Biru

"Maret lagi..."
Suara Rina memecah keheningan pagi itu. Dia baru sampai di sekolahnya. Hanya ada dia dan seorang laki-laki bernama Vino­--Putra seorang anggota dewan yang mengklaim dirinya sebagai keluarga terkaya di kota kecil itu.
"Ada apa dengan Maret?" tanya Vino. Dia melirik ke sekeliling kelas yang kosong sebelum akhirnya pandangannya berhenti di wajah Rina.
"Blue tidak begitu menyukai bulan Maret,"
Blue adalah nama sahabat Rina yang juga teman sekelasnya di SMA itu.  Vino menyukai Blue sejak pertama kali pindah dari sekolah lamanya ke sekolah Rina.
"Blue? Kenapa dia tidak menyukai bulan Maret?"
"Banyak hal yang dibencinya dari bulan ini..."
"Apa itu?"
"Ayahnya meninggal empat tahun yang lalu di bulan Maret, setahun kemudian ibunya ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi rumahnya. Setelah itu Blue tinggal bersama dengan nenek dan kakeknya, tetapi Maret tahun lalu, rumah tempat tinggalnya itu terbakar dan membunuh kakek juga neneknya..."
"Benarkah?"
"Ya... begitulah, dia jadi agak membenci bulan Maret. Maksudku, benar-benar membencinya, bukan agak benci..."
"Aneh... setahuku, dia juga lahir bulan Maret kan?"
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku melihat datanya di ruang tata usaha beberapa hari yang lalu. Aku menyukainya, ingat?"
"Ya... ya... dan kau pikir kau bisa melakukan apa saja di sekolah ini karena kau orang paling kaya di kota?"
"Bukan begitu... maksudku, aku sudah berusaha untuk tahu lebih banyak tentang Blue. Apakah itu salah?"
"Tidak, tidak salah, hanya terdengar sedikit menyeramkan. Seperti penguntit..."
"Ah..."
Hening sebentar. Sepertinya seisi kelas tidak akan penuh sebelum jam delapan lewat.
"Kenapa kau datang sepagi ini?" tanya Rina pada Vino.
"Agar para bodyguard itu tidak mengikutiku. Mereka masih tidur,"
"Aku baru tahu bodyguard juga boleh tidur, bukankah mereka seharusnya siap menjaga selama dua puluh empat jam penuh?"
"Ya kalau mereka ingin tampang mereka terlihat seperti zombie. Maksudku, yang seharusnya bertugas mengantarku sekolah pagi ini yang tidur,"
"Oh... Aku tidak tahu, maaf. Hidupku sudah susah bahkan hanya untuk mengerti kesulitan hidupmu..."
"Hey, Rina. Aku punya rencana Maret ini, apa kau mau membantuku?"
"Apa?"
"Aku akan menyatakan cinta pada Blue, bagaimana menurutmu?"
"Aku tidak yakin..."
"Kenapa?"
"Ini Maret..."
"Lalu?"
"Kau tidak mengerti? Blue sangat menghindari apapun yang berhubungan dengan bulan ini,"
"Ah... dia tidak bisa menghindari pertambahan usianya kan? Itu berarti aku masih punya kesempatan..."
"Maksudmu?"
"Ya, aku akan menyatakan cinta pada hari ulang tahunnya,"
"Aku tidak tahu apa hubungan antara dua hal itu,"
"Aku juga..." kata Vino tertawa. "Kau mau membantuku?"
"Baiklah..."

***

Esoknya sepulang sekolah, Vino mengejar Blue sebelum Blue keluar gerbang sekolah.
"Hey!"
Blue tidak menoleh.
"Biru! Hey!"
Blue berhenti dan memutar kepalanya.
"Vino?"
"Hey, apa kabar?"
"Hah? Kita baru saja selesai mengerjakan tugas bersama di kelas dan kau baru menanyakan kabarku?"
"Well, konteksnya sudah berubah. Sekarang aku bertanya kabarmu secara pribadi,"
"Oh ya? Lucu sekali. Kabar baik, bagaimana denganmu?" Blue melihat ke sekeliling halaman depan sekolah. Di depan gerbang sudah menunggu enam orang berpakaian hitam dan berbadan tegap. "Masih menjadi anak manja?" Blue tertawa.
"Kalau aku bisa memilih untuk pulang bersamamu dan berjalan kaki, aku akan mengambil jalan itu. Tapi... belakangan ini ada saingan bisnis ayah yang menaruh dendam pada keluarga kami dan mengancam akan melakukan hal buruk..."
"Bukankah ayahmu pejabat di daerah ini? Aku tidak tahu kalau dia juga pebisnis?"
"Yeah, ayahku sekarang direktur utama sebuat perusahaan provider seluler,"
"Wow... pantas..."
"Apa?"
"Pantas saja hidupmu tidak pernah bebas,"
"Maksudmu?"
"Yeah, kebanyakan orang-orang sepertimu selalu merasa was-was jika keluar rumah. Tidak pernah merasa aman,"
"Aku tahu, itulah sebabnya mereka selalu bersama ku,"
Blue tertawa.
"Kalau begitu, aku pulang dulu. Aku harus membereskan beberapa hal di rumah,"
"Tunggu," Vino menahan Blue dengan menarik tangannya. "Lusa hari ulang tahunmu, kan? Boleh aku mengajakmu makan malam?"
Blue mematung. Ulang tahun...
"Maaf?"
"Aku ingin mengajakmu makan malam di hari ulang tahunmu, kau mau?"
"Errr... maafkan aku, Vino, aku tidak merayakan ulang tahun,"
"Kenapa?"
"Kau tidak perlu tahu, sebaiknya sekarang kau pulang saja. Sampai jumpa besok!"

***

"Kau yakin?" tanya Rina ketika pagi itu sekali lagi hanya dia dan Vino sudah ada di sekolah. Hari ini hari ulang tahun Blue dan Vino sudah siap dengan rencananya untuk menyatakan cintanya pada Blue.
"Tentu saja... kita akan membuat lapangan basket ini penuh dengan bunga. Blue menyukai mawar kan? Aku sudah menyiapkannya..."
Vino memanggil beberapa orang bodyguard yang membawa banyak sekali karung berisi mawar beraneka warna.
"Karung? Kau menaruh semua bunga mawar itu di dalam karung? Kupikir kau orang kaya..." Rina mengejek.
"Aku tidak tahu harus bagaimana... Aku seharusnya menggunakan apa?"
"Bodoh... sudahlah jangan dibahas. Sebaiknya segera lakukan kegiatan mengotori lapangan sesuai dengan rencanamu. Aku akan menelpon Blue dan memintanya untuk datang setengah jam lagi,"
"Tentu, tentu," jawab Vino. "Tolong tutupi semua lapangan dengan kelopak mawar ini. Jangan sampai ada bagian lapangan yang terlihat, oke? Dan, sesuai dengan yang aku katakan semalam, mawar putihnya akan menjadi bagian yang paling terlihat. Lakukan dengan baik,"
"Siap tuan," jawab bodyguard-bodyguard itu bersamaan.
"Semua sudah kuatur, Blue akan datang setengah jam lagi..."
"Bagus! Kalau begitu, aku akan bicara pada satpam, guru-guru, dan semua anak-anak untuk tidak merusak rencanaku pagi ini..."
Rina tertawa geli.
"Kenapa?"
"Aku hanya merasa, terkadang menjadi seorang kaya raya sepertimu sangat riskan... Selain kau selalu jadi target pembunuhan rekan bisnis ayahmu yang dendam, kau juga akan mendapat banyak makian dari anak-anak satu sekolah,"
"Ah... aku hanya memperjuangkan Blue... Aku benar-benar menyukainya,"
"Yeah, kalau begitu lakukan sesuai dengan kemauanmu..."

***

Blue masuk ke gerbang sekolah. Aneh sekali, tidak ada satupun di sana. Bahkan satpam yang biasanya berjaga-jaga juga tidak ada. Ponsel Blue berdering,
"Halo?"
"Kau sudah di sekolah?"
"Iya, Rina, aku sudah di sekolah. Di mana orang-orang? Kenapa sepi sekali di sini?"
"Sebaiknya bergegas ke lapangan basket..."
"Ada apa?"
"Sudah... sebaiknya segera..."
Blue merasa Rina mengerjainya.
"Oh tentu saja, ini ulang tahunku... Itulah kenapa Rina terdengar sangat bersemangat. Oh Tuhan... kenapa harus ada tanggal lahir sih?"
Keluhan yang tidak berguna... Blue bergegas menuju lapangan basket dan ketika dia tiba di lorong yang menghubungkan lapangan basket dengan halaman depan sekolah, seluruh siswa dan guru-guru di SMA itu bertepuk tangan menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
Rina muncul dari kerumunan dan langsung memeluk Blue.
"Selamat ulang tahun!"
"Rina... oh tidak... apa-apaan ini?"
"Tenang saja, kau tidak akan kenapa-kenapa, sayang... Dan kau tidak bisa marah padaku, bukan aku yang membuat semua ini,"
"Lalu?"
Kerumunan itu kemudian membuat sebuah jalan menuju lapangan basket dan Blue syok ketika melihat lapangan basket telah disulap menjadi lautan bunga mawar berbagai macam warna dan di tengah-tengahnya ada rangkaian kelopak mawar putih bertuliskan, "SELAMAT ULANG TAHUN, AKU MENCINTAIMU"
"Apa yang--?"
TIba-tiba dari atap gedung sekolah sebelah utara, Vina berdiri dengan percaya diri. Dia membawa sebuah megaphone dan bicara.
"Selamat ulang tahun, Blue! Hari ini... Aku ingin mengatakan padamu..."
"Vino?"
"...bahwa aku ingin kau jadi pacar--"
TAR!
Pandangan semua yang ada di sekeliling lapangan basket tertuju pada Vino yang ada di atas atap gedung sekolah. Megaphone yang dipegangnya terlepas dari tangannya. Darah keluar dari dada sebelah kirinya dan dia tumbang jatuh ke tanah persis di atas lapangan yang penuh dengan bunga mawar.
Tewas...


@ronzzykevin
http://kaoskakibau.tumblr.com

Share:

0 komentar