Random Words About "The One"

Someday, date, month, year.

Jemari ini ingin sekali menulis, hanya saja dia tak tahu harus menuliskan apa. Dia tak pandai merangkai kata. Tak juga pandai berbahasa. Lidah ini telah kelu, mengeluarkan satu cerita yang sama. Tak berbada. Serupa. Dia sudah tak mampu lagi berkata-kata karena Tuhan telah menguncinya. Mata ini ingin merobek selaputnya, setidaknya agar dia bisa menangis. Hanya saja dia sudah bosan. Menangisi hal yang sama. Serupa. Tak berbeda. Hati ini juga sama. Merasa, meskipun sudah mati rasa. Hati ini penuh kapur. Membuyarkan pandangan, menutup pengelihatan. Sengaja... Hati ini bosan merasa. Hati ini bosan tersentuh. Hati ini bosan merasakan kesedihan yang akhirnya membuat matanya mengalir air-mata, membuat lidahnya bergerak mengeluarkan kata-kata hampa dan putus asa, memaksa jemarinya untuk menuliskan kisahnya. Jemari ini ingin sekali menulis, mata ini ingin sekali menangis, lidah ini ingin sekali bergerak elastis, tetapi... hati melarangnya, karena semua itu membuatnya semakin terluka.

Someday, date, month, year.

Menyembunyikan perasaan itu sangat sulit. Jika bertemu dengannya, tak henti-hentinya ingin tersenyum. Mendengar ceritanya, meskipun iri, patah hati, tapi tetap ingin tersenyum. Tak bisa kujelaskan perasaan ini. Aku hanya bisa tersenyum. Dan ketika pikiranku penuh dengan senyumannya, wajahnya, dan sinar matanya, aku tahu bahwa aku mencintainya lebih dari apapun. Aku merasa terikat, terikat oleh rasa yang tak seharusnya kurasakan. Rasa yang tak semestinya bersemayam di hati ini. Sekarang aku bingung. Bingung untuk menempatkan hati, jiwa, rasa, senyum, tawa, sedihku. Jika ada dia, otakku seperti mati. Dan aku hanya bisa bicara dalam hati: tetap di sana. Jangan pernah pergi.
Someday, date, month, year.

Dan malam ini, segala pikiran dan hari-hari bersamanya bergelayut, memenuhi setiap sudut sel-sel otak yang kumiliki. Menghentikan sesaat pikiran jernih, membawa selusin pikiran-pikiran kotor yang seketika tercipta setiap kali namanya terucap dalam hati. Pikiran untuk memilikinya, pikiran untuk mencintainya. Bahkan aku sendiri takut memejamkan mata karena dia seperti melekat di kelopak mataku dan tak mau pergi dari sana. Bukan ini yang kuinginkan: perasaan cinta dalam hatiku yang begitu dalam, begitu tulus, begitu murni. Bukan... kerena itu hanya akan membenamkanku ke dalam sumur gelap berlumpur. Bukan itu yang aku mau. Aku hanya ingin bersamamu, menemanimu disaat kau sendiri. Disaat kau gundah. Menjadi penerang jalanmu disaat kau tersesat. Menjadi penunjuk arah disaat kau kehilangan. Aku ingin dekat, namun tidak terjerumus dan sesat dalam cinta yang salah ini.

Minggu, 17, 10,10.

Nyaman, itulah yang selalu ada dalam hatiku jika kau ada di sekitarku. Aku tak perlu mencari penambah semangat, aku hanya butuh kau. Hanya saja aku terus dihantui sosok lain dibelakang kenyamanan itu. Sosok dari masa lalu bernama trauma.
Aku dulu pernah bahagia, aku dulu pernah mencinta, aku dulu pernah merasa nyaman. Bahagia karena hal terlarang ( seperti kau ), mencintai hal terlarang ( seperti kau ), merasakan kenyamanan bersamanya ( seperti sedang bersama kau ). Dan akupun kecewa... dia tak bisa menerimanya. Dia membenciku.

Namun kau berbeda, aku bahagia maka kau bahagia, aku nyaman maka ( kuharap ) kau nyaman. Meski tak pernah kuharapkan kau akan mencintaiku, tapi aku menyimpan sedikit rasa itu untukmu. Kuharap kau tak apa...

Sudah hampir satu tahun, atau lebih? Namun yang kuingat sejak awal ku mengenalmu, kau memberiku sebuah doa. Yang menyembuhkanku dari sakit. Dari luka. Kuharap itu akan mengikat kita. Mungkin tak selamanya, tetapi cukup sampai waktu dimana aku dan kau masih ada. Disuatu tempat yang sama.

Aku tak bisa bilang aku cinta kau. Setidaknya tidak secara langsung. Namun aku ingin kau tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu. Mendukungmu. Memberi semangat. Dari sanalah ku katakan bahwa aku cinta kau.

Entah bagaimana nanti jika kita berpisah. Akan meneteskah air mata ini? Akan berakhirkah hubungan ini? Ataukah...

Sabtu, 30, 10, 10

.Jujur saja, aku bahkan tak ingin merasakan apapun padamu. Bahkan cinta ini, aku ingin membunuhnya. Merasakan semua ini sungguh mustahil. Sama mustahilnya dengan memohon pada Tuhan untuk memutas waktu agar aku bisa kembali ke masa dimana pertama kali aku merasakan cinta ini hingga aku bisa menghapusnya. Mustahil dan tak mungkin terjadi. Aku mencoba pergi, aku mencoba lagi. Tapi kau seperti mengikutiku, mengejarku, tak membiarkan aku sendiri. Aku tak ingin kau melakukan itu, karena itu akan membuatku semakin berharap bahwa cinta ini nyata. Bahkan untuk berharap pun rasanya mustahil. Karena kau dan aku... biarlah hanya Tuhan yang tahu. Aku disini hanya bergerak atas kehendakNya. Tapi untuk perasaan ini, entahlah... Kuharap memang dariNya, karena jika ini dari setan, aku akan semakin terbakar. Aku bahkan tidak berhenti berpikir mengapa harus kau. Mengapa hati ini memilihmu sementara masih banyak orang yang yang setidaknya lebih realistis untuk kucintai? Apa yang membuatmu begitu berbeda?


dongsungsihaeminwon
ronzzykevin
the sound of november

Tags:

Share:

0 komentar