress yang memperlihatkan bahu dan paha atau sedang tiduran dengan satu kaki terangkat. Di kesempatan lain gue juga pernah lihat poster film yang dilukis tangan itu menampilkan laki-laki dan perempuan sedang bercumbu.

Oke. Cuma lihat posternya doang. Karena dulu nggak pernah ngerti sama konsep bioskop. Tahunya hanya film yang diputar di TV aja pas Natal atau Lebaran. Pertama kali gue ke bioskop itu di tahun 1997, sebelum krisis moneter, buat nonton 'Jurassic Park: The Lost World'. Setelah itu, nggak pernah ada lagi bioskop di sana yang memutar film-film Indonesia terbaru baik dengan poster dilukis tangan dan agak porno ataupun poster yang dicetak di kertas. Nggak sampai XXI akhirnya masuk ke sana beberapa tahun terakhir ini.

VCD bajakan was my best friend. Dari situlah gue bisa nonton 'Petualangan Sherina' dan 'Ada Apa Dengan Cinta'. Oke ini mungkin terdengar nggak beres tapi mungkin tanpa para pembajak itu gue nggak akan sesuka itu nonton film Indonesia.


Dulu di Mataram, TV dan radio adalah sumber hiburan yang paling digemari masyarakat lokal. Bahkan setelah ada Mall sekalipun, TV dan radio tetap jadi hiburan nomor wahid. Semua hal-hal yang terjadi di ibukota gue dapat update-nya dari TV. Sampai di tahun 2003 gue juga dengar soal film 'Eiffel... I'm In Love' yang katanya booming banget di Jakarta dan Pulau Jawa. Katanya orang-orang sampai rebutan buat dapat tiket nonton film itu. Bahkan katanya sempat ada insiden di bioskop yang makan korban luka-luka waktu mau nonton. Gue masih inget banget sore itu nonton infotainment dan artis-artis pemeran film ini sedang mengunjungi salah satu korban.

Sampai di situ gue sendiri bahkan belum nonton filmnya. Sekali lagi karena memang nggak ada bioskop. Itu artinya gue harus menunggu VCD-nya dulu baru bisa nonton. Nunggu VCD-nya mejeng di rak rental VCD langganan biar bisa disewa.


Gue pun akhirnya kenalan sama Tita dan Adit pas gue duduk di kelas dua SMP. Mulai mendengar omongan remaja sekitar membahas soal Paris, Valentine, dan ciuman di bawah Menara Eiffel. Film ini masuk di daftar terakhir dari tiga film Indonesia yang gue suka itu. Biar nggak hapal dialognya kayak pas Sherina dan Sadam terjebak di Boscha atau ketika Cinta menghampiri Rangga di perpustakaan buat minta di wawancara, tapi gue inget banget secara detail isi film arahan sutradara Nasri Cheppy itu. Mulai dari Tita yang disuruh jemput teman bokapnya di Bandara, gosip yang kesebar di sekolah kalau dia mau dikimpoiin, titip-titip salam di radio Prambors, sampai yah... adegan ciuman di bawah Menara Eiffel itu.

15 tahun berlalu, cerita dalam filmnya pun akhirnya berlanjut.

(Warning: SPOILER)


Film 'Eiffel... I'm In Love 2' sebenarnya bukan satu-satunya sequel dari 'Eiffel... I'm In Love'. 

"LHO IYA?!" 

Yap! Nggak lama setelah novelnya dirilis dan filmnya booming, buku keduanya juga diluncurkan dalam bentuk e-book. Masih dari Rachmania Arunita, sequel dari 'Eiffel... I'm In Love' dikasih judul 'Lost In Love'. Kalau kalian merasa familiar dengan judul ini berarti kalian memang penonton film Indonesia banget deh! Karena novel itu juga dibuat film di tahun 2008 sebagai kelanjutan dari cerita Tita dan Adit. Tapi pemerannya bukan Shandy Aulia dan Samuel Rizel melainkan Pevita Pearce dan Richard Kevin. Well, overall filmnya sih menyenangkan, tapi enggak menarik. Bisa dibilang gagal meskipun berusaha dibuat se-Paris-mungkin. Pevita aktingnya jelek banget dan Richard Kevin sudah terlalu tua untuk memerankan anak umur dua puluhan. Sementara Arifin Putra masih kebawa-bawa aktingnya di sinetron. Setting dari 'Lost In Love' adalah satu hari setelah adegan ciuman di bawah Eiffel di buku pertama. 


Lalu apakah film 'Eiffel... I'm In Love 2' ini ada hubungannya sama 'Lost In Love'? 

Enggak sama sekali. Timeline-nya sudah jauh banget. Film kedua ini syuting di tahun 2017, jadi jarak antara film pertama dengan film kedua adalah 14 tahun (seperti yang mereka promo-promo selama ini). Tapi karena tayangnya di 2018, jarak antar film jadi 15 tahun. Nah, di dalam filmnya Adit dan Tita sudah pacaran jarak jauh selama 12 tahun.

Nggak terlalu dijelaskan apakah setting film keduanya ini tahun 2015. Atau setelah adegan makan McDonald's di akhir film pertama (dan narasi Tita yang bilang kalau Valentine's Day tahun berikutnya Adit ke Jakarta buat tunangan sama dia) si Adit sempat lama tinggal di Jakarta atau gimana sebelum akhirnya LDR-an. Tapi yang jelas mereka sudah LDR 12 tahun dan kalau lo mikir itu pacaran atau lagi mau nyicil rumah, pikiran lo sama persis kayak Uni. Kalau lo juga mikir LDR kepanjangannya bukan lagi Long Distance Relationship tapi Lupa Dengan Relationship berarti pikiran lo sama kayak Nanda. Dan bicara tentang Nanda dan Uni, mereka adalah dua teman SMA Tita dulu. Mereka muncul lagi di film ini dengan pemeran yang masih sama: Shakira Alatas dan Saphira Indah.

Tita sedang ada di pernikahan Nanda, duduk sendirian dalam balutan gaun bridesmaid-nya di antara keramaian tamu undangan. Nanda dan suaminya, Ferro (diperankan oleh Wafda Saifan), sibuk di pelaminan. Tita tengah melamun. Mungkin sedang mikir, kenapa di usianya yang sudah mau menginjak 27 tahun ini dia belum juga dilamar sama si pacar. Pas lo nonton adegan ini mungkin lo belum tahu kalau usia Tita sudah mau 27 tahun. Lo juga mungkin belum tahu soal pacarnya yang tinggal di Paris, Adit. Sampai akhirnya beberapa teman SMA Tita menghampiri dan reuni kecil pun terjadi. Sayang banget di reuni ini Farah (yang di film pertama diperankan oleh Rianti Cartwright) nggak datang. Rianti juga nggak digaet buat jadi cameo untuk memerankan Farah lagi. Padahal kalau dia ada pasti lebih seru. Ngomong-ngomong adegan di pernikahan Nanda ini ada di bagian awal trailer. Tapi ada adegan yang nggak ada dan ini akan bikin lo jadi ngerti kenapa Tita dewasanya jadi kayak gitu. Yaitu adegan ketika salah satu teman SMA Tita minta nomor handphone.


Waktu nonton trailer-nya gue sendiri bertanya-tanya. Kok bisa sih ini orang udah 14 tahun berlalu tapi cara ngomongnya masih kayak bocah aja? Terlepas dari Shandy Aulia memang mungkin sudah jodoh dengan karakter Tita itu sejak masa remajanya, tapi tetep aja, KOK LO BISA SIHI MASIH KAYAK BOCAH GITU, TIT?!

"Sori, gue nggak punya hape. Belum dibolehin sama Bunda." kata Tita yang langsung bikin gue bengong sendiri dan sedikit shock. Padahal bukan gue yang minta nomor hape dia. Sedetik gue kayak "HAH?! APA?! HAH?!" gitu pas nonton special screening kemarin. Nggak santai banget pokoknya. Tapi adegan berikutnya bikin lebih stres lagi memikirkan kehidupan Tita: seorang perempuan tua mendekati Tita dan nyodorin handphone batangan dan bilang kalau dia dapat telepon dari Bunda.

SEBENTAR.

TITA DEMI APA?! 

LO KE KONDANGAN DITEMENIN BIK ICHA?! ASISTEN RUMAH TANGGA LO DARI JAMAN DULU ITU?!

Pernah nggak sih lo berada dalam kondisi yang ingin marah dan teriak kenceng karena gemes dan geregetan tapi nggak bisa, karena (1) lo lagi di bioskop; (2) ke-trigger adegan dalam film? Itu kejadian banget sama gue pas nonton 'Eiffel... I'm In Love 2' kemaren. Padahal baru beberapa menit lho! Padahal juga gue udah yang seneng banget karena opening credit dari filmnya nampilin foto-foto adegan dari film pertama (nostalgia banget ngeliat muka Shandy Aulia masih remaja, almarhum Didi Petet dan juga Titi Kamal yang sayangnya juga nggak muncul sebagai elemen kejutan di film kedua huffttt). Setelah menenangkan diri sejenak, gue membatin kalau memang cewek yang namanya Tita ini nggak beres banget hidupnya.

"Tapi Tita sudah bukan anak 15 tahun lagi Bunda! Apa kata temen-temen Tita kalau Papa sama Bunda datang buat jemput Tita di kondangan?"

Ok. Enough. Something is wrong with your family, Tit. Pantesan lo kayak gini hidupnya.

Tarik nafas lalu Istigfar, boleh?


Di novel dan film pertama diceritakan kalau Tita adalah anak SMA 15 tahun yang hidupnya benar-benar dikontrol oleh sang Bunda. Bunda adalah sosok over-protective yang nggak mau banget deh anaknya kenapa-kenapa di luar rumah. Biarin deh dia di rumah aja nggak usah kemana-mana. Nggak gaul juga nggak apa-apa. Dikatain kambing congek atau cewek pingitan juga nggak masalah. Asal anaknya nggak kenapa-kenapa. Tita nggak pernah punya handphone dari zaman SMA. Dia pergi dan pulang sekolah selalu diantar sopir bernama Pak Udin. Tita juga nggak pernah boleh pergi ke Mall (apalagi kalau sendirian) karena kata Bunda "di sana banyak orang jahat. Kalau nanti mereka masukin narkoba ke minuman kamu? Papa sama Bunda juga yang repot nantinya. Nanti aja kalau umur kamu udah 20!" Tita juga nggak boleh pacaran walaupun sebenarnya diam-diam waktu SMA dia ada hubungan asmara sama cowok bernama Ergi (diperankan oleh Yogi Finanda; Ergi juga tidak muncul di film kedua). Di usianya yang sudah menjelang 27 dan sudah jadi dokter hewan seperti saat ini, Tita masih diperlakukan sama oleh Bundanya. Dia masih nggak boleh pulang malem ("Ini udah lewat jam 8 sayang!" WTF BUN ASTAGFIRULLAH?!) dan dia masih nggak boleh punya hape. Rentang waktu peraturannya malah nambah dan semakin tidak jelas karena kata Bunda "kamu boleh punya hape kalau sudah nikah".

(Dorong aja aku dari puncak Burj Khalifa, Bun.)

Siapa coba yang bisa nebak Tita nikahnya kapan? Orang dia sendiri aja masih nggak yakin apakah pacarnya yang bernama Adit itu sebenarnya mau melangkah ke jenjang yang lebih serius nggak sama dia. Dia nggak yakin apakah adit mau ngelamar dia setelah 12 tahun pacaran. Dan sampai di sini gue rasa akan ada banyak orang yang related sama cerita di film ini. Yah kecuali mungkin bagian "LDR 12 tahun" dan "nggak boleh punya handphone" sampai nikah itu.

'Eiffel... I'm In Love 2' mengangkat lagi topik yang sudah lama jadi permasalahan perempuan muda di luar sana. Permasalahan yang beberapa tahun lalu menjadi bahan meme semua orang di media sosial. Sekarang sih udah jarang kedengeran koor membahana di sosmed tentang "galau jodoh" dan "kapan aku/kamu akan menikah". Trennya sudah berubah. Walaupun kejadian real-nya sebenarnya masih ada. Sekarang jokes tentang kumpul keluarga dan diberi pertanyaan soal kapan nikah sudah nggak se-massive beberapa tahun lalu. Bisa dibilang ini sebenarnya topik basi yang hype-nya sudah lewat. Soalnya sekarang kan udah banyak influencer yang justru mengkampanyekan "stop tanya kapan gue nikah" dan sesuatu kayak "kapan gue nikah itu bukan urusan lo". Ya tentu saja meski tidak semua orang membicarakan soal galau jodoh lagi, perihal pernikahan tetap akan jadi hal yang personal. Terutama untuk perempuan.

Tita pun seperti perempuan lajang lain yang sudah cukup usia untuk menikah. Selalu kebagian pertanyaan nggak enak soal "jadi kapan lo nikah?" dari teman-temannya. Padahal Tita dari kecil sudah pengen banget nikah muda dan dilamar secara romantis. Sesuatu yang sudah dijelaskan di novel dan film versi extended-nya dulu. Tapi ironis banget malah dia jadi orang yang menikahnya paling telat di antara teman-teman dekatnya. Yang Tita tahu untuk saat ini adalah dia punya Adit. Dan dia cuma mau nikah sama Adit.

Meanwhile, Adit...


Dia tetap sosok cowok dingin, ketus, cepet marah, kalo ngomong kedengerannya nyolot banget, cuek, tapi dia sayang banget sama Tita dan bisa bikin momen romantis yang akan membuat Tita merasa diguyur hujan di tengah musim kemarau. Dia tetap Adit yang penuh kejutan. Untung aja Adit nggak suka nulis puisi atau baca karya-karya penyair kayak Chairil Anwar atau WS Rendra. Kalau iya, pasti deh dia akan dibanding-bandingkan sama Dilan. Sama kayak si Rangga.

Seperti kebanyakan pria yang sudah memasuki usia 30-an--oke ini sebenarnya gue sotoy aja sih karena gue sendiri belum 30 jadi gue sebenarnya belum tahu apakah memang kebanyakan pria di usia 30-an sebenarnya merasakan ini--Adit juga mikirin banget soal hubungan pacaran yang sudah kelamaan itu. Sebenarnya dia sudah punya plan membangun rumah tangga dengan Tita. Tapi karena ini dua orang berantem terus kerjaannya, jadi komunikasi mereka kacau banget. Nah di situ deh drama demi drama muncul. Konflik di antara Adit dan Tita yang sangat bisa dinikmati. Nggak berlebihan. Nggak yang terlalu menye. Dan kalau lo betan nonton Dilan yang sama sekali nggak punya konflik sepanjang filmnya, lo pasti akan betah nonton 'Eiffel... I'm In Love 2'.

Karena gue suka banget sama film pertamanya dan udah jadi my go-to movie, hype menonton gue sangat terjaga dari awal sampai di akhir film. Gue nggak cuma diajak bernostalgia dengan karakter-karakter utama, tapi juga pemeran-pemeran minor yang berusaha dipertahankan untuk menciptakan nuansa nostalgik yang maksimal. Shandy Aulia memerankan Tita seperti 15 tahun yang lalu. Masih nggak bisa jauh dari Bik Icha dan Pak Udin, asisten rumah tangga dan sopir keluarga yang selalu menemani dia kemanapun dia pergi. Amazed banget karena pemeran Bik Icha dan Pak Udin masih sama dengan yang dulu. Begitu juga dengan Samuel Rizal yang sudah Adit banget. Chemistry mereka muncul lagi dan nggak ada yang terkesan dipaksakan. Bunda, seperti yang sudah gue jelaskan di awal-awal posting-an ini, ya tetap jadi Bundanya Tita yang berlebihan protektifnya.

Setting-an kamar Tita juga mirip banget deh sama yang di film pertama! Dominan putih (walaupun kali ini tone film-nya agak soft/warm gitu) dan ada akuarium di dalamnya. Establish rumah yang dipakai buat rumah keluarga Tita juga masih sama dengan di film pertama. Detail lain soal Tita (dan Adit) juga tetap dipertahankan. Soal dia yang suka banget makan McDonald's dan selalu memesan cheeseburger dan milkshake sampai dia yang masih suka minum susu coklat panas di meja makan. Salah satu ciri khas dari Tita yang masih tetap ada di film adalah dia suka membatin lalu dialog itu ditampilkan dalam voice over. Persahabatan Tita dengan Uni juga masih terasa. Bagaimana Uni berusaha untuk menanamkan (halah) pendapat dia ke kepala Tita tentang sesuatu persis sama dengan yang terasa di film pertama. Begitu juga dengan Nanda yang selalu ngomporin Tita soal cowok dan memberi update mengenai "gosip sekitar" lewat telepon. Yang gue suka sih itu, meski sudah era smartphone tapi komunikasi antara Nanda dan Tita nggak dipaksakan untuk jadi lebih kekinian lewat video call misalnya. Ya mungkin karena memang Tita-nya juga gaptek kali ya jadi cuma bisa telponan doang. Tapi dia ngaku dia bisa email sih.


Nostalgia nggak cuma sampai situ doang. Ada banyak juga adegan dan shot yang akan bikin lo ditarik kembali ke adegan dan shot di film pertama. Treatment-nya terasa banget sama mulai dari awal, tengah sampai klimaks film. Sesuatu yang sebenarnya juga dilakukan Miles di 'Ada Apa Dengan Cinta 2'. Tapi 'Eiffel... I'm In Love 2' lebih frontal dan nggak malu-malu buat mengulang apa yang ada di film yang sudah ditonton oleh lebih dari 3,7 juta penonton 15 tahun yang lalu. 

Drama yang ditawarkan kadarnya pas dengan kejanggalan-kejanggalan cerita yang minim. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi antara hubungan Adit dan Tita selama 12 tahun berjalan dijelaskan pelan-pelan kemudian diselesaikan juga pelan-pelan. Munculnya orang ketiga di antara Tita dan Adit contohnya adalah sebuah hal yang sangat wajar terjadi ketika pacaran jarak jauh mereka sudah masuk tahun ke-12. Tapi itupun tidak terkesan dipaksakan. Pemilihan peran orang ketiga ini juga gue rasa pas banget karena gue yakin penonton akan mudah memberi simpati ke sosok yang tersakiti ini. Elemen yang dominan kedua selain drama adalah humor yang diselipkan dalam cerita, situasi, serta dialog para pemainnya. Banyak dialog yang bikin ketawa dan senyum-senyum sendiri karena memang lucu. Bukan karena terlalu cheesy atau cringe-worthy seperti yang ditawarkan Dilan.

Maaf, Dilan. Tapi aku tetap suka Milea kok.


Film ini kalo ibarat film adaptasi, stick to the book banget. Tapi book yang dimaksud di sini bukan cuma semua elemen karakterisasi di buku pertama aja tapi juga film pertama secara visual.

Elemen lain yang nggak bisa dilepaskan baik dari film pertama dan juga film kedua adalah soundtrack-nya. Melly Goeslaw dan Anto Hoed kembali buat soundtrack film kedua. Hasilnya di luar ekspektasi! Gue agak kecewa dengan lagu-lagu yang ada di album OST 'AADC2' tapi di album 'Eiffel... I'm In Love 2' ini feel Paris-nya dapet banget. Mendengarkan beberapa lagunya berasa jadi Tita dan Adit, seperti mendengarkan album OST film pertama yang tracklist-nya juara. Ada dua lagu yang di-remake di album film kedua tapi nggak failed (tidak seperti remake lagu 'AADC1' yang dipasang di 'AADC2' yang hufftt banget kalau menurut gue). Dan lagu barunya 'I Do' yang sebenarnya menceritakan separuh dari cerita 'Eiffel... I'm In Love 2' ini, yang meskipun mirip juga sama 'Ratusan Purnama'-nya 'AADC2', adalah lagu yang akan terus lo nyanyikan setelah nonton film ini dan berjalan keluar dari bioskop.

'Eiffel... I'm In Love 2' akan tayang di bioskop 14 Februari 2018. Jangan lupa nonton!


Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / KaosKakiBauDotCom / roningrayscale
LIVE SETIAP SENIN JAM 8 MALAM 'GLOOMY MONDAY!'
Instagram lain: kaoskakibaudotcom
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Share:

0 komentar