Bangkok Bagian 4: Akhirnya Lihat IU di Konser [dlwlrma] Tour!


Gue selalu membayangkan seperti apa nonton konser di Bangkok. Kata temen-temen gue yang sudah sunbaenim untuk urusan konser-konser Kpop di Bangkok, kota ini adalah salah satu yang paling seru dan heboh. Yang gue lihat dari fancam-fancam dari dulu juga kayak gitu. Selalu ada sesuatu yang seru dan kadang bikin iri soal konser Kpop di Bangkok. Gue sendiri nggak pernah nonton EXO di sini. Atau grup apapun. Karena saking serunya konser di Bangkok, seringkali tiketnya juga susah didapatkan kalau dibandingkan dengan tiket di Malaysia dan Singapura. Tapi ini sebenarnya asumsi gue doang karena gue sendiri belum pernah mencoba ticketing online untuk konser di Bangkok. Tapi pas di Malaysia dan Singapura, gue pernah beli tiket EXO dan gue dapat. Makanya gue bilang ticketing di dua negara itu nggak terlalu susah. Malah kata gue lebih convenient daripada sistem ticketing di Indonesia yang servernya selalu lemah. Benci banget sih sama ticketing Westlife kemarin. Sucks abis.

Ketika akhirnya gue dapat kesempatan nonton konser di Thailand, gue pun nggak sabar untuk berada di antara penonton yang katanya seru itu. Penonton yang katanya heboh itu. Gue nggak sabar mau teriak dan seru-seruan sama mereka meski gue nggak kenal mereka. Gue nggak sabar mau menggila dengan baju Pikachu yang sudah gue bawa dari Jakarta ini.

Ya, tapi, itu hanya imajinasi gue. Karena ternyata penonton yang ada di sekitar gue sama sekali nggak seru. Diem semua kayak lagi dengerin ceramah ustad di pengajian. Nggak ada yang nyanyi sama sekali bahkan ketika IU lagi nyanyi lagu paling populer yang pernah dia rilis.

APA APAAN INI?! 


Hari kedua di Bangkok, hari Sabtu, bisa dikatakan sangat membosankan. Gue bener-bener nggak ada mood buat ngapa-ngapain hari itu jadi gue habiskan sepanjang hari hanya untuk muter-muter di Platinum Mall buat nyari oleh-oleh buat orang rumah. Walaupun orang-orang di rumah bukan tipe orang yang komplain soal oleh-oleh, tapi kali ini gue sudah niat buat membelikan mereka paling nggak satu item dari Thailand sebagai cenderamata. Hitung-hitung bayar utang karena beberapa kali gue ke Korea, gue nggak pernah beli apa-apa buat mereka. Hihihi... Ada kali empat atau lima jam gue muter-muter nyari baju anak-anak di Platinum buat tiga ponakan gue. Dua di antaranya masih umur dua/tiga tahun gitu sementara satu yang paling tua udah mau naik kelas tiga SD. Yang agak susah sebenarnya nyariin item buat si ponakan yang paling tua ini. Karena dia bukan tipe anak kecil pesolek gitu, tapi sudah pake jilbab, jadi gue nggak mungkin beliin baju-baju gemes dan lucu kayak anak-anak seusianya. Paling banter cuma bisa beliin jaket dan itupun susahnya.... Mungkin karena Platinum terlalu banyak pilihan, jadi gue yang labil ini suka kesulitan buat milih. Tapi gue dapat baju gambar semangka sebagai dedikasi gue untuk Irene. Lumayan lah.

Setelah belanja dan makan tomyum rekomendasi teman gue di Platinum, gue lanjut hari itu dengan jalan kaki ke Siam Paragon yang ternyata nggak terlalu jauh dari Platinum. Sekitar 2 km doang. Di situlah secara tidak sengaja gue melewati Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Thailand yang ada di Bangkok. Awalnya gue nggak ngeh kalau nggak ngeliat ada tiga orang sedang berdiri di depan tulisan Embassy dan foto-foto di sana. Yang bikin gue ngeh juga adalah karena ibu-ibunya berjilbab dan mereka bertiga pakai baju batik.

Gue juga mau foto!

Jiwa pelancong gue mendadak menggebu-gebu. Gue memberanikan diri buat menyapa tiga orang itu dan minta tolong buat difotoin. Sekaligus gue juga butuh update di Instagram karena hari itu baju yang gue pake adalah baju ‘EXO; quintuple million seller’ yang sempat gue buka PO dan baru jadi beberapa hari sebelum gue berangkat ke Bangkok. WKWKWKWK MAU PAMER CERITANYA. Untung banget orangnya ramah dan dia juga sempat bilang kalau hari itu dia sekeluarga ada acara di Embassy. Seperti pameran seni resmi dari kedutaan gitu. Dia juga bilang kalau dia kerja di Kementerian Agama di Jakarta. Mana tahu dia sebenarnya bapak Menteri Agama? Apa sih yang gue tahu tentang pejabat-pejabat negara gue sendiri? Gue anaknya pemalas. Mending ngapalin nama-nama member NCT yang banyak banget itu. Gue yang hari itu niatnya cuma belanja doang akhirnya punya foto sebadan-badan untuk pertama kalinya dalam 48 jam terakhir setelah perjalanan ini dimulai! Betapa bahagianya gue. Terima kasih bapak-bapak Kementerian Agama RI! Jasamu tidak akan aku lupakan meski aku tidak mengenalmu, pak. Semoga bapak selalu ingat dengan anak alay dengan topi anjing yang minta tolong difotoin waktu bapak berkunjung ke Bangkok.


Karena gue merasa nggak punya banyak waktu lagi di Bangkok, since pastinya hari Minggu nanti gue akan selesai malam banget dan Senin mungkin gue nggak akan punya banyak waktu juga buat belanja lagi, akhirnya hari itu gue mengumpulkan nyali untuk kembali ke store Converse di Siam Paragon dan membeli sepatu kuning itu. Nggak butuh babibu sama sekali karena gue memang harus cepat-cepat pulang ke hostel. Gue mau tidur cepat supaya besok bisa seger dan kuat buat nonton konser. Gue berusaha mengingat-ingat di mana lokasi store Converse yang kemarin gue datangi secara tidak sengaja itu. Setelah ketemu, gue langsung ambil sepatunya, minta ukuran yang sesuai dengan ukuran sepatu Converse merah yang sedang gue pakai, dan langsung nyerahin kartu kredit.

ZAP! ZAP! ZAP!

Secepat itu uang Rp 1,3 juta melayang buat sepatu.

Baru kali ini gue beli sepatu semahal itu.

Gue mengelus dada pelan-pelan. Inilah yang dinamakan dengan pemborosan yang membuat bahagia. Ada perasaan menyesal tapi di saat yang sama juga ada perasaan bahagia yang aneh gitu. Campur aduk deh! Maklum, gue jarang banget belanja barang mahal buat “fashion” gini. Makanya jadi agak-agak kepikiran. Padahal kan barangnya udah dipengenin sejak lama ya? Harusnya mah nggak usah berlebihan.

“Dasar kau perhitungan sama diri sendiri, Ron!”

Perasaan yang persis sama setiap kali masukin nomor kartu kredit ke situs ticketing konser. Apalagi kalau konser di luar negeri. Sudah bisa membayangkan bulan depan nggak akan bisa terlalu banyak nongkrong atau nyemil-nyemil fancy karena harus berhemat untuk bayar tagihan kartu kredit. Ya tapi yang bulan depan dipikirinnya bulan depan ajalah ya. Masih ada dua hari lagi di Bangkok dan tujuan utamanya juga belum kesampaian ini.

Sekarang di tangan gue sudah ada banyak sekali kantong belanjaan. Hari masih sore dan matahari masih terang-benderang. Tapi gue sudah nggak punya tujuan buat ke mana-mana lagi. Mungkin nanti malam? Tapi entah kalau mood. Sumpah ini adalah perjalanan paling nggak jelas deh. Jadi yaudah, mending pulang ke hostel dan tidur. Atau mungkin nanti ketemu Adrien dan dia lebih tahu mau ke mana?

Gue jadi ingat obrolan kemaren yang dia bilang mau ngajakin makan siang. Tapi sampai selesai makan siang hari ini, dia nggak ngabarin gue. Mungkin dia juga lagi jalan sama temennya atau mungkin lagi ngurusin Visa? Tapi hari Sabtu gini? Memangnya Embassy buka? Nggak tahu juga. Ya gue juga nggak harus tahu kan dia ngapain. HAHAHAHA. Mungkin saking gue nggak punya rencana mau ke mana-mana, jadi gue nungguin kenapa ini orang nggak ngabarin deh. Anjir gue merasa minta diajak banget. Eh tapi akhirnya dia WhatsApp juga. Besokannya.

Malam itu gue tidur sangat lelap. Ternyata yang gue butuhkan bukan jalan-jalan. Ternyata yang gue butuhkan hanya tidur yang lama dan nyenyak. Soalnya, hari Minggu pagi gue bangun gue sama sekali nggak mikirin apapun lagi soal chat itu. AKHIRNYA SETELAH BERHARI-HARI YA, BANGSAT KAU OTAK. Gue meraba-raba dinding kubikel tempat tidur gue untuk mencari stop kontak lampu. Agak panik karena rasanya gue tidur kayak lama banget takut ini udah siang banget. Buru-buru nyari Jeno dan lihat jam, ternyata masih pagi buta. Masih bisa salat subuh dulu karena gue yakin orang-orang juga masih tidur. Semalam gue seperti mendengar ada suara gradak-gruduk gitu di kasur di atas gue. Sepertinya baru ada yang check in. Semoga dia nggak bangun terlalu pagi dan semoga orang-orang ini tetap terlelap sampai gue selesai salat subuh. Soalnya memang ruang kosong di antara kubikel-kubikel itu sempit banget. Apalagi kalau pintunya mendadak dibuka sama orang pasti deh kejedug pas lagi duduk tahiyat atau pas lagi berdiri baca Al Fatihah. Untungnya pagi ini lancar.

“Gue penasaran, gimana perasaan lo setelah berada di Bangkok selama beberapa jam,” dia pakai emoji titik dua buka kurung; emoji yang kalau sama teman-teman satu lingkaran gue selalu diidentikkan dengan senyum fake. “Kita bisa makan siang hari ini kalau lo mau,” kata Adrien dalam WhatsApp-nya.

Hell yeah, gue mau lah since gue juga nggak ada plan apa-apa. Konser IU dimulai agak malam. Habis salat maghrib. Gue sendiri nggak tahu butuh berapa jam perjalanan dari tempat gue ini ke IMPACT Arena karena kalau kata masyarakat keypap sekitar, lokasi ini jauh dari mana-mana. Ya kayak ICE BSD-nya gitulah. Gue sendiri sebenarnya sudah sempat browsing-browsing soal bagaimana menuju ke IMPACT Arena ini. Tapi karena ini adalah pengalaman pertama, gue nggak mau yang terlalu take it for granted informasi itu, gitu lho. Kalaupun internet bilang kalau ada shuttle bus dari titik A menuju ke IMPACT Arena, gue selalu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk kayak macet, atau misalnya tiba-tiba gak ada hujan nggak ada angin hanya karena Ron sedang sial saja, shuttle bus-nya nggak ada sama sekali. Semacam itulah pokoknya. Tapi kalau perhitungan gue nggak meleset, gue masih bisa jalan setelah makan siang dan masih bisa sampai di IMPACT Arena sekitar jam empat sore kira-kira.

“Brunch at 12?” gue balas chat itu dengan mata agak kriyep-kriyep. Gue mendadak kepikiran sama dua artikel freelance yang belum gue kerjain. Mata gue langsung melek dan terbangun. Langsung ambil laptop dan ngebuka meja lipat yang ada di dinding kubikel.

“Perfect!” jawab Adrien. Satu setengah jam kemudian. Gue mulai curiga ini orang semaleman kayaknya party di mana gitu dan belum sober. Dua artikel gue sudah selesai ketika dia balas chat gue itu.

“Yay! Kita mau ke mana? Kalau makan di dekat Chatucak gimana? Soalnya gue mau naik bus dari situ nanti ke lokasi konsernya,” kata gue.

“Hmm... Gue sih nggak rekomendasikan di situ. Soalnya gue pernah beberapa kali di sana dan nggak enak. Hahaha,” katanya.

“Oh gitu? WKWKWK. Yaudah ke mana aja deh. Yang penting gue bisa makan yang nggak ada babinya ya!”


“Ada tempat makan murah ala Thailand gitu kok dekat sini, sekitar tiga menit jalan kaki dari hostel. Ke sana aja gimana? Nanti setelah itu gue juga mau ke arah Chatucak jadi kita bisa jalan bareng lagi setelah itu,” katanya. Gue lupa-lupa inget dia kemaren pernah ngasih tahu tempat itu kayaknya deh.

“Great. Let’s go!” balas gue.

“Jam 11:30 kita ketemu di depan resepsionis ya. Butuh ngopi dan mandi dulu nih,” katanya.

“Ya, take your time!”
balas gue. Dalam hati lanjut nyanyi “Waneji dugundaero bamiya~ nananana~ nananana~”

Tulisan depan kamar hostel gue bener-bener ya menyindir gue banget.

Karena semua pekerjaan sampingan sudah selesai juga, gue pun siap-siap keluar kamar dan ke kamar mandi. Pakai baju EXO Overdose merah yang sudah gue siapkan untuk hari ini, pakai sepatu merah yang juga sudah paketan sama bajunya. Pakai kaos kaki baru yang gue beli di Platinum kemaren warna putih dan gue suka banget. Pakai celana pendek abu-abu yang gue beli belum lama ini di Jakarta. Nggak lupa juga gue nyiapin segala perlengkapan kayak powerbank dan perkabelan buat kehidupan Jeno selama di sana. Gue nggak bawa ransel hari itu tapi gue bawa satu tas selempang yang gue isi dengan kostum Pikachu yang juga sudah tersimpan begitu lama belum pernah dipakai lagi. Gue agak deg-degan sih mau pakai kostum ini. Takut diusir. Benda-benda penting kayak dompet dan powerbank gue taruh di shoulder bag Visval warna kuning yang gue beli beberapa minggu lalu.

Ketika gue turun ke depan resepsionis, Adrien sudah nunggu di sana dengan secangkir kopi yang masih panas. Uapnya keliatan dan aromanya udah kecium. Aduh gue juga harusnya bikin kopi! Anyway soal Adrien, gue dari kemarin nebak-nebak usia dia berapa dan agak yakin sebenarnya dia nggak jauh lebih tua dari gue. Mungkin malah lebih muda dua atau tiga tahun. Tapi karena badannya bongsor dan jauh lebih besar dari gue, gue jadi merasa dia kayak abang-abang aja gitu. Hari itu di pakai celana pendek dan baju kaos putih dengan kaca mata hitam yang tetap diselipkan di leher bajunya.

“Good morning!” sapa gue.

“Hey, morning!” katanya.

Gue duduk di kursi kosong di sebelah Adrien dan dia langsung nunjukin foto-foto yang baru dia cetak. Foto-foto dari kamera monolog yang dia punya.

“Ini baru gue cetak. Bagus-bagus hasilnya. Ini foto-foto dari perjalanan di Myanmar beberapa bulan lalu. Dari kamera monolog lama gue. Ya nggak se-fancy kamera lo lah,” dia merujuk ke Cameron, kamera Fujifilm XA-3 warna pink yang dia lihat gue bawa ketika kita pertama kali ngobrol kemarin. “Tapi oke banget deh hasilnya,” kata dia. Adrien mulai menjelaskan satu per satu foto-foto itu dan sesekali komplain soal posisi foto yang dimasukkan terbalik ke dalam album khas cetak foto zaman dulu itu. “Di Myanmar kalau cetak foto kayak gini mahal, makanya gue selalu nyempetin waktu ke cetak foto di Bangkok karena ongkosnya jauh lebih murah,” katanya.

“Enggak tahu deh gue kapan terakhir ngeliat ginian,” kata gue sambil ketawa.

“Lo tahu nggak? Gue baru menyadari sesuatu yang selama ini sering gue denger tapi baru ngeh artinya apa!” kata dia. Ekspresinya agak malu-malu tapi bangga gitu. Dia senyum lama banget dan memamerkan deretan giginya yang rapi dan kecil-kecil.

“Apa?” tanya gue sambil ketawa kecil.

“Waktu lo WhatsApp gue ngajakin brunch tadi? Gue baru sadar lho kalau ternyata brunch itu singkatan dari breakfast dan lunch!”
katanya bangga.

HAAAAAAAAAAAAAAAH?!?!?!?!?!?!?!?!?!?!?

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHHA YA ALLAH GINI AMAT ORANG PERANCIS.

Pengen gue tabok tapi nggak enak takut dibilang sok akrab. Tapi akhirnya gue tabok juga dan dia malah makin ketawa kenceng, lebih kenceng dari gue.

“LO KEMANA AJA?!”

“Serius gue selama ini kirain brunch itu apa. Kok orang-orang ngomong brunch gitu gue kira kayak memang artinya ya makan siang aja gitu. Tapi ternyata gabungan breakfast sama lunch. Amazing, eh?”

“AMAZING PALALU PEYANG. KATROK. BODO AMAT MZ! Yuk jalan gue laper!”

Dia udah bawel banget ngejelasin tempat makan yang mau kita tuju ini sepanjang perjalanan eh ternyata tempat makan yang dia rekomendasikan itu belum buka. Jadilah gue sama Adrien cuma jalan mondar-mandir tanpa tujuan selama beberapa belas menit setelah kita keluar dari hostel. Gue sama sekali enggak tahu apa-apa soal daerah itu dan dia juga kayaknya bingung karena harus berpikir cepat mau makan di mana. Kita nyebrang, balik lagi, nyebrang lagi, kayak orang bingung. Sampai akhirnya ada di satu gang di daerah Sukhumvit kita belok dan dia bilang, “Are you ok with Japanese food?” dan gue bilang “I am ok with anything yang penting nggak ada babi.” Tapi gue nggak tahu juga gimana cara ngomong untuk memastikan apakah makanan itu ada babinya atau enggak ke penjualnya since gue gak yakin orang-orang Thailand ini bisa Bahasa Inggris. Kalau di Korea gue udah fasih nanya soal makanan ada babinya atau enggak. Kalau di sini paling banter gue cuma bisa bilang “Ini ada babinya nggak ka? Nggak ada ya ka? Oke ka.” Yang mereka ngerti cuma bagian ‘Ka’-nya yang bagian lain gue diludahin.

“Well ok, let me see. Let me try my Thai, but, I don’t think I can speak Thai, so let’s fine something safe for you,” dia ketawa sendiri.

Bismillah aja deh ya. Semoga Allah selalu mengampuni dosa-dosaku.

(Ada banyak obrolan seru dan cerita kocak dari Adrien di sepanjang sisa kunjungan gue di Bangkok yang akan gue tulis di bagian kelima. Sekarang loncat dulu ke IMPACT Arena! Hop! Hop! Hop!)


---


“Lo bilang lo harus ketemu orang dulu sebelum berangkat ke venue. Mau ketemu di mana?” tanya Adrien waktu kita on the way ke stasiun SkyTrain.

“Oh itu, nggak jadi. Akhirnya kita ketemu di sana. Soalnya dia lagi nemenin ibunya belanja apa gimana gitu. Gue nggak bisa nunggu dia karena gue tuh anaknya parnoan. Gue nggak pernah ke venue ini sebelumnya dan gue nggak mau datang mepet-mepet gitu. Jadi mending sekarang aja deh,” kata gue.

“Terus tiket dia?” dia nanya lagi. Wah dia perhatian juga sama omongan gue kemarin.

“Oh ternyata tiket itu bentuknya pdf gitu, jadi gue bisa kirim lewat WhatsApp,”

“Oh gitu. Yaudah, gue harus balik ke restauran yang semalam gue datengin sama temen-temen gue ini sekarang,” kata dia.

“Hah? Ngapain? Kan udah makan?”

“Bukan makan hehe, gue agak malu nyeritainnya. Hehe,”

“APAAN SIH?! HAHAHAHAHA,”

“Hehe, jadi semalem gue ketemu sama beberapa temen gue, ya kita kenalan pas jalan-jalan juga sebenarnya. Terus ngobrol dan makan malam di restauran ini dan, hehe, hape gue ketinggalan di sana, hehe,”


Gue ketawa dong. Kenceng banget. Soalnya dia juga ketawa dan malu karena kebodohannya sendiri.

“Kok bisa sih! Kan lo tadi WhatsApp gue? Itu beda hape lagi?”

“Jadi gue ada dua hape, yang itu hape yang sering gue pakai kalau lagi jalan-jalan gini. Isinya kontak temne-temen deket aja gitu,” kata dia. “Jadi gue baru sadar kalau hape gue ketinggalan pas udah sampe hostel, pas gue mau balik ke sana semalam udah tutup. Tapi gue udah telepon ke sana dan katanya hape gue disimpenin sama pegawainya. Lucky me,” kata dia lagi.

“Wah kalo di Indonesia sih itu udah ilang ahahhaha,” mohon maap.

“Ya gue juga suka heran sama keberuntugan gue. Ini makanya mau balik ke sana buat ambil,” kata dia.

Kita sudah sampai di peron ketika dia selesai cerita dan sebenarnya masih ada cerita yang lebih kocak lagi dari itu tapi gue simpen di posting-an selanjutnya aja deh. Kita pisah di peron karena ternyata tujuan kami beda arah.

“Well I see you tomorrow then. We can go to airport together,”
katanya.

“Yeah sure, see you!”


Kita pisah kayak sekitar jam setengah 2 siang. Gue belum salat zuhur jadi gue harus nyari tempat salat dulu. Pas gue cek di Google ternyata lokasinya di tengah-tengah Chatucak Weekend Market. Aduh sebenarnya gue nggak ada niatan buat ke sini karena pasti rame banget “DAN BANYAK COPET HATI-HATI!” kata temen gue. Tapi gue butuh salat dulu biar enak berangkatnya. Jadilah gue ngikutin peta dan ya seperti biasa Ron selalu bodoh kalau udah urusan Google Maps. Selalu salah melangkah. Butuh sekitar dua puluh menit sebelum akhirnya gue bisa menemukan musala itu yang benar-benar ada di tengah-tengah pasar. Kalau nggak nanya sama anak kecil yang jualan mungkin gue akan buang-buang waktu muter-muter tempat itu. Setelah salat zuhur plus asar, gue merasa masih ada waktu buat muter-muter sedikit di sana sekalian lihat-lihat. Karena gue belum ngopi, gue cari jual kopi karena haus dan juga hari itu panas banget. Ada banyak benda-benda menarik yang ingin gue beli tapi momennya nggak pas karena gue nggak mungkin bawa kantong belanjaan ke IMPACT Arena. Setelah lelah berkeringat gue akhirnya memutuskan untuk kembali ke Mo Chit Station.

Sekarang gue harus kembali fokus mencari bus menuju ke IMPACT Arena. Sejak tadi gue sama sekali lupa untuk mencari informasi ini. Gue melipir sebentar untuk Googling di samping jual Waffle yang aromanya Masya Allah enak banget. Daripada nggak fokus akhirnya gue beli aja itu Waffle dua buat bekal nanti sore kalau-kalau laper. Gue sebenarnya mau menghindari makanan-makanan sejenis ini karena seringkali makanan-makanan kayak gini akan bikin gue mules. Pernah pas konser EXO di Malaysia gue diare dan nahan boker anjir pas konser karena siangnya gue minum susu dan makan roti dari Seven Eleven. Aroma kacang dan aroma madu yang kecium di stasiun Mo Chit itu bikin gue lemah.

Akhirnya setelah Googling beberapa menit (sambil ngunyah satu Waffle yang gue beli tadi), gue menemukan arah menuju ke IMPACT Arena naik shuttle bus yang ngetem di halaman parkir besar di sebelah stasiun SkyTrain Mo Chit. Gue kira akan sulit untuk menemukan shuttle bus ini ternyata enggak. Memang sih, hari itu gue cuma tebak-tebak berhadiah aja. Gue sendiri enggak tahu pasti mereka parkirnya di mana. Tapi gue memperhatikan ada banyak mini bus semacem van gitu yang mondar-mandir di sekitaran halaman parkir itu. Beberapa ada label IMPACT Arena-nya juga. Dan pada hari itu untungnya ada banyak banget event di IMPACT Arena. Di hari konser itu ada event Miss Universe, terus ada event wisudaan, jadi kayak ada banyak orang yang menuju ke lokasi yang sama. Gue buka telinga lebar-lebar dan mendengar ada beberapa cewek yang juga mau ke IMPACT Arena dan nanya ke abang-abang yang duduk di dekat bus itu. Gue nggak babibu, tapi langsung aja gue naik setelah gue bayar 35 Baht.

Shuttle ini melayani penumpang PP dari parkiran stasiun Mo Chit itu ke IMPACT Arena mulai jam 6 pagi sampai jam 9 malam bus terakhir. Tapi gue nggak yakin kalau nanti malam gue akan bisa dapat bus ini lagi, jadi yaudah yang nanti dipikirin nanti aja. Setelah duduk nyaman di kursi paling belakang, nggak lama bus itu berangkat dan gue pun mengantuk. Sempat ketiduran beberapa puluh menit dan baru kebangun ketika bus itu sudah masuk ke area IMPACT Arena.

Jadwal Shuttle Bus dari Mo Chit Station Bangkok ke IMPACT Arena

Berdebar banget karena akhirnya hari ini tiba juga. Dalam beberapa jam lagi gue akan melihat IU! Gue turun dari bus, buru-buru menuju toilet karena kebelet, buang air sebentar, lalu bersih-bersih dan siap menuju ke venue konser untuk nukerin tiket. Ingat obrolan gue sama Adrien soal orang yang gue kirimin tiket pdf tadi? Namanya Intan dan dia terbang dari Bali buat nonton IU di Bangkok. Gue janjian sama dia tapi dia sendiri masih nggak tahu mau ke sini jam berapa.

“Nanti ramean kok kak sama temen-temen Uaena dari Indonesia juga ada beberapa orang,” katanya. Wah gue nggak kepikiran sama sekali buat nyari ramean bener-bener gue kira gue akan sendirian aja. Untung ada Intan yang juga dapat tiket dari orang yang sama dengan orang yang ngasih gue tiket itu. Kita pun janjian buat ketemu segera setelah dia sampai di lokasi.

“Gue tunggu ya Intan! Gue mau pake kostum Pikachu-nya kalau sendirian deg-degan juga jadi gue butuh teman,” kata gue dan dibalas dengan “APAAHHH KOSTUM PIKACHU DEMI APA LO?!” wkwkwkwkwkkwkw. Gue nggak tahu deh apakah dia abis ini masih mau temenan sama gue atau enggak soalnya kostum Pikachu ini memang agak malu-maluin sih. Tapi since gue ada di Bangkok dan nggak ada yang kenal juga sama gue ya kan gak terlalu masalah.

Nggak terlalu sulit untuk menemukan jalan menuju ke hall tempat konser IU karena petunjuk jalannya sangat jelas banget. Yang gue suka sebenarnya karena IMPACT Arena ini tuh kayak MEIS. Venue konsernya nyambung sama mall jadi nggak perlu takut kelaparan kalau ada event kayak gini. Dulu MEIS udah yang paling the best banget buat konser. Sekarang kalau di ICE BSD agak jauh ke AEON dulu kalau mau beli makan. Ya nggak jauh-jauh banget sih sebenarnya, tapi bukan lokasi yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki lima menit gitu. Lagipula kalau nyambung kayak MEIS/IMPACT Arena gini kan nggak perlu panas-panasan ke luar dulu.

Tipe fans heboh kayak gue, kalau pergi sendirian juga ternyata tetap bisa behave. Ya... gue akan heboh kalau ada teman di sebelah gue. Walaupun dia nggak heboh-heboh banget, nggak apa-apa. Yang penting gue ada temen. Gue jadi inget waktu BTS pertama kali ke Indonesia beberapa tahun yang lalu, gue liputan sama temen gue dan waktu mereka perform lagu ‘I Need U’ gue heboh banget dah sementara temen gue yang flat face abis.

“TEMENIN GUE HEBOH DONG DI LAGU INI!” kata gue.

“GUE GAK SUKA BTS!” kata dia.

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA Begitulah kalau jadi wartawan ya harus liputan grup yang kita nggak suka juga kadang-kadang.

Kondisi di luar hall masih adem-ayem. Gue berusaha untuk mencari informasi tentang penukaran tiket digital ke tiket fisik. Mungkin dikasih gelang atau apa gitu. Katanya penukaran baru bisa sekitar jam setengah lima atau jam lima gitu sementara itu baru jam setengah empat atau jam empat. Ya masih ada waktu untuk nyari freebies dulu dan foto di wall of fame. Untungnya waktu gue sampe ke lokasi, orang-orang juga belum ramai jadi antrean buat di wall of fame pun nggak terlalu banyak. Serunya lagi, di Bangkok tuh ada petugas konser yang dedicated buat motoin orang-orang yang mau foto di wall of fame. Jadi orang yang nonton sendiri kayak gue gini nggak akan kebingungan minta tolong orang buat motoin.

Gue belum pernah menemukan yang seperti ini di Jakarta. Setidaknya di konser yang gue datangi.



Waktu gue berdiri di depan wall of fame itulah gue baru benar-benar dapat feel-nya. Gue baru benar-benar sadar kalau inilah momen yang gue tunggu-tunggu sejak, entah kapan. Sejak gue kenal IU. Sejak gue di-bash sama ELF karena nge-ship IU dan Eunhyuk ratusan purnama yang lalu.

Memang sih gue nggak ngikutin IU sejak dia debut, gue baru kenal dia tuh kayak pas awal-awal masuk kuliah deh di tahun 2009 gitu. Denger-denger dari temen juga dan sempat nonton cut-cut video dia di YouTube, tapi belum benar-benar kepo. Di awal-awal itu kan yang namanya orang baru kenal Kpop ya pasti akan mengklaim dirinya suka walaupun belum ngikutin sama sekali. Gue pun demikian. Gue dengerin beberapa lagu di awal karier dia kayak ‘You Know’ sama ‘Missing Child’ dan baru mulai bener-bener ngepoin banget tuh pas ‘Good Day’, seperti kebanyakan orang-orang Korea juga pasti tahunya lagu ini ya kan. Setelah itu gue nonton ‘Dream High’ dan makin suka sama dia. Gue pun mulai mendengarkan lagu-lagu di albumnya; dan ternyata memang beda ya kalo mendengarkan IU yang solo sama mendengarkan girlband gitu. Waktu konser Kpop mulai ramai masuk ke Indonesia, walaupun mustahil terjadi karena fans IU jelas nggak sebanyak fans SNSD atau Super Junior gitu, gue berharap dia akan konser di sini dan gue bisa nonton. Siapa yang menyangka, nyaris 10 tahun kemudian gue akhirnya akan bisa melihat penampilan dia live di depan mata gue, meski nggak di Indonesia.

Mungkin kenangan-kenangan lama nungguin IU konser di Jakarta itu yang bikin gue bisa tersenyum oke di foto depan wall of fame itu. Biasanya foto gue akan kelihatan awkward banget kalau difotoin sama orang yang enggak dikenal, tapi hari itu semuanya baik-baik saja dan okelah. Entah apakah ada orang-orang di situ yang ngeh kalau gue lagi pakai baju EXO. Kalau aja mereka tahu gimana gue nge-ship IU sama Baekhyun ya HAHAHAHAHAHA. Tapi gue seneng bisa pakai baju itu nggak cuma di konser EXO tapi juga akhirnya ke konser IU. I feel blessed. Alhamdulillah.




Di situ juga gue merasa bahwa ketika akhirnya kita melakukan sesuatu yang sudah kita nanti-nantikan sejak lama itu kebahagiaannya semakin luar biasa. Gue jujur aja sangat deg-degan hari itu. Selain karena gue takut melihat reaksi orang-orang ketika nanti gue sudah berubah wujud jadi Pikachu, gue juga udah nggak sabar melihat IU tampil di atas panggung. Ketidaksabaran gue itu dihajar mati-matian dengan suara-suara dari sesi rehearsal yang kedengeran sampai luar. Wah! Berarti itu dinding pembatasnya emang nggak jauh dari panggung. Memang panggungnya persis di balik dinding persis kayak di ICE BSD bangetlah pokoknya. Sambil mendengarkan sesi rehearsal itu, gue antre buat menukarkan tiket digital dengan tiket fisik berbentuk kartu kayak ATM gitu dan dicap juga sebagai tanda sudah punya tiket. Setelah itu gue berburu freebies deh. Sesuatu yang nggak pernah gue lakukan kalau gue nonton konser di Jakarta.



Intan bilang dia sudah dekat sampai dan sedang ngumpul sama anak-anak dari Indonesia yang lain. Hari semakin sore dan gue rasa sudah waktunya untuk siap-siap salat maghrib juga. Yang gue baca-baca di salah satu hall di IMPACT Arena ini ada musala. Jadi mending segera nyari sekarang kalau-kalau susah ditemukan jadi nanti nggak telat masuk ke konsernya. Ya sebenarnya masuk tepat waktu juga nggak masalah sih karena kan nggak akan berebut tempat. Semuanya numbered seating soalnya. Karena lokasi musalanya di luar gedung tempat gue sekarang itu, persisnya di seberang, gue pun jalan ke sana. Di luar rame banget orang baru bubaran acara wisuda. Gue agak bingung setelah masuk ke gedung tempat musala itu karena ternyata bentuknya kayak hotel dengan banyak lorong gitu. Beruntung pas gue lagi kebingungan, gue papasan sama beberapa perempuan berhijab yang ternyata enggak terlalu jago Bahasa Inggris. Tapi dia ngerti pertanyaan gue ketika gue memeragakan gerakan salat.

“Prayer room, pray,” kata gue. Salah satu dari mereka langsung yang “Ah!” gitu terus ngomong ke temennya. Temennya diminta ngejelasin ke gue arahnya ke mana dan gue harus ke mana. Tapi karena mereka sendiri bingung untuk ngasih petunjuknya, akhirnya salah satu dari mereka bilang, “Follow me!” gitu.

HIHIHIHIHIHI... MAKASIH YA UKHTI.

Petunjuk arah tempat sholat/prayer room di IMPACT Arena Bangkok.

Dia nganterin gue sampai di depan ruangan musala dan kemudian pamit buat pergi. Gue bilang makasih berkali-kali sampai dia nggak kelihatan lagi dari pandangan. Musala di situ luas banget dan pas gue sampai masih kosong gitu. Karena memang belum waktunya salat kali ya? Gue buru-buru wudhu dan nunggu waktu maghrib menurut Google. Setelah masuk waktu langsung salat dan buru-buru balik ke depan hall konser. Udah tinggal beberapa puluh menit lagi dan itulah saat-saat paling mendebarkan: gue harus ganti kostum pake kostum Pikachu.

Oke, oke, sebenarnya enggak ada kewajiban tapi gue harus ganti pake Pikachu. Udah gue bawa berat-berat masa nggak dipake! Yaudah akhirnya gue ke salah satu toilet yang jaraknya agak jauh dari pintu masuk hall konser. Sengaja. Supaya agak sepi. Dan bener-bener sepi toiletnya. Sampai-sampai setiap kali ada yang masuk gitu gue kaget anjir. Padahal gue di dalam bilik juga nggak ada yang lihat. Yang gue takut sebenarnya pas gue keluar dan cuci tangan depan wastafel, ada orang yang baru masuk malah nggak berani masuk. WKWKWKWKWKW. Kaki gue gemeter asli. Degdegan? Luar biasa! Nggak bisa gue jelasin se-deg-degan apa deh pokoknya. Lebih deg-degan dari efek setelah mimpi buruk di pesawat yang gue ceritakan di part satu perjalanan ke Bangkok ini.

Dengan langkah agak goyah gue beranikan diri untuk berjalan keluar dari toilet itu. Mengangkat wajah supaya nggak kelihatan malu. Supaya kelihatannya gue percaya diri banget. Padahal mah sumpah itu malu banget. ASLI GUE BARU PERTAMA KALI MERASA SEMALU ITU HAHAHAHAHAHAHAHAHAHHAHAHA. Padahal pas konser CNBlue gue biasa aja deh! Gue langsung berdiri di antrean yang gue sendiri enggak tahu antrean apa. Pas lagi berdiri, gue WhatsApp Intan dan bilang “NTAN GUE UDAH PAKE BAJU PIKACHU NIH!” gitu dan dia yang “DEMI APA KAK RON KIRAIN BECANDA!” Intan pun cerita ke temen-temen Uaena yang sudah bareng sama dia dan di situlah akhirnya gue ketemu sama anak-anak yang lain. Awalnya karena salah satu dari mereka baru keluar dari toilet dan langsung nyamperin gue karena dia tahu gue pake baju Pikachu.

“Temennya Intan ya?” katanya. Dia ketawa ngeliat gue.

“IYA!!!!! HAHAHAHAHAHAHA Di mana kalian ngumpulnya?” tanya gue.

“Kita di sebelah sana tuh, yuk mau bareng aja nggak?”

“MAU LAH! KENALAN DULU TAPI YA! Gue Ron,”

“Kabisat,”

“Berapa orang sih kalian?” tanya gue sambil casually keluar dari antrean.

“Ada gue, temen gue, Intan, sama satu lagi Joshua. Gue dari Cianjur, Intan dari Bali dan Joshua dari Jogja,” katanya. “Ini lo serius mau pake baju ini?”

“Ya ini gue udah pake masa iya gue mau ganti lagi? Nanggung banget!” kata gue.

Gue kemudian cerita ke Kabisat kalau tadi sebelum dia nyamperin gue ada beberapa orang yang motretin gue dengan baju itu. Beberapa orang di depan gue juga ketawa-ketawa ngeliatin gue dan diam-diam motret gue dengan handphone mereka.

“Sebenarnya gue ngarep ada tim IU TV yang videoin gue sih,” gue ngakak sendiri.

Akhirnya gue ketemu sama temen-temennya Intan yang lain dan mereka juga agak shock ngeliat gue pakai baju Pikachu itu. Nggak lama setelah itu, kita pun akhirnya antre lagi buat masuk ke venue dan ternyata cuma gue sama Intan yang duduknya sebelahan. Yang lain ada di section yang berbeda. Nggak butuh waktu lama di sesi pengecekan. Untungnya juga petugasnya nggak nyuruh gue buat buka kostum itu. Karena gue nggak bawa tas yang isinya macem-macem, jadi proses pengecekannya terbilang cepat. Pas gue masuk ke venue, gue agak terkejut melihat seat plan-nya tbh.



Karena gue dapat tiket gratisan, gue nggak ngecek posisi duduk gue sama sekali. Lagipula gue nggak peduli duduk di mana aja asal gue bisa nonton. Gue udah dapat tiket nggak pake bayar, nggak pake effort berlebihan, jadi gue harus terima apapun yang gue dapat. Pas gue masuk, ternyata kursi gue ada di sebelah kanan panggung (dari sisi penonton) persis di depan layar besar. Jadi nggak bener-bener di tengah gitu. Agak nanggung kalau dibilang mah. Jadi kalo ngeliat ke panggung harus agak miring gitu. Tapi pas gue perhatiin, memang ternyata seat plan-nya semacam dibuat “kalo lo nggak beli VIP lo nggak akan dapat view yang enak” gitu.

Jadi posisi VIP tuh persis di depan panggung. Di belakangnya persis malah dikosongin dan dibuat lorong yang nembus-nembus pintu masuk. Di sebelah kiri dan kanan lorong itulah baru ada kelas-kelas yang lainnya. Kelas tempat gue dan Intan duduk itu di belakang VIP tapi agak ke kanan. Sementara teman-teman yang lain di kelas yang berbeda di belakang gue dan ada leveling gitu. Jadi mau nggak mau memang kalau ingin bisa dinotis ya harus di VIP karena itu deket banget ke panggung, depan panggung banget, dan kamera selalu mengarah ke VIP. Kalau di belakang-belakang gini yaudah pasrah aja. Bangku gue kayak dua atau tiga bangku dari depan gitu deh posisinya memang agak ke tengah-tengah. Nah tapi yang gue bingung adalah yang nonton di dekat-dekat gue ini kayaknya nggak semuanya penggemar. Nanti kita akan masuk ke bagian itu.

Nonton konser ‘dlwlrma’ ini mengingatkan gue ke konser-konser pertama grup/penyanyi yang gue biasin banget. Feel-nya sama. Deg-degannya sama. Waktu pertama kali nonton Super Junior di tahun 2012 dulu, gue nempel pager dan deg-degan banget waktu pertama kali Siwon dan Donghae lewat depan gue. Donghae bahkan notice gue dan ngambil fanboard gue buat dibawa ke panggung dan dikasih ke member lainnya.


Sementara itu EXO-M waktu itu, entah mereka notice atau enggak, tapi gue bawa banner 1 x 1 meter buat dibentangin di depan pager pas mereka perform. Waktu The Lost Planet di Jakarta, gue juga sama deg-degannya dan perjalanan konser itu malah lebih dramatis. Hihihihi... malam ini, berbalut baju Pikachu, gue akan menikmati, like benar-benar menikmati konser ini semaksimal mungkin. Biar kayak zaman-zaman dulu. Biar masuk ke list pengalaman nggak terlupakan.










Ketika lampu sudah mati dan video opening konser diputar, gue langsung merasakan hype-nya menjalar ke seluruh tubuh gue. Orang-orang terdengar berteriak dari section lain sementara di section gue kayaknya cuma gue sama Intan yang heboh. Beberapa sih ada yang tepuk tangan tapi yaudah sekedarnya aja. Intan di sebelah gue diam-diam sudah berurai air mata wkwkkwk beneran nangis karena akhirnya dia bisa nonton IU setelah sekian lama. Gue sendiri belum pernah sih nonton konser sambil nangis gitu, yang ada gue ngantuk dan nguap pas nonton Super Junior dulu saking ada beberapa lagu yang gue nggak terlalu suka dan orang-orangnya nggak pernah lewat di depan gue wkwkwkkw. Nah masalahnya, malam itu semua lagu-lagu yang dibawakan IU adalah lagu-lagu yang selalu gue dengarkan dan selalu ada di playlist gue. Rasanya nggak ada satu lagupun yang gue nggak sing along kecuali mungkin lagu Thailand yang dia cover malam itu. Sementara di sebelah-sebelah gue semuanya kalem banget. SEKALEM ITU GUE NGGAK PAHAM KOK BISA YA?! APAKAH MEREKA SAKING MENIKMATINYA SAMPAI SEKALEM ITU?! GUE JADI NGGAK ENAK BUAT NGAPA-NGAPAIN.

Opening malam itu adalah ‘The Red Shoes’. Ya mana bisa gue nggak heboh ya kan. Gue tuh sampai ngecekin section lain beneran deh sibuk ngintipin bagaimana mereka yang ada di sana apakah mereka heboh atau mereka semua kalem-kalem aja kayak orang-orang yang ada di section gue ini? Meanwhile gue dengan baju Pikachu itu udah nggak bisa menahan diri untuk tidak nyanyi dan tidak menggoyang-goyangkan badan. Itulah yang gue nggak suka dari konser duduk. Gue jadi nggak bisa hiperaktif. Serius deh gue kepikiran buat keluar dari barisan duduk itu dan ingin berdiri aja di pinggiran section gue buat nyanyi sambil goyang-goyang dan berdiri. Gue lebih leluasa rasanya. Tapi mungkin abis itu gue akan diseret sekuriti karena tidak mematuhi aturan. Kan ini konser seating bukan standing. Yaudah dibetah-betahin deh. Karena orang-orang di sekitar gue juga nggak terlalu yang heboh banget, akhirnya gue juga nyanyinya jadi kayak di volume yang hanya gue yang bisa mendengarkannya saja. HEBOH SIH TETEP YA HAHAHA YA MANA BISA NGGAK HEBOH YA KAN.

Ada banyak banget project yang disiapkan oleh Uaena Bangkok hari itu. Mulai dari handbanner di lagu ‘Every End of The Day’, gambar hati warna kuning di lagu ‘BBI BBI’, sampai flashlight di salah satu lagu gue lupa apakah ‘Dear Name’ atau apa. Gue hanya berpartisipasi dalam dua project dari tiga itu karena yang gambar hati gue nggak dapat kertasnya dan gue terlau sibuk memperhatikan si cantik ini sedang beraksi di panggung. Mata kiri gue fokus ke panggung sementara mata kanan gue fokus ngeliatin layar yang menampilkan postur IU lebih besar dan lebih jelas. Yang serunya lagi, ada beberapa lagu yang kita diajak nyanyi bareng dengan lirik yang ditampilkan di layar. NAH DI MOMEN INI BAHKAN YA MASA NGGAK ADA YANG NYANYI SIH DI SEKITAR GUE?! BENERAN INI KALEM AMAT MASA GUE SAMA INTAN DOANG YANG HEBOH?!


Gue yang setiap pergantian lagu aja udah ngumpat-ngumpat lho ya. I mean ngumpat yang kayak “ANJIR LAGU INI LAGI OMG OMG OMG” gitu. Gue kan kalau nonton konser kebiasaan nggak pernah ngeliatin setlist jadi biar surprise gitu. Dan ngaco sih hari itu beneran setiap pergantian lagu gue yang WAAAAAKKKK!!! AAAAAAKKKK! OMG TIDAAAK!!! OH YES LAGU INI!!! HAAAH DEMI APA LAGU INI!!!! Gitulah alay banget pokoknya. Tapi yang paling bikin kicep adalah waktu IU nyanyi ‘Gloomy Clock’ dan dia sedikit membahas Jonghyun meski nggak menyebut namanya. Bahkan untuk persembahan buat Jonghyun dia menukar mikrofonnya dari warna ungu ke warna fandom SHINee. LUV BANGET. Dan gue dalam suara yang pelan sambil ngerekam fanchant “KIM JONGHYUN! SARANGHAEYO KIM JONGHYUN!”



Kita sama-sama tahu ya IU ini kan cantik banget nih, tapi pas ngeliat dia langsung dari jarak beberapa meter aja gitu dan lebih detail lagi waktu dia tampil di layar, edunnnnn, nggak nyangka kalau ternyata emang semenggemaskan itu orangnya. Badannya kecil dan dia nggak berhenti-berhenti senyum dalam setiap jeda antar lagu. Dalam setiap interaksi dengan penonton. ADORABLE!!!!!

Nah yang paling gue suka dari konsernya IU makanya gue pengin banget nonton dari dulu adalah karena dia selalu tampil dengan live band. Itu yang bikin feel-nya jadi beda. Kita jadi dapat pengalaman mendengarkan variasi yang baru dari lagu yang sudah sering kita dengar di Spotify. Kita mendengarkan sesuatu yang lebih grande, sesuatu yang lebih hidup, sesuatu yang eksklusif. Dia pun nyanyi full live tanpa ada lipsync sama sekali. Se-powerful itu dan suaranya sebagus itu gue nggak paham lagi bagaimana gue harus mendeskripsikan enaknya suara dia pas masuk lubang telinga kiri dan kanan. Pokoknya itu adalah konser paling the best yang gue saksikan sepanjang tahun bahkan lebih the best dari Elyxion menyebalkan di Singapura ketika fansite-fansite egois itu merusak suasana! UGHHHH!!!!!

Dan kalau tadi gue bilang konser duduk itu nggak enak, di situlah gue menemukan keenakannya beberapa percik: selain nggak berebut dan nggak desek-desekan, nggak akan ada fansite yang misuh-misuh berisik dengan shutter kamera mereka yang ganggu di kuping. At least kalau duduk, mereka nggak akan seenaknya bikin barikade berasa itu konser yang bayar cuma mereka. Sumpah pengen ngomong kasar tapi takut di-screencapture terus viral di dunia. #HALAH HAHAHAHAHAHHAHA

Seperti konser-konser IU sebelumnya, dia menyiapkan dua kali Encore. Yang pertama dia nyanyi ‘Through the Night’ (yang nyaris bikin gue nangis. NYARIS) dilanjutkan dengan ‘Dear Name’ (YANG SEKALI LAGI NYARIS BIKIN GUE NANGIS). Di situ IU tampil pakai gaun putih macem Cinderella gitu dan YA ALLAH YA TUHAN AKU TIDAK BISA LAGI MENAHAN KEKAGUMANKU DAN INGIN SEKALI RASANYA BERHAMBURAN KE DEPAN PANGGUNG DAN GULING-GULING SEBAGAI PIKACHU. Di Encore kedua, dia kan nanya mau ada request gak nyanyi lagu apa gitu. Soalnya dia denger kalau fans Thailand suka banget lagu ‘Rain Drop’. Dia nanya bener nggak? Tapi itu kentang banget karena nggak ada yang bener-bener menjawab atau sebenarnya mereka jawab tapi IU-nya nggak denger. Anyway dia nyanyi ‘Rain Drop’ juga, salah satu lagu yang secara teknik kalau kata IU memang paling menantang. Dan lagu terakhir IU nyanyi ‘Heart’.



Di momen itulah IU akhirnya, AKHIRNYA, jalan ke area depan section gue. Dia udah nggak pake gaun lagi tapi udah ganti pake baju yang lebih santai dan longgar. Dan di situlah gue akhirnya bisa lihat dia lebih dekat tanpa perlu melihat ke layar. YA ALLAH MENGGEMASKAN SEKALI. SEMAKIN DILIHAT SEMAKIN YAKIN DIA (BUKAN) JODOHKU DAN CALON IBU DARI ANAK-ANAKKU.

Rasanya mau teriak kenceng manggil nama dia tapi karena gue yakin dia nggak akan denger jadi mending gue fokus aja mendengarkan lagu yang dia nyanyikan. Semua yang nonton ikutan nyanyi ‘Heart’ sementara gue mau fokus merekam aja dan nggak mau merusak rekaman ini dengan suara gue. Kameranya gue taruh di depan wajah gue persis, berusaha memfokuskan dulu sebelum akhirnya mata gue berpindah dari layar hape ke IU yang hanya berjarak dua meter kali dari kursi gue. Nggak lama tapi dia ada di sana sebelum pindah lagi ke bagian lain di panggung. Sekejap itu saja rasanya gue bahagia sekali.

Bahagia sekali.

Bahagia sekali.

Bahagia banget.

Terima kasih sudah jadi bagian dari hidup gue selama hampir 10 tahun terakhir dan sudah mengisi hari-hari gue dengan lagu-lagu yang menyenangkan.

Semoga 10 tahun lagi kita bisa ketemu lagi ya!

Setelah ini gue berharap bisa banget nonton konser IU di Korea karena pasti feel-nya akan sangat jauh berbeda dengan melihat penampilan dia di luar negara asalnya. Semoga di suatu musim semi entah kapan, ketika gue akhirnya bisa menikmati indahnya Cherry Blossom di Yeouido atau Namsan, ketika keberuntungan berpihak pada gue dan gue dapat tiket konser IU di sana dengan usaha yang tidak terlalu drama (karena pasti tiket konser dia akan cepat sold out), gue bisa melihat dia lagi dan kali ini di Korea Selatan. Gue bisa mendengarkan dia nyanyi lagu 'Not Love, Spring or Cherry Blossom' secara live di situ.

AMINKAN GAIS!

MAAFIN FOTO GUE MERUSAK SEGALANYA



---



“Aku nangis. Nggak kuat,” kata Intan setelah konser selesai.

“Iya aku liat hihihihi...”

I can feel her happiness.

Setelah kita foto-foto di depan panggung, gue sama Intan kemudian nyusul temen-temen Uaena Indonesia yang lain yang sudah siap mau foto-foto di depan wall of fame. Karena mereka belom foto katanya. Wall of fame kalo bubaran konser gitu kan rame banget. Dan karena sudah malem jadi nggak ada petugas lagi yang standby buat motretin.

“Karena gue udah, kalian aja yang antre, gue yang nunggu di sini buat motoin,” kata gue. Dan ya seperti biasa, setelah orang-orang melihat gue berdiri di depan wall of fame itu, gue pun diserbu masyarakat buat dimintain tolong untuk foto. Tapi gue dengan senang hati melakukannya. HAHAHAHAHA. Sedikit tips kalau lo mau foto di depan wall of fame, suruh temen lo antre dan lo nunggu jadi tukang foto. Setelah itu nanti pasti orang-orang akan minta lo buat fotoin mereka. Dan kalau sudah begitu, lo bisa ngatur deh siapa yang duluan siapa yang belakangan. Jadi lo bisa memprioritaskan teman-teman lo dulu sebelum mereka.

Gue akhirnya jadi tukang foto fans-fans yang datang dari Filipina dan ada juga orang-orang Thailand. Mulai dari berhitung yang ONE TWO THREE sampai HANA DUL SET sampai akhirnya saking banyaknya gue ngejepretin orang gue spontan teriak SATU DUA TIGA dan langsung diteriakin sama Kabisat.

“MEREKA NGGAK NGERTI WOY!”

“HAHAHAHAH YA MAAP LUPA AKU WAKAKAKAKKAKA,”

Setelah akhirnya giliran teman-teman Indonesia yang berdiri di depan wall of fame, orang-orang jadi ngebebasin kita buat foto banyak-banyak. Soalnya tadi gue udah bantuin banyak orang buat motoin mereka. HIHIHI LUV!




Karena kelamaan foto di situ kita pun jadi kemaleman pulangnya dan kehabisan shuttle bus. Intan kebetulan hotelnya nggak jauh dari IMPACT Arena jadi dia nggak akan ikut gue, Kabisat dan temennya, serta Joshua ke pusat kota. Gue kebetulan adalah orang dengan tujuan paling ujung, jadi paling lama di taksi. Kita share uang taksi malam itu dan nggak terlalu mahal ternyata. Nggak macet juga jadi sebelum jam 11 gue udah sampai hostel lagi.

Akhirnya perjalanan ini klimaks juga. SENENG!

Memang harusnya gue nggak usah cepet-cepet ke Bangkoknya ya kemarin. Kalau gue datangnya H-1 mungkin gue nggak perlu repot-repot galau dan kesepian di negara orang. Kalau gue datangnya H-1 kan gue bisa langsung mencuci semua pikiran-pikiran galau itu dengan konser besokannya. Karena di hari konser itu gue sama sekali nggak memikirkan apapun, chat brengsek itu, atau dia yang sudah nolak gue.

Yah, semoga abis ini bisa lupa selamanya dan beneran move on. 

Move on dari dia yang nolak gue. Bukan dari konsernya. Nulis ini malah bikin gue makin kangen konser lagi.


-semacam bersambung-


Share:

0 komentar