Kata Fira Basuki: Menulis Itu Soal Imajinasi, Konsistensi, dan Dinikmati



21 September 2018 lalu, gue mendapat tugas untuk terbang ke Banyuwangi. Kota Kabupaten yang selama ini hanya gue dengar saja namanya tapi tidak pernah membayangkan seperti apa kondisi kotanya. Pernah mendengar soal Blue Fire Ijen tapi belum sama sekali menyaksikannya dengan mata telanjang. Tapi tujuan kali ini bukan mendaki ke Puncak Ijen. Tujuan kali ini adalah menghadiri sebuah event bertajuk Indonesia Writers Festival 2018 yang dihadiri oleh beberapa pembicara yang akan memberikan materi-materi (yang sepertinya) seru tentang menulis. Salah satunya adalah Fira Basuki, seorang novelis Indonesia yang namanya sudah sangat populer di kalangan para pecinta buku. Karena kebetulan gue juga sedang (berharap bisa dan sangat ingin sekali) menulis novel, jadi gue tertarik untuk tahu lebih banyak. Bagaimana Fira Basuki bisa menulis dan menghasilkan 33 buku sepanjang kariernya sebagai novelis ya? Bagaimana caranya mendapatkan ide untuk dikembangkan menjadi sebuah buku atau sebuah tulisan? Bagaimana caranya bisa konsisten menulis? Bagaimana begini dan bagaimana begitu? Well, semua pertanyaan gue mungkin tidak akan terjawab karena waktu yang diberikan buat Mbak Fira Basuki untuk menyampaikan materi sangat singkat. Tapi paling enggak ada sesuatu yang bisa dipetik dari waktu yang singkat itu.

Indonesia Writers Festival 2018 bertempat di sebuah resort bernama Jiwa Jawa Ijen. Lokasi ini sudah populer selama beberapa tahun terakhir karena menjadi lokasi untuk acara Jazz Gunung. Gue bukan penikmat Jazz dan hanya tahu Jazz karena Ryan Gosling selalu ngomongin Jazz ke Emma Stone di 'La La Land' yang sudah gue tonton lebih dari dua puluh kali mungkin dan masih suka gue tontonin juga sebelum tidur atau kalau lagi iseng di kosan dan tidak ada kerjaan sama sekali. Jadi gue juga tidak pernah ngeh dengan event Jazz Gunung ini sesungguhnya. Sampai akhirnya gue tiba di Banyuwangi sore itu. Tapi, gue enggak nginep di hotel Jiwa Jawa ini. Soalnya mahal. Muahahahaha. Walaupun perjalanan ini bukan gue yang bayar sendiri, tapi tetap saja, hemat pangkal kaya, kan?


Hotel tempat gue menginap itu (KATANYA) lokasinya tidak terlalu jauh dari Jiwa Jawa Ijen. Yah kalau naik motor sekitar 30 - 45 menit lah kalau ditempuh dalam kecepatan yang biasa-biasa saja. 20 menit dari 45 menit itu gue harus melewati jalanan rusak berbatu di antara sawah-sawah yang memberikan pemandangan khas pedesaan. Sisanya melewati jalanan aspal yang separo sudah bagus separo baru diaspal. Tidak ada ojek yang melintas dan lalu lalang di depan hotel tempat gue tinggal. Soalnya lokasi hotel ini dari keramaian pusat kota lumayan jauh juga. Driver Go-Car yang jemput gue di bandara bahkan sempat menyarankan gue untuk ganti hotel aja. 

"Mas yakin ada hotel di tengah-tengah sawah di atas? Kok saya agak ragu ya?" katanya. Gue mau nanggepin sambil misuh-misuh tapi enggak sanggup lagi. Gue malah takut kalau-kalau ini orang jahat sama gue dan gue dilempar keluar mobil terus dia ambil semua harta benda yang gue bawa hari itu. Kebanyakan nonton film thriller nih ya gini. Karena sudah lelah dengan penerbangan dan jalan berbatu yang kita tempuh dengan mobil itu hampir 45 menit. "Saya mau puter balik kalau mas mau. Cari aja hotel lain di kota mas," katanya lagi. Gue tanggepin cuma "hehe" aja. Setelah sekitar satu jam perjalanan (kasian mobilnya serius deh itu jalanan jelek banget mana mendaki pula), kita sampai juga di hotel yang ternyata benar ada bukan fiktif. Kabar baiknya: hotel itu nggak ada tamu lain selain gue. Kabar baiknya lagi: itu malam Jumat. What a perfect combination.


Acaranya baru besok dan sore itu gue sampai hotel sudah mau maghrib. Untungnya gue enggak tahu sama sekali kalau Banyuwangi pernah dijuluki Kota Santet sampai gue dengar dari Pak Bupati-nya sendiri di acara. Jadi gue nggak terlalu yang takut-takut banget menempati kamar yang ada di ujung dekat tebing, yang di depannya ada pohon duren dan di belakangnya langsung sawah dan hutan belantara dengan pohon kelapa. Kamarnya luas. Kasurnya ada dua. Berharap semoga ketika gue tidur dan bangun besok pagi, gue tidak menemukan ada orang lain yang tidur di kasur sebelah. 

Tapi sebenarnya yah masih mending orang sih. Daripada setan.

Perjalanan ke Jiwa Jawa Ijen naik motor (tentunya setelah ban motor menapak di jalanan beraspal) ternyata enak juga. Aroma khas pedesaan dengan udara yang segar yang nggak akan bisa didapatkan kalau lo berkendara setiap pagi melewati Mampang Prapatan (yang wow selalu macet karena metro mini dan kopaja penyebar racun hitam penuh nista berenti sembarangan). Udara siang itu belum terlalu dingin (tidak seperti bayangan gue kirain bakalan dingin wow banget di Ijen) tapi juga enggak panas-panas banget. Setelah duduk manis dari jam 12 siang di lokasi, acara pun dimulai jam setengah 3 sore.

Memang tidak ada yang lebih indah dari membuang-buang waktu. Thank you very much.

Agak sedikit bete dan kelaparan gue siang itu. Untungnya pas sesi mbak Fira Basuki seru banget. Dengan cara bicara dan logat Surabaya medoknya, acara itu jadi makin hidup. Dia juga humble banget! Beda level memang penulis dengan 33 buku yang sudah diterbitkan dan best seller kalau dibandingkan dengan selebgram yang baru terkenal satu-dua tahun terakhir (siapa). Mbak Fira Basuki membuka acara itu dengan satu statement yang langsung bikin perhatian semua orang tertuju pada dia.

"Saya udah dari sononya gila. Waktu saya masih kecil, kalau orang-orang ngeliat kursi kayak gitu ya cuma cuma kursi, tapi saya suka ketawa-ketawa sendiri karena saya ngeliat kursi itu kayak naga."


DAMN. DAAAAAAMNNNN! Enggak satu atau dua kali juga lho gue mengalami hal seperti itu. Oke mungkin gue tidak melihat sebuah kursi sebagai naga. Tapi gue selalu merasa ada orang di sebelah gue yang setiap hari ngajak gue ngobrol dan selalu minta ditanggepin. Gue selalu merasa semua benda-benda yang ada di sekitar gue bisa mendengarkan dan bisa diajak bicara. Itulah kenapa gue selalu memberi nama semua benda yang selalu gue bawa ke mana-mana kayak handphone dan motor. Handphone gue namanya Jeno. Motor gue namanya Daniel. Gue sudah gila? Ya. Terima kasih.

Di situlah Mbak Fira Basuki melanjutkan bahwa untuk menjadi penulis, seseorang harus bisa berimajinasi.

"Ada orang yang terlahir sebagai penulis. Ada yang jadi penulis karena belajar. Imajinasi bisa jadi tulisan? Bisa. Nggak ada yang melarang kita untuk berimajinasi dan jangan takut untuk berimajinasi. Yang jadi masalah mungkin karena kita hidup di sini (Indonesia) yang seirngkali imajinasi bentrok dengan masalah budaya. Hampir semua dibuat sesuai dengan realitas. Giliran ada yang imajinasi malah jin dan tuyul. Imajinasi yang aneh-aneh malah kurang di sini," katanya.

Tentu saja berimajinasi pun tidak selalu mudah buat semua orang.

Nggak semua orang bisa duduk di McDonald's Kemang pada suatu malam minggu dan memerhatikan dua orang (satu laki-laki dan satu perempuan) masuk bergiliran lalu antre berurutan di kasir, lalu di pikirannya muncul sebuah adegan ketika si cowok berbalik ketika pesanannya sudah jadi, dia menabrak si cewek lalu minuman si cowok tumpah dan baju si cewek basah dan akhirnya si cowok panik lalu si cewek agak kesal lalu pergi ke toilet, lalu si cowok ngikutin dan nungguin di luar, lalu pas si cewek keluar, si cowok minta maaf dan akhirnya mereka malah makan bareng dan berlanjut ke malam minggu malam minggu berikutnya.

Apalagi di usia kita yang sudah bukan lagi remaja kayak sekarang, rasanya berimajinasi itu tuh kayak gak realistis. "Mending lo kerja deh cari uang buat nikah dan beli rumah daripada ngayal terus." paling digituin sama netizen maha benar. Padahal kan dari imajinasi itu kalau disertai dengan kemampuan menulis yang mumpuni juga bisa jadi uang. Ya paling nggak itu yang terjadi pada seorang Fira Basuki. 

"Karena ada juga yang menulis dengan tujuan komersil. Karena mereka butuh uang dan yang dia bisa cuma menulis. Yang dia suka cuma menulis. Selain passion, saya juga menulis untuk mencari nafkah. Apapun yang saya lakukan berhubungan dengan tulis menulis," lanjutnya.

Bahan tulisan yang datang dari imajinasi itu pun pada akhirnya bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah kok! Kalo udah banyak nanti tinggal tampar itu orang yang tadi nyuruh berhenti menghayal pakai emas batangan.

Selain imajinasi, ide untuk menulis juga bisa dari mana-mana. Datang dari sekeliling kita, dari sekitar kita. Kalau kita mau membuka mata dan melihat dengan lebih dekat (lha jadi kayak lagu Petualangan Sherina), ada banyak hal yang bisa kita pakai untuk jadi inspirasi menulis. Setiap orang punya sudut pandang yang berbeda ketika dia melihat sesuatu. Sama seperti Mbak Fira yang melihat kursi seperti Naga dan gue melihat masa depan gue seperti gumpalan kabut. Pengalaman pribadi juga bisa lho jadi bahan tulisan. Seperti tulisan ini misalnya kan juga dari pengalaman pribadi. Nah tapi, kalau menurut Mbak Fira, kalau mau menulis novel atau buku dari pengalaman pribadi, sebaiknya dibatasi hanya buku pertama saja.

"Karena sampai kapan sih pengalaman diri sendiri bisa meneruskan nafas menjadi seorang penulis?" katanya.

Ya meski demikian, pengalaman kan bisa dibuat, direncanakan, dan dicari juga. Mbak Fira sangat mendorong kita untuk menciptakan sebuah pengalaman baru sebagai cara untuk mencari ide. Kita harus eksplor pengalaman dan pengetahuan kita. Jangan mengurung diri dalam sebuah kotak atau ruangan yang sempit. Jangan menunggu ilham untuk menulis dengan mengurung diri di kamar. Pergi ke luar. Cari sesuatu yang baru. Coba makanan baru. Lihat sesuatu yang tidak pernah dilihat sebelumnya. Perbanyak baca dan nonton. Ciptakan sebuah pengalaman seru dari perjalanan-perjalanan yang tak terduga juga bisa jadi sebuah ide tulisan yang oke. Sekali lagi, nggak semua orang punya pengalaman yang sama. Itu sudah jadi modal nulis banget kan?

Nah, ketika ide dan imajinasi sudah tercipta, bagaimana bisa konsisten untuk menciptakan tulisan?

Jawabannya dengan membiasakan diri menulis di waktu tertentu. Jadwalkan setiap hari. Jalani dengan rutin.


"Saya biasanya nulis di malam hari dan habis bangun tidur. Kita harus commit dengan waktu kapan kita harus menulis ini. Ini bisa dilatih. Kita tentukan waktu terbaik untuk menulis itu seperti misalnya pas bangun pagi. Setelah bangun, langsung duduk di depan laptop, ketik satu kata saja. Kalau hari ini enggak bisa, coba lagi besok, tulis satu kata lagi. Kalau enggak bisa juga, lakukan lagi di waktu yang sama," kata Mbak Fira.

Nah, mau nulis apa? Bebas. Suka-suka lo deh. Yang penting lo nulis dan tidak berujung nonton YouTube atau lanjutin drama Korea yang semalam belum kelar ditonton.

"Lama-lama kalau diri kita dilatih kita akan mencintai kata-kata. Kata-kata itu nantinya akan muncul sendiri. Ini sama kayak pedekate gitu lho. Kita harus meluangkan waktu untuk menulis. Waktu itu juga harus dicari," kata Mbak Fira lagi.

Nah, buat yang memang belum terbiasa menulis dan ingin rutin menulis, bisa mengikuti tips dan trik dari Mbak Fira Basuki ini. Buat penulis baru yang memang ingin jadi penulis seperti dia, kalau kata Mbak Fira sih penulis baru memang harus menentukan tujuannya dalam menulis itu apa. Nah untuk tujuan itu sendiri ada beberapa nih:

1. Kebutuhan

Menulis karena kebutuhan biasanya dilakukan oleh orang yang terlahir sebagai penulis. "Misalnya saya," kata mbak Fira, "Kalau saya nggak nulis kepala saya pusing. Ini fakta. Jadi kepala saya penuh kata-kata dan itu sudah dari sananya," lanjutnya. 

2. Berbagi

Menulis karena ingin berbagi juga bisa jadi tujuan seseorang. Misal karena dia punya pengetahuan yang luas. Misalnya dia sudah S3 dan menulis untuk berbagi ke murid-muridnya. Atau misalnya seorang kakek yang ingin berbagi kisah hidup ke cucunya. Atau sesimpel kayak gue yang suka nge-blog gini dan berbagi apa yang disampaikan oleh Mbak Fira waktu itu.

3. Kenang-kenangan

Menulis karena ingin meninggalkan kenang-kenangan juga bisa jadi sebuah tujuan. Karena ada lho ibu-ibu yang menulis memoar untuk ditinggalkan buat anak-anak mereka.

4. Nama

Menulis untuk membuat namanya berkibar? Iya banget. Ini adalah tujuan juga. Seseorang ingin jadi penulis bisa jadi karena dia ingin dikenal namanya setelah dia tiada. Dia ingin orang kenal karyanya.

5. Komersil

Seperti yang sedikit sudah disinggung di atas, menulis karena tujuan komersil pun ada. Dan ini tentunya jadi tujuan akhir semua penulis (sepertinya). Karena seseorang butuh uang dan yang dia bisa cuma menulis, yang dia suka menulis, ya dia nulis. Menulis buku adalah passion yang berujung ke pencarian nafkah. 

Nah, lo yang baru mulai nulis, apa tujuan lo?

---

 
Follow Me/KaosKakiBau in everywhere!
Watch my #vlog on YouTube: KaosKakiBauTV (#vron #vlognyaron)
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram / roninredconverse / roningrayscale
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)
Photos from personal library.

Share:

0 komentar