Semantic Error (2022): Simpel, Renyah, Ringan


Simpel. Renyah. Ringan.

Tiga kata ini yang pertama kali kepikiran ketika gue selesai nonton 8 episode Semantic Error. Sebuah serial pendek-pendek yang nggak perlu mikir panjang untuk memulainya (karena semua orang kayaknya ngomongin ini dan gue sebagai masyarakat yang gampang terbawa arus pergaulan juga harus mencoba menyaksikannya agar jadi relevan), juga nggak perlu menunda-nunda buat menyelesaikannya. Durasi yang singkat per episode membuat Semantic Error terasa sangat enak buat ditelan mentah-mentah tanpa harus berspekulasi banyak hal tentang karakternya atau cari tahu lebih banyak kenapa si ‘ini’ begini dan kenapa si ‘itu’ begitu. Kapan terakhir lo nonton drama Korea tanpa benar-benar berpikir? Terima kasih Twenty-Five Twenty-One yang sudah mengeruk isi kepala gue selama beberapa pekan lalu mengacaukan semuanya dengan ending yang paling tidak menyenangkan sepanjang sejarah Hallyu di Indonesia.

Bercerita tentang Chu Sangwoo (Park Jae Chan), mahasiswa nerd yang kelihatannya masih bocah banget karena kurang jauh mainnya. Hidupnya sangat teratur mulai dari bangun jam berapa, sikat gigi jam berapa, sampai kampus jam berapa, beli kopi jam berapa, dan semua hal yang dia lakukan di episode-episode awal drama ini menjelaskan banget kalau dia adalah gambaran dari seorang mahasiswa jurusan komputer lengkap dengan baju flanel kotak-kotaknya. Saking tertutupnya Sangwoo dengan dunia luar, dia selalu pakai topi hitam untuk menutupi kepala dan sebagian wajahnya. Sebisa mungkin dia nggak berinteraksi sama siapapun yang ada di sekitarnya karena dia lebih suka sendirian dari pada ada di tengah keramaian. Dan semua orang di kampus tahu itu karena dia salah satu mahasiswa kritis yang pinter, juga karena dia satu-satunya orang yang berani nantangin para senior freeloader aka mahasiswa gabut yang cuma numpang nama di makalah tapi nggak pernah ngerjain tugas bareng.

Jang Jaeyoung (Park Seo Ham) adalah kebalikan dari Sangwoo. Dia populer, agak bad boy, punya banyak teman dan mudah bergaul, pemalas meski sebenarnya dia berbakat dalam bidang yang sekarang dia geluti yaitu desain. Di hari perayaan pamerannya yang sukses dan baru saja dinyatakan lulus, kelulusannya dibatalkan karena Sangwoo yang spill the tea kalau dia nggak pernah datang mengerjakan tugas kelompok. Karena ini Jaeyoung dendam banget ke Sangwoo sampai ngintilin Sangwoo supaya si anak ini berubah pikiran dan mau membantunya agar bisa dinyatakan lulus lagi.

Sisa ceritanya bisa ketebaklah seperti apa. Dari benci jadi cinta, dari dendam jadi kangen, dari ketus-ketusan jadi manis banget kayak gula jawa direndem di air tebu terus disiram madu dan dicocol ke maple syrup.

Dari satu episode ke episode lain kita sebagai penonton sudah tahu cerita ini akan dibawa ke mana, kita sudah tahu akhirnya seperti apa, kita sudah tahu bahwa dua orang ini pasti akan bersatu di akhir. Tapi itu nggak membuat kita berhenti di tengah-tengah dan menggerutu lalu bilang “Alah, udah ketebak ending-nya!”

Semantic Error memasangkan pemeran utama yang fresh, yang sebenarnya kalau lo ngikutin grup K-Pop ‘nugu’ atau dalam bahasa Podcast KEKOREAAN grup UMKM (grup yang baru debut dan masih nggak tahu bakal populer atau balik modal atau nggak dan bisa dibubarkan kapan aja karena mereka nggak menghasilkan uang buat manajemen), lo mungkin udah akrab dengan wajah Seo Ham dan Jae Chan. Gue personally baru tahu mereka (berturut-turut) mantan member KNK dan (masih) member DKZ (Dongkiz). Baru tahu ketika drama ini banyak yang bicarakan. Meski begitu, akting mereka berdua nggak terasa seperti pendatang baru.

Entah karena Jae Chan aslinya memang kayak gitu atau memang dia jago akting, tapi apapun itu, setelah menyaksikan 8 episode ini agak susah membayangkan karakter Sangwoo diperankan oleh orang lain. Jae Chan menang banget di vibe nerd, belum dewasa, terombang-ambing, dan masih bingung dengan perasaannya sendiri. Sebagai orang yang nggak terlalu banyak bergaul, Sangwoo digambarkan sebagai sosok anti-sosial yang benar-benar canggung. Jadi ketika ada orang yang mendekatinya, dia akan langsung merasa tidak nyaman. Tapi setelah dia nyaman, dia nggak akan mau jauh-jauh dari orang itu. Apa istilahnya? Tsundere?

Seo Ham di sisi lain memerankan tipikal cowok first lead di drama Korea yang dominan. Dia tegas, percaya diri, agak sedikit kasar tapi sebenarnya perasa, seseorang yang bisa mendapatkan perhatian dari semua orang tapi tentu saja dia nggak akan langsung dapat perhatian dari orang yang dia suka. Dan kalau dia sudah suka sama seseorang, dia akan mengejarnya sampai dapat.

Sangwoo dan Jaeyoung punya sisi positif dan negatif masing-masing.

Di awal gue nggak terlalu suka dengan karakter Jaeyoung karena itu tadi, kebanyakan cowok di drama Korea tuh kayak gitu, kasar-kasar tapi minta disayang. Di awal, gue suka banget sama karakter Sangwoo karena siapa yang nggak demen sama nerd yang baik hati, rajin gosok gigi dan olahraga, juga juara kelas?

Tapi Sangwoo nggak sesempurna itu ketika sudah dihadapkan dengan hal-hal serius lain dalam hidup (selain belajar) yaitu perasaan. Yang gue nggak suka dari karakter ini adalah dia hanya mengandalkan logika tanpa mengerti perasaannya sendiri.

Kabar baiknya adalah, Semantic Error hanya 8 episode dan satu episode cuma 20 menit, jadi lo nggak perlu waktu terlalu lama untuk bertahan dan geregetan dengan sikap denial-nya Sangwoo. Dengan jumlah episode dan durasi yang sebegitu, memang nggak akan bisa menyelami terlalu dalam ke personality masing-masing karakternya. Seperti misalnya kenapa Sangwoo tinggal sendiri? Sejak kapan dia punya kecenderungan OCD? Kenapa dia bisa jadi gay? Krisis identitas seperti apa yang dia alami sampai akhirnya dia yakin bahwa dia gay? Atau pertanyaan-pertanyaan seperti kenapa dia selama ini nggak sadar kalau kopi hitam kalengan itu rasanya emang nggak enak? Pertanyaan yang kurang lebih sama juga tentu saja muncul buat Jaeyoung. Tapi apakah kita perlu menjawab semuanya?

Jawabannya nggak.

Tapi apakah dengan tidak adanya latar belakang itu ceritanya jadi membosankan?

Nah itu tergantung apakah lo penikmat sub-genre ini atau bukan.

Sebenarnya gue nggak mau menyebut BL sebagai sebuah sub-genre tersendiri karena, ayolah, ini udah waktunya kita menyaksikan cerita seperti ini sebagai kisah cinta pada umumnya, bukan sesuatu yang harus dikategorikan lagi.

Sebagai penikmat drama Korea romansa, Semantic Error cukuplah jadi menu berbuka puasa. Bukan sesuatu yang berat untuk dikunyah, ditelan, lalu dicerna. Semacem paduan antara air putih dan tiga butir kurma. Cukup memuaskan meski gue yakin, lo pasti mau lagi dan lagi.

Semantic Error bisa ditonton di Viki tapi mungkin kamu butuh VPN buat bisa nontonnya karena nggak available di regional Indonesia.



Share:

0 komentar