• Home
  • Explore Blog
    • K-Pop
    • EXO
    • Concert Experience
    • GMMTV's The Shipper Recap
    • Film
    • Self Reflection
    • My Trips!
      • New York Trip
      • Seoul Trip
      • Bangkok Trip
      • London Trip
  • Social Media
    • YouTube
    • Twitter
    • Instagram
    • Facebook
    • Email Me
  • My Podcasts
    • Podcast KEKOREAAN
    • Podcast ngedrakor!
  • NEW SERIES: 30 and Still Struggling
kaoskakibau.com - by ron

Minggu siang, 7 Juli 2019, gue sedang goler-goler di kamar sambil kepanasan. Jakarta panas banget hari ini. Kipas angin udah ada di level tertinggi dan kalau lebih tinggi lagi mungkin gue akan meninggal karena masuk angin. Tapi di level tertinggi ini pun gue belum bisa menyelamatkan hawa panas yang masuk dari pori-pori dinding, sela-sela ventilasi, celah di bawah pintu, dan lubang kecil di jendela kamar. Gue nggak ngerti lagi pokoknya hari ini Jakarta panas banget. 

Kondisi kesehatan gue belum membaik. Seminggu terakhir gue sedang mengidap penyakit aneh. Penyakit yang... gue sendiri nggak tahu apakah beneran penyakit atau hanya nyeri otot biasa. Soalnya dada gue sakit banget. Dada kiri. Gue agak parno karena dada kiri kan jantung ya. Jadi pikiran gue tuh suka ke mana-mana. Lagipula, sebelum hari ini, sekitar seminggu yang lalu kurang lebih gue periksa ke dokter dan pada hari gue periksa itu, sakit dada gue tuh kayak berlebihan banget. Dipegang dikit nyeri luar biasa. Bahkan nggak usah dipegang pun udah nyeri bukan kepalang. Tapi dokter meyakinkan gue kalau masalahnya bukan karena sakit jantung atau apapun yang serius. Ini murni karena masalah otot. 

“Iya soalnya saya memang baru mulai olahraga gitu dok,” kata gue. 

“Oh olahraganya apa? Angkat beban?” tanya dokternya. 

“Enggak dok. Hehe. Olahraga saya lari. Hehe,” 

Bagus atau jeleknya sebuah film itu tergantung dari siapa yang nonton dan siapa yang menilai. Gue paling nggak suka banget sekarang ngebaca review-review soal film A jelek atau film B bagus, atau berapa skor yang dimiliki sebuah film di situs-situs rating seperti IMDB dan Rotten Tomatoes. Yang orang bilang jelek kadang-kadang menurut gue bagus-bagus aja (kayak Dark Phoenix misalnya). Tapi yang orang bilang bagus kadang-kadang malah gue anggap jelek. Jadi balik lagi ya penilaian orang kan beda-beda ya.


Belum lama ini gue melihat beberapa orang di Twitter berdebat soal "nonton film sendiri di bioskop". Ada sebagian orang yang merasa nonton sendirian adalah sebuah aib yang seharusnya enggak diumbar-umbar. Apalagi di zaman sekarang ini di mana orang-orang bebas memberikan komentar apa saja buat siapa saja yang mereka temukan di dunia maya. Nggak jarang komentar tersebut menyudutkan, menyalahkan, bahkan memberi kesan kalau mereka yang nonton sendirian itu adalah orang-orang yang kesepian, nggak punya temen, atau seperti yang banyak muncul di kolom komentar Thread KASKUS: jones alias jomblo ngenes.

Pertama-tama gue mau bilang dan mau mengklarifikasi bahwa nggak ada salahnya nonton sendiri. Karena, hey, gue sebagai orang yang mempraktikan kegiatan "nonton film sendiri" sudah merasakannya. Nggak perlu malu atau pun merasa berkecil hati soal itu. Jujur aja, gue nonton sendiri kadang-kadang karena memang gue butuh waktu sendiri. Gue butuh momen menikmati apa yang gue tonton sendiri. Kadang ada waktu-waktu di mana mood-nya lagi nggak mau bersosialisasi dan mau berdiskusi dengan diri sendiri soal apa yang ditonton. Tipikal introvert. Apakah itu membuat gue terlihat kesepian? Ya mungkin aja karena apa yang orang lihat kan cuma berdasarkan penampilan luarnya aja. Hak merekalah buat nge-judge you based on your looks. Tapi deep down inside kan lo nggak kesepian.

Apakah gue nonton sendiri karena gue kesepian? Karena gue nggak punya temen? Karena gue jomblo ngenes?

Jawabannya nggak.

Untuk beberapa genre film kayak animasi atau drama memang lebih seneng kalau nonton sendirian. Gue lebih suka merasakan dan menikmati excitement setiap adegan yang gue tonton sendirian. Karena gue suka banget film drama dan adegan-adegan cheesy, kadang-kadang kalau nonton sama temen gue suka kesel kalau mereka udah mulai komentarin adegan-adegan kayak gitu dengan "Apaan sih!" gitu.

Kalau nonton film horor gue lebih suka sama temen karena rame dan bisa teriak bareng. Kalo nonton horor sendiri gue suka jaim teriaknya. Tapi kalau ada temen jadi ada alasan untuk berteriak lebih kencang. Tapi paling nggak suka nonton horor sama temen yang kebanyakan bahas filmnya daripada nontonnya. Apalagi kalau udah nonton film Indonesia. Setiap adegan dibahas. Kayak nggak ada waktu nanti abis nonton aja gitu. Pernah pas nonton 'Dreadout' temen gue ini bawel banget setiap adegan dikomentarin, dijelek-jelekin, akhirnya karena merasa terganggu gue pindah duduk aja. Dan berujung nonton sendiri di barisan depan yang memang kosong.

Lo memang punya hak buat nge-judge mereka yang nonton sendirian sesuka lo. Tapi lo nggak bisa menyalahkan kalau mereka memang lebih suka nonton sendiri daripada ditemenin sama orang yang nggak satu frekuensi sama mereka. Lo punya hak nge-judge, mereka juga punya hak nonton sendiri. 

Hehe


Siapa yang nggak tahu kegemerlapan daerah Kemang, di Jakarta. Daerah yang punya nama seperti buah Kemang ini jadi salah satu daerah elit di Jakarta yang biasanya jadi tempat favorit buat menghabiskan akhir pekan bersama keluarga atau bisa juga jadi tempat hangout remaja-remaja masa kini bareng sama temen-temen gaul mereka. Ibarat sebuah kota penuh hiburan, lo juga bisa memilih tempat mana yang ingin lo kunjungi di kawasan ini. Ada berbagai macam tempat tongkrongan tersedia di sini, makanya itu Kemang jadi daerah yang banyak disukai. Salah satu tempat yang gue rekomendasikan untuk didatangi adalah The Edge Kemang. The Edge Kemang merupakan sebuah restauran mewah yang ada di Kemang yang menyediakan banyak banget santapan mulai dari makanan khas Asia, Western, dan pilihan grill pun ada.

Kali ini gue akan membahas apa-apa saja yang bisa lo temukan di The Edge Kemang ini. Penasaran? Cek terus sampai bawah!


“Weekend ini Red Velvet nih, Dit!”

Gue misuh-misuh di kantor ke Dita, temen sebelah meja gue. Partner gue di Podcast KEKOREAAN yang hey sekarang sudah ada di Spotify! (Klik di sini untuk mendengarkan) Hehehe. Seperti biasa, Dita nggak menaruh perhatian penuh ke gue karena dia memang anaknya pekerja keras. Matanya nggak berpaling dari laptop dan kupingnya masih disumbat headset. Jelas dia nggak dengar apa yang tadi gue bilang ke dia. Udah biasa. Dita emang anaknya gitu.

Gue nggak bisa bilang gue 100% siap untuk nonton Red Velvet di lapangan somewhere in BSD ini karena gue sama sekali enggak tahu daerah situ kecuali Stasiun Rawa Buntu dan ICE. Sementara acaranya akan dimulai malam hari dan itu berarti kelarnya pasti jelang tengah malam. Sebenarnya sudah ada rencana di kepala gue. Rencana yang tinggal diamalkan saja dengan perbuatan. Niatnya sudah ada dan sudah terasa matang: gue pesan penginapan dekat situ, datang ke penginapan sekitar jam empat atau jam lima sore, kemudian beres-beres sedikit lalu pergi ke lokasi acara mepet-mepet aja supaya nggak terlalu lama menunggu. Gue yakin akan ramai banget. Bukan hanya karena ini Red Velvet, tapi karena ini konser gratisan. Nggak akan ada yang mau menyia-nyiakan kesempatan emas untuk menonton Red Velvet tampil di atas panggung, menyanyikan lagu-lagu hits mereka, tanpa dipungut biaya.

Tapi Ron adalah Ron. Tingkat kemagerannya melebihi kepercayaan dirinya dan kepastian soal masa depannya.

Gue selalu membayangkan seperti apa nonton konser di Bangkok. Kata temen-temen gue yang sudah sunbaenim untuk urusan konser-konser Kpop di Bangkok, kota ini adalah salah satu yang paling seru dan heboh. Yang gue lihat dari fancam-fancam dari dulu juga kayak gitu. Selalu ada sesuatu yang seru dan kadang bikin iri soal konser Kpop di Bangkok. Gue sendiri nggak pernah nonton EXO di sini. Atau grup apapun. Karena saking serunya konser di Bangkok, seringkali tiketnya juga susah didapatkan kalau dibandingkan dengan tiket di Malaysia dan Singapura. Tapi ini sebenarnya asumsi gue doang karena gue sendiri belum pernah mencoba ticketing online untuk konser di Bangkok. Tapi pas di Malaysia dan Singapura, gue pernah beli tiket EXO dan gue dapat. Makanya gue bilang ticketing di dua negara itu nggak terlalu susah. Malah kata gue lebih convenient daripada sistem ticketing di Indonesia yang servernya selalu lemah. Benci banget sih sama ticketing Westlife kemarin. Sucks abis.

Ketika akhirnya gue dapat kesempatan nonton konser di Thailand, gue pun nggak sabar untuk berada di antara penonton yang katanya seru itu. Penonton yang katanya heboh itu. Gue nggak sabar mau teriak dan seru-seruan sama mereka meski gue nggak kenal mereka. Gue nggak sabar mau menggila dengan baju Pikachu yang sudah gue bawa dari Jakarta ini.

Ya, tapi, itu hanya imajinasi gue. Karena ternyata penonton yang ada di sekitar gue sama sekali nggak seru. Diem semua kayak lagi dengerin ceramah ustad di pengajian. Nggak ada yang nyanyi sama sekali bahkan ketika IU lagi nyanyi lagu paling populer yang pernah dia rilis.

APA APAAN INI?! 

Sebelum lanjut, baca dulu:

Bangkok Bagian 1: Mimpi Buruk di Pesawat
Bangkok Bagian 2: Selamat Datang di Sukhumvit

Bangkok Bagian 3: City Tour Si Pemalas yang Kesepian
 

Walaupun gue anaknya sangat suka menyendiri, tapi gue paling benci dengan perasaan-perasaan kesepian dan seperti nggak punya siapa-siapa di dunia ini.

Ketika menyendiri bukan berarti lo kesepian. Memilih menyendiri biasanya ada alasannya. Mungkin lo ingin berpikir. Dalam kasus gue seringkali karena gue merasa lelah harus berkomunikasi dengan orang-orang atau berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Gue pernah nonton video YouTube soal Introverted Person, hal ini wajar terjadi karena sebenarnya orang introvert itu nggak selalu 100% nggak suka bergaul. Mereka hanya kadang-kadang butuh waktu untuk re-charged tenaga mereka dengan diam dan menyendiri. Karena terlalu banyak berkomunikasi dan berinteraksi bisa melelahkan buat mereka. Itulah yang sering gue rasakan.

Perasaan-perasaan kesepian dan merasa nggak punya siapa-siapa ini totally nggak sehat karena bisa memicu perasaan-perasaan lain seperti merasa tidak berharga atau nggak diinginkan dalam pergaulan misalnya. Perasaan-perasaan seperti ini bisa berujung depresi. Ini adalah tanda-tanda depresi buat yang belum tahu. Begitu yang gue baca di Kompas beberapa minggu yang lalu. Tapi sialnya, gue sering merasa seperti itu. Perjalanan ke Bangkok itu adalah salah satunya.

You see, this should be a fun trip. ONCE AGAIN! Tapi gue terkadang nggak bisa mengatur pikiran gue sendiri. Harusnya sore itu gue menikmati kesendirian di Siam Square dengan memperhatikan orang-orang, melihat interaksi antara anak-anak dengan orangtua mereka, berdiri diam di tengah plaza hanya untuk menjadi saksi pasangan-pasangan yang sedang mabuk asmara. Biasanya gue bisa menikmati kesendirian ini dan menggali banyak sekali inspirasi dari situ. Tapi sore itu gue merasa sangat kesepian. Gue kembali menyalahkan chat itu. Chat terkutuk itu. Chat yang harusnya nggak gue kirim. Obrolan yang seharusnya tidak terjadi.

Sebelum lanjut, baca dulu:

Bangkok Bagian 1: Mimpi Buruk di Pesawat
Bangkok Bagian 2: Selamat Datang di Sukhumvit

Gue lupa naruh sikat gigi dan odol di ransel waktu packing dan malas untuk membongkar koper setelah gue tiba di ruang kedatangan dan menuju imigrasi. Gue paling nggak suka sama rasa di mulut kalau abis terbang dan baru mendarat. Buat lo yang sering atau pernah naik pesawat dan terbang lebih dari sejam atau dua jam pasti ngerti deh maksud gue. Rasanya di mulut tuh lebih nggak enak dari bangun tidur bahkan setelah delapan jam. Biasanya di tas gue ada permen tapi kali ini beneran gue nggak nemu apapun. Mood gue masih belum balik rupanya. Gue masih shock sama mimpi yang tadi. Dengan mata yang masih kriyep-kriyep dan kesadaran masih belum seratus persen, gue berjalan gontai menuju ruang terminal kedatangan. Gue memutuskan untuk ke toilet untuk cuci muka lagi, kumur sedikit supaya mulut agak nyaman, lalu bergegas ke imigrasi yang antreannya sudah mengular. Karena gue tadi ketiduran sampai jelang mendarat, gue nggak kebagian kartu kedatangan yang harus diisi dan diserahkan ke imigrasi sebelum keluar dari Bandara. Gue bengong agak lama memperhatikan orang-orang yang juga sama kayak gue, belum punya kartu, untuk tahu mereka akan menuju ke mana dan minta kartunya ke siapa. Gue lagi nggak mood buat bertanya-tanya sama siapapun soal kartu ini jadi gue hanya bisa mengamati dan memperhatikan saja. Ada satu ibu-ibu yang jalan menghampiri seorang perempuan muda berambut pendek dan berseragam, oh pastilah mbak-mbak ini yang megang kartunya.

Sebelum lanjut baca dulu Bangkok Bagian 1: Mimpi Buruk di Pesawat; klik di sini.

“Can I have two?” kata gue dalam Bahasa Inggris. Mbaknya ngasih dua. Gue sengaja minta dua karena gue tahu pasti yang pertama akan ada kesalahan dalam pengisian. Karena seringkali kejadian kayak gitu jadi gue sudah mengantisipasinya daripada bolak balik minta. Mana lagi gue sedang tidak dalam kondisi mental yang stabil hahahaha dan bener aja, ketika gue melakukan pengisian form pertama ada kesalahan yang gue buat di nama gue sendiri. DI NAMA GUE SENDIRI. Gak paham lagi deh. Setelah mengulang pengisian, gue buru-buru antre dan menuju ke imigrasi. Bersyukur banget keluar imigrasi di negara-negara ASEAN enggak terlalu intimidatif. Beda sama UK atau US. Ngeri banget deh feel-nya beneran kayak tertekan banget. Jarang banget ada petugas imigrasi yang bener-bener ngajakin ngobrol gitu. Tapi terakhir gue ke Korea, gue nemu mbak-mbak petugas imigrasi yang kayaknya suka Kpop juga. Soalnya waktu itu dia nyuruh gue buat ngelepas case paspor gue yang di dalamnya terselip satu tiket konser EXO dan banyak sekali stiker karakter EXO dari album EX’ACT yang gue dapat dari Andi.

“You like Kpop?” dia nanya kayak gitu dalam proses gue nempelin sidik jari.

“Yes. That sticker is EXO,” gue tembak aja, in case she is wondering.

“You like EXO?” dia nanya lagi.

“A lot,” jawab gue.

Cuti gue 0. Kok bisa?

“Seinget gue tahun ini gue udah spare beberapa hari supaya Februari 2019 gue bisa ambil cuti buat ke Korea lagi. Kok ini sekarang 0?” Gue membatin sambil memandang layar laptop kantor yang sengaja gue nggak kasih nama supaya nggak nyaman dan nggak baper kalau nanti pisah. Semua barang-barang pribadi gue kasih nama. Laptop gue namanya Junmin dan sekarang udah nggak ada gunanya kalau dibawa ke kantor karena nggak akan bisa dipakai kerja. Kantor gue membatasi akses internet buat laptop kantor aja, laptop pribadi nggak akan bisa terhubung ke jaringan. Pernah gue punya laptop di kantor gue yang sebelumnya dan gue kasih nama Leonardo disingkat Leo. Pas kita pisah gue baper. Untung nggak sampai nangis sih.

Layar laptop kantor masih gue pandangin sambil mikir. Apa memang cuti gue sudah habis dan gue salah perhitungan? Sialnya memang gue nggak nge-track sisa cuti gue sendiri sih. Biasanya orang-orang akan mengkopi surat cuti mereka supaya mereka bisa menghitung sendiri berapa sisa yang mereka punya. Sementara gue hanya mengandalkan ingatan gue yang kadang-kadang untuk hal seperti ini nggak ada gunanya.

“Mungkin lo pernah unpaid tapi keitung cuti kali pas dulu lo pulang Lebaran atau apa gitu? Mungkin peraturannya kalau cuti masih sisa, nggak boleh unpaid,” kata salah satu teman gue yang duduknya beberapa kursi di sebelah gue.

Harusnya peraturan itu dijelasin dari awal dong. Gue membatin lagi. Atau sebenarnya mungkin sudah dijelasin tapi gue yang nggak denger? Gue nggak tahu juga.

Gue coba mengingat-ingat kapan saja gue ngambil cuti sepanjang 2018. Yang bisa gue ingat hanya beberapa hari cuti di bulan Mei waktu gue harus pulang untuk memperpanjang SIM dan ngurus pelat motor. Juni pas Lebaran dan Agustus waktu Lombok kena gempa. Tapi di antara beberapa hari cuti itu juga ada yang unpaid. Jadi harusnya masih ada sisa beberapa hari dan nggak mungkin sampai nol gini. Mungkin apa yang dibilang sama temen gue itu bener. Mungkin waktu itu unpaid leave gue keitung cuti juga. Jadinya nggak ada sisa sama sekali sekarag. Hmmm... Kalau Desember ini aja udah nol, itu berarti gue nggak akan punya spare cuti untuk dibawa ke Februari tahun depan. Itu berarti rencana ke Seoul....

Tiba-tiba gue merasa pening. Kepala bagian kanan gue agak nyut-nyutan.

Please, not again!
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Hey, It's Me!



kpop blogger, kpop podcaster, social media enthusiast, himself


Author's Pick

Bucin Usia 30

Satu hal yang gue sadari belakangan ini seiring dengan pertambahan usia adalah kenyataan bahwa gue mulai merasakan perasaan-perasaan yang ng...

More from My Life Stories

  • ▼  2024 (5)
    • ▼  Maret (2)
      • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
      • I Know..., But I Dont Know!
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2022 (12)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2021 (16)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2020 (49)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (34)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (48)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2012 (98)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (19)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (101)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (25)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2010 (53)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (17)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (7)

Podcast ngedrakor!

Podcast KEKOREAAN

#ISTANEXO

My Readers Love These

  • 'Sexy, Free & Single' Music Video: Review Saya!
  • Are You Ready for Your SM Global Audition Jakarta?
  • EXO CHEN! Siapa Member Lainnya?
  • EXO MAMA MV: Review Saya! [PART 1]
  • Crazy Little Thing Called Love: REVIEW
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.

Smellker

Instagram

#vlognyaron on YouTube

I Support IU!

Copyright © 2015 kaoskakibau.com - by ron. Designed by OddThemes