I Promised You The Moon


Nungguin tanggal 27 Mei 2021 adalah hal ketiga yang paling mendebarkan sepanjang satu bulan kemarin. Sebelum kita masuk ke situ, mungkin ada baiknya gue kasih tahu dulu apa hal pertama dan keduanya. Walaupun nanti pas lo udah tahu hal ketiganya apa, lo pasti akan kayak, “Anjing! APAAN SIH LU RON?!” gitu deh gue yakin. Kata “anjing”-nya boleh disensor kalau lo adalah penganut paham aku-tidak-boleh-mengumpat-sebelum-karena-itu-dosa.

Hal pertama yang paling mendebarkan buat gue sepanjang Mei 2021 adalah tanggal 3 karena itu adalah hari ulang tahun gue. Gue nggak tahu kenapa tapi setiap tahun rasanya selalu berdebar menunggu pergantian dari tanggal 2 Mei ke tanggal 3 Mei. Mau bagaimana pun gue berusaha untuk mengabaikan dan tidak menghiraukannya, gue tahu hari itu tanggal 2 Mei dan gue tahu besok tanggal 3, jadi gue tetap deg-degan. Yang lebih mendebarkan lagi sebenarnya karena tahun ini gue genap berusia 30. Aneh banget rasanya... jujur, mungkin ini adalah awal dekade paling aneh dalam hidup gue. Jelas gue nggak inget apa yang terjadi ketika gue berulang tahun yang ke-10, dan gue samar-samar mengingat hari ulang tahun gue yang ke-20. Memasuki usia 30 tuh antara penasaran sama apa yang akan terjadi dan tidak ingin itu benar-benar terjadi. Semacem gue pengin terjebak aja di usia 24 atau 25 gitu so I’ll be forever young. Tapi gue kemudian sadar betapa menyebalkannya hidup gue di usia itu dengan segala kegalauan dan tetek bengek soal kasih tak sampai (HALAH AHHAHAHAHA) jadi gue pikir, oke, gue akan menyambut 30 seperti gue menyambut 20 saja.

KTP boleh 30, tapi kalo gue bilang gue 20, ya gue 20.

(yagitu)

(maksa)

Hal kedua yang paling mendebarkan sepanjang Mei 2021 adalah tanggal 29 karena hari itu, akhirnya, setelah setahun penuh nggak ke Bandung, gue bisa ketemu sama temen-temen gue. Ada tiga orang teman di sana yang biasanya kalau nggak pandemi rutin gue samperin sampai mungkin lima kali setahun? Either gue yang ke Bandung atau mereka yang ke Jakarta. Tentu saja selama pandemi kita pernah video call seperti kebanyakan orang tapi entah kenapa gue merasa video call itu lebih melelahkan untuk dilakukan daripada ketemu langsung. Walaupun ketemu langsung sebenarnya sangat berisiko karena kita masih ada di kondisi pandemi dan gue berangkat dari kota wisata COVID-19 bernama Jakarta, tapi alhamdulillah sejauh ini belum ada abnormalities. Semoga jangan ya...

Pandemi dan COVID-19 adalah salah satu yang bikin tanggal 29 Mei jadi mendebarkan. Tapi hal lain juga sebenarnya karena gue sesayang itu sama orang-orang ini dan gue merasa kayak, ada satu sudut di hati gue yang selalu, gimana ya ngejelasinnya, tergelitik? Ya mungkin kayak gitu. Tergelitik dan rasanya enak banget gitu kalau ketemu mereka. Basically selama tiga hari kegiatan kita mostly di kamar hotel doang dan pesen makan berkali-kali. Tahu kan, kegiatan-kegiatan nggak bermakna yang tetap terasa sangat menyenangkan dan melegakan gitu. Mereka mungkin bakal muntah kalo baca tulisan ini tapi mereka bukan pembaca blog gue jadi gue bebas ngomong di sini: I love them so much. Mungkin mereka adalah perwujudan dari karma baik yang pernah gue lakukan selama ini.

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHHAAHA MEMANGNYA UDAH JADI ORANG BAIK LU?! GEER AMAT @RONZZY.

Jadi, apa hal ketiga yang paling mendebarkan selama Mei 2021 itu? Ada apa dengan tanggal 27 Mei 2021?

Serius deh lo bisa kok close tab abis ini karena setelah ini isinya hanyalah racauan gue soal sesuatu yang mungkin lo nggak akan suka.

27 Mei 2021 itu adalah episode pertama I Told Sunset About You 2 – I Promised You The Moon.

WKKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWKW KAN UDAH GUE BILANG SANGAT TIDAK PENTING MEMANG BUAT LO SEPERTI HALNYA KESELURUHAN INI BLOG INI.

Tapi ini penting buat gue.

Well, yeah, kind of.

Mungkin kalau lo cuma baca blog ini tapi nggak mengikuti bacotan gue di Instagram, Twitter, atau di podcast, lo nggak ngeh soal ini. Jujurly(?) gue memang belum pernah spesifik bikin posting-an soal series ini di blog. Sebelumnya gue pernah bikin curhatan soal soundtrack-nya tapi mungkin itu nggak terlalu detail juga soal apa sih sebenarnya I Told Sunset About You ini. Tapi gue sering memang menyinggung judul ini (mungkin suatu saat gue menulisnya sebagai ITSAY) di beberapa posting-an sejak gue mulai mengenal genre bi-el Thailand.

Oke, gue tahu, mungkin akan ada sebagian orang yang “HAH APA DEH?! KOK?!” gitu. I get it. Tapi (hehehe tetep akan membela diri) sebenarnya sama aja kayak semua orang. Seperti halnya orang-orang yang tidak nonton drama Korea tapi kemudian mereka ngikutin The World of The Married atau Start-Up selama pandemi 2020 kemaren. Gue baru menemukan sub-genre yang ternyata punya fans sangat massive (hell yeah, this is a whole new level fandom wkwkwkwkwkwkw) dan gue penasaran apa sih yang bikin mereka sebenarnya sebegitunya.

:)

Lalu ketika gue cari tahu lebih banyak, sebenarnya yang ditawarkan sama aja kayak orang-orang pada umumnya yang suka lihat Amanda Manopo sama Arya Saloka; kayak Baekhyun sama Taeyeon; kayak Ariel sama Luna Maya. Konsepnya sama, cuma kemasannya aja yang beda.

Terima kasih Sarawat-Tine.

Jadi, selama pandemi 2020 gue akhirnya nonton 2gether dan cari tahu tontonan serupa dengan judul berbeda sebagai pembanding, untuk melihat ada gak sih yang lebih bagus eksekusinya, dan gue menemukan beberapa. Tapi nggak sedikit juga yang kayak... ya Allah... gue nonton ini beneran deh, kalau gue fans mereka gue akan suka-suka aja, tapi karena gue nonton karena ingin mendapatkan “sesuatu” dari ceritanya gitu, tontonan-tontonan itu bukan yang gue cari. Simply not for me aja.

Sampai gue nonton The Shipper, yang gue sangat sangat sangat merekomendasikan lo buat nonton (tapi tolong tahan sama semua product placement yang ada di sepanjang series-nya); dan I Told Sunset About You.

Dua series ini adalah yang terbaik dari yang terbaik yang pernah gue saksikan sepanjang pandemi 2020. Since gue baru banget kenal sama sub-genre ini, gue cukup berbahagia karena ternyata ada tayangan yang bagus yang disajikan di sub-genre ini.

The Shipper sama I Told Sunset About You buat gue sama-sama di posisi #1 cuma karena genre mereka berbeda. The Shipper lebih ke 70% komedi 30% drama, kalau I Told Sunset About You kayak 10000000000000000000000000000000000000% drama.

*merengek in Thai di puncak Pha Phun Dao*

Gue bisa menghabiskan seharian penuh kalo diajak diskusi soal series ini tapi yang bisa gue katakan dalam satu kalimat sederhana adalah: ini series bagus banget.

Gue nggak pake penekanan lebay dalam kalimat yang gue tulis setelah titik dua di atas. Karena kalau gue mencoba untuk memberikan tekanan dalam kalimat itu, orang-orang pasti akan mikir kalau gue berlebihan dan gue udah bias dan semacamnya. Yes, of course gue bias, tapi biasanya gue bias sama yang bagus. Kalo yang nggak bagus biasanya sih gue skip WKKWWKWKKWKWKWK. Tapi kalo Fish Upon the Sky ini mungkin lebih ke karena tontonan receh dan fresh yang gue suka aja gaya dan kemasannya. Tapi ceritanya sih sebenarnya B aja (sejauh ini). Gue lanjut nonton supaya gue bisa memutuskan apakah memang bagus atau tidak. Nah kalau 2gether mungkin bisa jadi bias. Karena mereka gerbang raikantopeni gue.

Kenapa gue suka banget sama I Told Sunset About You?

Ada beberapa alasan dan izinkan gue untuk membandingkan dengan beberapa judul series serupa yang gue tonton selama ini (dan ini mungkin katalognya sangat sedikit karena gue nonton cuma karena keikutan tren atau karena film/tayangan itu lagi dibicarakan saja; seperti 2gether).

Jadi setelah nonton 2gether, gue nonton Sotus, TharnType (gue nonton sekuelnya terus muak banget asli gue setop di episode 2), Sotus S, The Shipper, lalu I Told Sunset About You (setelah ITSAY gue nonton A Tale of Thousand Stars [yang ini gabagus maaf] sama Fish Upon the Sky [yang ini receh dan receh dan mayan dan mayan sejauh ini]).

Beberapa judul di atas sudah pasti menampilkan cerita yang berbeda (walaupun kayaknya ada beberapa hal yang terasa sama kayak stereotip alpha male dalam karakternya yang harus bisa main musik atau suka olahraga misalnya), kesamaannya cuma satu: eksekusi produksi.

Koreksi gue kalau gue salah ya buat yang tahu.

Judul-judul di atas diproduksi buat keperluan televisi. Jadi ada hal-hal yang mungkin terasa sangat “sinetron banget” atau “FTV banget” gitu. Kalau kata salah satu temen gue, “ini mah bahkan lebih bagus FTV kita kali” gitu. Awalnya gue juga sangat komplain soal eksekusi itu karena menurut gue sebenarnya dari segi cerita aja deh, premisnya nggak semuanya jelek kok. Tapi balik lagi kalau udah ngomongin soal eksekusi kan tergantung kebutuhan ya. Kalo kata Abimana Aryasatya dalam sebuah episode video di YouTube Vincent-Desta, yang kurang lebih kalau gue simpulkan begini: lo nggak bisa menggunakan metode akting buat film di sinetron, dan sebaliknya. Apa yang ditampilkan di sinetron, kenapa sinetron akting orang-orangnya kayak gitu ya karena kebutuhannya buat sinetron di televisi, lihat juga siapa yang nonton.

Ya tergantung kebutuhan saja intinya mah.

Dari judul-judul yang gue tulis di atas, secara cerita gue suka perkembangan karakter Kongpob di Sotus dan nggak suka banget sama Arthit karena menurut gue terlalu denial dan nyebelin. Tapi lebih nggak suka lagi sama temen-temennya Arthit/Kongpob sih kayak semuanya kok baik-baik aja gak ada yang julid. Nggak ada tim kontra di universe ini dan universe semua series yang gue sebutin di atas. Kecuali I Told Sunset About You.

Well, walaupun pada akhirnya juga sih sebenarnya semua orang di ITSAY fine-fine aja, tapi setidaknya mereka menampilkan setiap karakter tuh berproses dan membuat semuanya jadi make sense lewat proses itu.

Secara cerita sebenarnya gue lebih suka Sotus S karena lebih complicated. Tapi, buat ukuran orang yang sudah pacaran bertahun-tahun, Arthit sama Kongpob terlalu kaku. Sekuel itu seolah-olah latar waktunya tuh cuma berselang sebulan setelah mereka pacaran, bukan tiga tahun (atau berapa tahun gitu). Tapi gue suka bagaimana Sotus S memberikan homage buat penonton yang suka banget sama series pertamanya lewat epilog di setiap episode. Tapi sekali lagi Sotus S beneran kayak sinetron eksekusinya. Plek. Tak. Dung. Das.

Pas nonton TharnType gue agak kaget karena ternyata jauh lebih striaghtforward untuk urusan adegan-adegan dewasa. Tapi setelah gue banyak ngobrol sama temen-temen (perempuan) yang suka nonton tayangan di genre ini, sebenarnya elemen ini yang justru dicari dan dinantikan. Ngerti kan, kayak lo udah nge-ship dua orang dan lo pengin mereka ada momen banget yang mesra bahkan intim berdua. Itulah yang pada akhirnya bikin fans 2gether (gak semua, tentu saja) nggak suka ketika nggak ada adegan intim yang “berlebihan” (baca: yang mereka tunggu-tunggu) dari Sarawat dan Tine. Karena pas gue baca novelnya (WKWKKWKWKW IYA GUE BACA NOVELNYA FOR SCIENCE AND RESEARCH WKWKWKWKKWKWKW), adegan intim Sarawat dan Tine itu kayaknya emang jadi bagian paling penting dari keseluruhan cerita.

TharnType kayak menghidupkan imajinasi penonton soal novelnya dan menampilkan apa yang dihadirkan di novelnya ke layar. Tapi di samping semua adegan intim itu, secara cerita gue suka TharnType karena ada lebih banyak emosi dan masalah di sana. Bukan cuma sekedar ada orang ketiga yang datang dan disalahpahami kayak 2gether (dan Fish Upon the Sky, ih sebel banget asli, gajelas). Di TharnType, orang ketiga tuh beneran datang tujuannya buat ngancurin. Makanya gue bilang striaghtforward aja udah.

TharnType season 2, di sisi lain, agak too much. Gak jelas. Gue berusaha menangkap inti ceritanya apa dan apa yang ingin ditampilkan dalam cerita ini tapi 2 episode pertama yang gue tonton isinya adalah adegan-adegan mesra fan service yang sebenarnya kalo nggak ada juga nggak apa-apa, kalau ditampilkan nanti dan jadi bagian dalam cerita pun sebenarnya juga nggak masalah, nggak harus yang terburu-buru buat menarik perhatian gitu. Kenapa gue bilang too much, soalnya ada adegan mereka making out di kamar mandi kafe. DI KAMAR MANDI KAFE. KAYAK NGGAK BISA PULANG DULU??????????????????????????????

Ya oke tentu saja ini adalah pendapat pribadi. Kalau emang lo suka ya gapapa. Tapi, ya, tolonglah, kalo bisa pulang dulu kan lebih enak dan lebih jaga martabat mamak dan bapak gitu lho @THARN @TYPE.

Oh sama ini, kenapa mereka sudah tujuh tahun tinggal bareng tapi masih mempermasalahkan soal siapa nyetrika baju siapa? Maksud gue kayak, itu tuh obrolan di tahun pertama nggak sih? Kenapa setelah tujuh tahun lo baru mempermasalahan soal setrikaan sih guys.

Ahem. Ya maafin aku hanyalah netizen guys. Di sini ngerti kan sebenarnya gue tuh udah bias banget.

Gue udah nulis banyak banget soal The Shipper di blog ini dan lo bisa baca itu kalau lo penasaran sama ceritanya.

Nah, I Told Sunset About You ini, menurut gue punya kemasan yang berbeda. Kalau yang lain dibuat ala sinetron dan FTV, yang ini kemasannya kayak film yang dipecah-pecah jadi beberapa bagian. Nggak usah nonton sampe abis deh, lo nonton aja 10 menit pertama maisng-masing judul yang gue tulis di atas lalu di akhir lo tonton 10 menit pertama I Told Sunset About You. Lo udah bisa kok ngerasain bedanya.

Tone warnanya bagus banget gue suka, hangat seperti cinta pertama (dan ya ceritanya memang tentang cinta pertama). Cara mereka menampilkan cerita dan konflik persahabatan/cinta dalam series ini benar-benar memuaskan banget dan cukup detail gue bilang. Kita dimulai dengan versi anak-anak dari dua karakter utamanya, Teh dan Oh-aew, kenapa mereka berteman dan kenapa mereka tidak berteman lagi. Lalu di tahun terakhir SMA mereka bertemu lagi dan akhirnya mencoba untuk berteman lagi walaupun pada akhirnya sangat canggung. Kecanggungan di sini terasa bener-bener nyata. Sesuatu yang gue rasa sangat masuk akal dirasakan oleh anak seusia mereka.

Teh dan Oh-aew juga punya latar belakang keluarga yang berbeda dan dijelaskan sepanjang perjalanan cerita (di TharnType S1 cerita soal keluarga masing-masing diceritakan juga, The Shipper justru ini yang jadi inti ceritanya tapi kemasannya bener-bener menipu, sementara di 2gether dan Sotus gue nggak terlalu ingat soal itu karena fokusnya ke love story antara dua karakter utamanya). Dari latar belakang keluarga yang berbeda ini kemudian banyak banget hal yang bener-bener membuat Teh dan Oh-aew ini clash. Tapi itu pun sebenarnya cuma sepercik saja dari keseluruhan cerita di season pertamanya.

I Told Sunset About You menampilkan kisah cinta yang nggak terburu-buru. Bahkan kalau menurut gue, akhir cerita di season 1-nya nggak lebih penting daripada perjalanan ceritanya. Ketika lo nonton ini ada banyak banget hal yang bikin lo suka/benci Teh, bikin lo simpati/antipati sama Oh-aew, lo akan terhubung dengan mereka dan berusaha berpikir dari sudut pandang mereka: dua anak SMA yang hectic banget sama urusan ujian masuk universitas tapi di saat yang sama mereka juga sedang berusaha untuk mencari kejelasan soal identitas seksual mereka. Itu yang gue nggak dapet dari series lain yang gue jelasin di atas (termasuk The Shipper).

Di I Told Sunset About You, Teh diceritakan suka sama Oh-aew tapi bukan berarti Teh kemudian percaya diri dengan perasaan itu dari awal. Kasarnya dia nggak terlahir dengan identitas seksual yang dia pilih tapi ada proses untuk mencapai titik di mana akhirnya Teh yakin dengan identitas seksual dia. Oh-aew juga gitu, walaupun sebenarnya Oh-aew lebih percaya diri dibandingkan Teh. Di sini Teh yang lebih banyak pergulatan batin. Jadi selama satu season itu, lo diajak buat menyelami jalan pikiran Teh, tindakan-tindakan, dan pengorbanan-pengorbanan dia sampai akhirnya ketika sampai ke titik klimaks, lo akan sakit sesakit-sakitnya.

Yang gue suka lagi adalah semua pemeran pendukung di ITSAY ini punya purpose. Nggak cuma sekedar tim hore. Gue suka banget sama karakter Hoon (abangnya Teh) sama ibunya Teh. Menurut gue dunia ini butuh lebih banyak orang seperti mereka. Dan karakter yang sebenarnya gue agak-agak gak suka tapi gue suka dan penting adalah Tan. Di sini Tan (perempuan) adalah pacarnya Teh yang membuat karakter Teh dan perjalanan dia menuju ke titik coming out tuh jadi semakin nendang.

Di samping itu, adegan-adegan di ITSAY ini cantik banget. Hal-hal subtle yang ditampilkan di setiap episode bikin lo kagum deh. Estetik Phuket yang mereka perlihatkan juga bikin gue pengin ke Phuket ASAP sih! Dan yang pasti, lo nggak akan mendengarkan backsound bervolume luar biasa kenceng di sepanjang episode seperti yang semua series yang gue sebutin tadi lakukan (termasuk The Shipper, tapi The Shipper termaafkan karena ceritanya bagus banget sampe akhir).

Semua yang gue tulis di sini nggak akan masuk akal kalau lo nggak nonton, sebenarnya. Karena gue juga nggak jago nulis review jadi yaudah gue tulis apa adanya aja yang ada di kepala gue. Tapi semoga lo bisa merasakan excitement gue soal seriesnya sih, soalnya itu juga yang bikin gue jadi skeptis sama season 2.

Sejujurnya gue nggak pengin ceritanya dilanjutin lagi. Menurut gue, ITSAY tuh udah lelah banget. Roller coaster emosinya bener-bener najis banget ya Allah capek. Makanya ketika sudah masuk episode terakhir, gue sebagai penonton merasa sangat lega dan berterima kasih akhirnya kita tiba di penghujung jalan ini dan tolong jangan ada lagi drama di antara kita.

Kadang-kadang, konsep ending happily ever after itu nggak perlu dilanjutin. Udah sampai situ aja. Karena kalo dilanjutin pasti ada aja deh nanti drama lainnya.

Walaupun ya nggak realistis juga sih. Semua cerita dongeng yang berakhir dengan “mereka hidup bahagia selamanya” kan juga pasti ada cerita sebelum selamanya itu.

Tapi gue nggak mau tahu.

Jujur.

Karena gue udah capek. WKWKWKWKWKWKKWKWKWKW.

Alasan lain kenapa gue akhirnya jadi skeptis adalah karena bisa jadi, proyek sekuel ini dibuat untuk fan service. Yang berarti ada kemungkinan bahwa penggarapannya nggak akan sebagus yang pertama. Lihat saja yang mereka lakukan pada TharnType. Nah bisa jadi juga ada kemungkinan season 2 dibuat ya cuma buat tujuan komersil aja. Biasanya kalau udah kayak gini, udah mulai deh tuh goyang dari segala penjuru. Cerita bisa jadi nggak jelas lagi, kesannya kayak dipanjang-panjangin, jadi nggak masuk akal, yang pada akhirnya membosankan dan bikin image season 1-nya jadi jelek.

(Halo Still 2gether hehe)

(But yeah gue nonton semua episodenya dengan harapan gue bisa dapat yang lebih gitu eh tapi ternyata engga) (ini beneran kena jebakan betmen)

Dan lalu, gue tiba di tanggal 27 Mei 2021 dan gue nonton di LINE TV (pake VPN, tanpa subtitle) episode 1 dari I Promised You The Moon. Inilah hari yang gue tunggu-tunggu itu! INILAH SAATNYA! Meskipun gue skeptis, tapi ayolah jajal dulu aja siapa tahu menjanjikan.

Dan gue nggak ngerti mereka ngomong apa.

LHA YA IYALAH ORANG GAK ADA SUBTITLE.

*buka Vimeo*

*masukin nomor kartu kredit*

*nonton dengan engsub*

*tersedak*

*tercekik*

*menggelinjang diagonal*

*menangis lucu*

*menghapus air mata dengan lengan baju*

Gue nggak expect, GUE NGGAK EXPECT, kalau ini semua akan terjadi. Gue tetap dengan pikiran bahwa gue nggak butuh season 2 dan gue sudah mengakhiri roller coaster ride itu di akhir season 1 tapi setelah nonton episode 1 season 2 gue yang... nyessss...

Mereka tetap bisa mempertahankan estetik yang sama yang ditampilkan di season 1, cuma bedanya sekarang Teh sama Oh-aew ada di Bangkok bukan di Phuket. Warna yang ditampilkan masih hangat dan yang pasti baik Teh maupun Oh-aew sudah sama-sama “dewasa”. Dalam artian mereka berdua sudah menemukan cara untuk bisa menjalani pacaran selama beberapa lama dan udah nggak lagi secanggung di season 1. Walaupun setelah gue pikir-pikir lagi mungkin terasa terlalu cepat progress hubungan mereka, tapi yang pasti dari ending season 1 ke episode 1 season 2 ada perbedaan secara karakter dan juga vibe dari masing-masing karakter. You can still see Teh and Oh-aew dari season 1 di season 2 ini tapi berkembang.

Mereka juga masih tetap mempertahankan eksekusi “yang nggak kayak sinetron” itu di season 2 dan itu bikin lo yang udah nonton season 1-nya jadi merasa season 2 ini akan sebagus season 1-nya (walaupun kayaknya sih ini lebih ke karena bias ya kalo gue).

Adegan-adegan yang ditampilkan sepanjang episode 1 season 2 juga nggak banyak yang receh. Semua adegan ada di situ karena memang dibutuhkan. Karena kita memasuki dunia yang baru buat masing-masing karakter, dunia yang baru itu pun berusaha dijelaskan secara padat dalam satu episode. Karena sepanjang season ini mereka akan menceritakan empat tahun di kampus, jadi kayaknya nggak akan ada terlalu banyak basa basi. Nah itu justru yang bikin gue penasaran bagaimana mereka akan membawa cerita di season 2 ini sampai akhir.

Ada banyak banget adegan favorit di episode 1 season 2:

1. Adegan Teh dianter ke asrama sama ibunya. Wah... WAH.... YA ALLAH... udahlah ini mah ya, yaudah, nangis kopi kenangan gue.

2. Adegan ketika Oh-aew disuruh Teh tutup mata ketika nonton teater supaya dia bisa ngeliat Teh di atas panggung setelah lampu mati saat dia membuka mata, lalu di akhir episode ini Oh-aew melakukan hal yang sama tapi dia nggak ngeliat Teh setelah dia membuka mata. Pengen gue tonjok rasanya dinding sebelah gue tapi gue tahu gue akan kesakitan jadi gue urung melakukannya.

3. Adegan ketika Oh-aew nangis pas ngejelasin maksud dari namanya yang terinspirasi dari minuman khas Phuket. WAH... buat orang yang pernah ada di posisi itu, merantau jauh dari orangtua dan tempat lahir/kita dibesarkan, homesick tuh perasaan paling nggak enak deh. Gue ngerti banget gimana kesepiannya Oh-aew sebagai maba (walaupun sebenarnya dia termasuk enak sih soalnya bapaknya kaya jadi di Bangkok dia tinggal di apartemen mewah gitu nggak di kosan pinggir kali Mampang kayak gue) ditambah lagi Oh-aew tuh nggak punya temen pada saat itu.

Mereka menggambarkan hectic-nya mahasiswa baru dari “kampung” ke kota dengan cara yang sangat realistis dan yang paling penting sebenarnya berproses jadi semuanya masuk akal gitu. Sama yang paling penting lagi sebenarnya mereka masih tetap mempertahankan kualitas produksi yang gue lihat di sepanjang season 1 sih.

Jadi sejauh ini suuzon gue dan skeptisnya gue soal I Promised You The Moon masih belum benar-benar terbukti. Gue nggak bilang kalau ini pasti akan bagus, tapi sejauh ini Nadao masih “melindungi” produk original mereka sebagai sebuah karya yang memang layak untuk ditonton dan kita pun nggak merasa rugi ngeluarin uang buat nonton.

Semoga sampai akhir season 2 gue masih bisa bilang dengan suara lantang: IN NADAO WE TRUST.




Share:

0 komentar