Gue nggak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan gue ketika melihat penampilan 'El Dorado'. Gue bener-bener takjub! Walaupun gue nggak teriak atau mengekspresikannya secara verbal saat itu, tapi di dalam hati dan pikiran, gue sudah melakukan gerakan mencakar-cakar dinding, gelindingan di jalan menanjak Meda - Berastagi yang gue lewatin Desember kemarin. Saking bahagianya.
"Mungkin gini kali ya, bedanya nonton konser dengan serius, ketimbang dateng ke konser dan sibuk motret? Feel-nya beda aja gitu..." gue ngomong sendiri. Untung nggak ada yang denger.
Gue jadi inget waktu 'The Lost Planet', bahkan sejak awal lagu, gue udah ngeluarin kamera buat motret. Hampir ketangkep tapi malah jadi aman karena banyak yang pingsan. Sampai akhirnya gue sadar kalau ternyata gue banyak sekali melewatkan momen di panggung karena terlalu fokus sama viewfinder kamera. Dan fokus nyari Suho berdiri di mana, Baekhyun pergi ke mana.
Yah, memang merekam di kepala, memasukkannya ke dalam bola-bola memori seperti 'Inside Out', lalu digelindingkan ke bagian long term memory memang lebih berkesan ketimbang merekam dengan kamera sendiri.
Kadang-kadang.
Karena memang nggak ada salahnya, memanfaatkan zoom kamera ketika mereka tampil di panggung utama. Karena jaraknya cukup jauh dari jarak pandang mata. Zoom kamera bisa sangat membantu. Atau kalau misalnya terlalu riskan mengeluarkan kamera, apalagi kalau misalnya lo berhadap-hadapan dengan security di depan pager, bisalah diakalin pake teropong.
Selesai 'El Dorado', EXO udah keliatan kepanasan. Kulitnya udah mengkilat-kilat karena keringet. Ketika formasi 'El Dorado' bubaran, gue langsung nyari-nyari Suho. Kocak! Mukanya udah basah, pipinya kayak merah-merah gitu macem kepiting rebus karena kepanasan, mulutnya monyong-monyong karena ngos-ngosan. Sesekali mengernyitkan jidat, menarik hidung(?) ke atas dan nyengir tanpa sengaja. Suho lalu berjalan gontai ke arah depan panggung, nyari-nyari boks berisi tisu dan air minum. Bahkan ketika dia berjalan mendekat aja rasanya nggak bisa teriak.
Nggak berani, soalnya sendirian. Jadinya jaim.
Semuanya berasa kayak deja vu.
Semua memori yang terjadi di 7 September 2014 itu muncul lagi di kepala gue waktu gue, Sam, Marcel dan Bunga duduk di barisan terdepan di Standing Pen C. Ini tiket yang kami dapet memang ajaib banget. Ajaib banget sampai-sampai kita sendiri speechless. Mungkin kalau dijual, gue bisa beli tiket buat nonton yang di Jakarta kali. Tapi boro-boro kepikiran buat ngejual itu tiket. Udah nggak sabar buat masuk ke Singapore Indoor Stadium!
Berada di antrean terdepan tanpa perjuangan menginap semalaman seperti yang terjadi di Lapangan D Senayan dua tahun yang lalu ini rasanya bener-bener aneh. Rasanya kayak nggak perlu khawatir sama apapun. Hectic-nya nonton konser sama sekali nggak berasa. Gue emang sih, enggak pernah beli tiket yang langsung pake nomor antrean di konser di Jakarta. Tapi gue bisa ngebayangin akan kayak apa dari pengalaman di Singapura ini.
Gue adalah orang pertama yang berhadapan dengan petugas yang melakukan pemeriksaan tas. Tapi nggak dimacem-macemin, setelah itu gue buru-buru masuk ke venue. Kembali deja vu. Astaga... ini persis dua tahun yang lalu. Masuk ke lokasi konser, berlari-lari kecil menuju depan panggung, sementara suasana di sekitar masih kosong melompong. Bedanya, nggak ada adegan teriak-teriak nyari temen dan memastikan bahwa mereka sudah dapat posisi terbaik. Nggak ada adegan ngangkang-ngangkang di depan panggung demi nge-tag tempat buat mereka.
Kali ini lebih kasual... Sementara di 2014 tuh kayak...
Dito sudah ngangkang-ngangkang di depan pagar demi buat ngetag-in tempat untuk kami. Gue menyusul dan akhirnya kita ngangkang bareng.
Masih jelas banget di kepala gue gimana rasanya ngeliat panggung pertama kali dari depan. Gimana suasana Lapangan D Senayan yang akhirnya hanya tinggal beberapa jam lagi akan diisi oleh teriakan dan lighstick silver.
Masih jelas di kepala gue gimana sore itu semua orang pada fight demi posisi yang paling enak. Gimana gue ngangkang nggak karuan. Gimana gue hectic nyariin temen-temen gue.
"MBAK DEA MANA MBAK DEA! KAK DEWI KEI MANA KAK DEWI KEI!" gue teriak kayak udah stres banget. Sambil ngangkang.
Nggak ada yang jawab sama sekali orang nggak ada yang kenal siapa itu mbak Dea, Kak Dewi sama Kei kecuali gue sama Dito. Dito pun yang udah kayak menbung jadi nggak peduli siapa ngomong apa juga udah dicuekin.
Sekitar enam atau tujuh menit baru deh mbak Dea, Kak Dewi sama Kei masuk dan gue bisa berhenti ngangkang. Kak Tari kemudian menyusul masuk dan ambil tempat di sebelah gue sama salah satu temennya. Kak Ashya sama Dito dan kak Icha. Semua temen yang antre bareng sejak semalem udah berada di tempat terbaiknya di depan pagar. (Selengkapnya di sini)

Waktu gue SMA, nggak ketahuan nyontek pas ujian itu adalah keberuntungan. Suatu hari ketika gue masih TK, dikasih uang kembalian setelah beliin tetangga tepung terigu di toko pinggir jalan adalah sebuah keberuntungan. Waktu jadi mahasiswa, lulus dengan nilai C dan nggak harus ngulang mata kuliah yang sama di semester selanjutnya itu adalah keberuntungan. Dan pas kerja sekarang, bisa libur sehari aja nggak mikirin kerjaan juga sebuah keberuntungan.
Sebagai fans KPop, mendapatkan sesuatu yang berhubungan dengan sang idola, apapun itu, besar atau kecil, penting atau sepele, juga adalah sebuah keberuntungan.
Gue nggak sengaja ketemu dengan seseorang yang sangat dermawan di showcase BTOB di Berastagi bulan Desember tahun lalu (cerita soal ini akan ditulis di artikel yang berbeda). Dan ngomong-ngomong soal keberuntungan, mungkin kondisi gue saat itu bisa masuk kategori yang kalo kata orang-orang "dapat durian runtuh". Atau kalau gue lebih suka menyebutnya sebagai "rejeki yang memang sudah jadi jatah gue". Gue dikasih tiket nonton 'The EXO'luXion' di Singapura.
Waktu dia nyebut kata-kata "satu tiket", "buat kamu" sama "nanti aku kasih", gue kayak diem selama beberapa detik. Bengong. Hah ini apa iya kuping gue nggak salah denger? Soalnya beberapa hari belakangan waktu itu suka berdenging karena sedang demam. Setelah lama bengong akhirnya gue disadarkan oleh cipratan air hujan.
"Hah ini serius?"
"Mana sini LINE kamu, nanti aku kabari via LINE ya,"
Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan?
NIKMAT TUHAN YANG MANAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA?????????????????
