Sebuah Rasa

Sebenarnya nggak pernah terpikir untuk merasakan ini sebelumnya. Iya nggak sih? Kebanyakan ketika kita jatuh cinta, perasaannya hanya mengalir apa adanya. Nggak pernah dipaksakan ataupun diharuskan untuk merasakan hal itu. Biasanya kalau naluri untuk mencintai yang natural seperti itu. Entah mencintai siapa ataupun apa, tapi yang jelas dalam hal mencintai tak ada paksaan.

Mungkin itu yang sekarang sedang saya rasakan. Sebuah perasaan yang muncul tiba-tiba pada seorang teman yang saya sendiri tidak mengerti kenapa harus dia. Perasaan yang muncul karena seringnya kita bertemu, karena banyaknya waktu yang pernah dihabiskan bersama, karena perhatian, karena semua hal yang dia lakukan selalu menarik perhatian saya. Seorang teman yang baik, dan sekiranya akan selalu baik sampai beberapa tahun ke depan. Kita sebut saja orang itu Rani.

Saya kenal Rani sejak tahun 2009. Dari facebook, tentu saja, karena saat itu social media yang satu itu sedang boom banget. Obrolan pertama kita via message karena waktu itu kondisi tidak memungkinkan untuk wall to wall. Saya udah punya pacar? Bukan... kondisinya saat itu adalah karena saya tidak ingin orang lain tahu bahwa saya berhubungan dengan dia. Hubungan kita berlanjut ke SMS dan sekarang jadi sering ngobrol. Dan karena mungkin intensitas mengobrolnya banyak, jadi cerita yang ditukarkanpun beragam dan berkembang ke hal-hal yang semakin pribadi. Dan sejak saat itu kita dekat... Atau saya yang merasa dekat dan dia tidak? Entahlah...

Rani termasuk orang yang tertutup, dia tak banyak membuka cerita-cerita pribadinya jika tidak terlalu penting. Tetapi jika sudah bercerita, maka dia tidak akan lagi berpikir kalau itu sebenarnya tidak untuk diceritakan. Dan dari cerita-ceritanya itulah saya tahu kalau sebenarnya Rani sudah punya pacar.

Patah hati? Mungkin bisa dibilang seperti itu. Mengetahui hal itu membuat saya jadi labil dan merasa bahwa hubungan ini tidak perlu dilanjutkan. Tapi apa iya cuma karena seorang laki-laki lain yang sudah terikat dengannya pertemanan ini akan putus? Saya rasa terlalu berlebihan. Nikmati saja... begitu pikir saya. 

Sekarang, sudah dua hari Rani tidak menghubungi saya. Biasanya dia selalu mengirim SMS untuk memberikan semangat di pagi hari atau sekedar menyapa di siang hari dan bertanya tentang sesuatu yang tidak penting. Tidak ada kabar dari Rani membuat saya gundah. Serius. Sejak semalam, saya merasa sangat tidak tenang. Sebenarnya saya tidak ingin merasakan ini karena ini bisa membahayakan saya. Dalam hal perasaan, misalnya. Tapi seperti yang saya katakan sebelumnya, perasaannya tumbuh secara alami... Ya... Saya merindukan Rani dan itu natural... tidak ada yang dibuat-buat, tidak ada yang dipaksakan...

Tidak ada kabar dari Rani membuat tangan saya gatal untuk mengirim SMS padanya. Tapi... sekali lagi saya mengurungkan niat itu. Saya tidak ingin terlalu tergantung padanya. Biarkan saja... Saya pikir lebih baik begini. Tapi ternyata saya tidak sanggup juga. Saya membuka facebooknya dan melihat-lihat. Membaca wall dari pacarnya dan saya langsung merasa cemburu. Yah... dia memang bukan untuk saya.

Sulit sekali untuk mengatur perasaan ini, dimana kita menyukai orang lain yang sudah memiliki hubungan khusus dengan yang lainnya. Sulit menempatkan diri, menyembunyikan perasaan, membohongi hati... Tapi saya jujur, saya memang menyukai Rani dan ini sulit untuk dijelaskan kenapa. Apakah ini natural? Tentu saja, karena ini tulus ( dari saya ).

Saya jadi ingat lagunya Rossa,

Kau bukanlah untukku, meski ku tahu ku menyayangimu. Cinta tak mungkin terjadi di antara kita berdua. Dirimu kini telah bersamanya, begitu pula aku telah memilih dia. Kini ku sadari rasa ini tak mungkin dapat terwujud dalam kisah kasih kita. Kini ku mengerti tulis cinta ini hanyalah mimpi panjang yang tak pernah usai. Karena tuk bersamamu bagaikan berharap memeluk bulan, memetik bintang.

Ini lagu memang dari seorang cewek untuk cowok, tapi liriknya kan universal, jadi saya rasa ini tepat untuk perasaan saya pada Rani. Hmmm... Selamat malam :)

Share:

0 komentar