Kalian yang lahir di tahun 80-an dan 90-an pasti tahu dan akrab dengan Doraemon. Karakter kartun ini sudah jadi tontonan anak-anak generasi 90-an sejak masa kanak-kanak. Robot kucing yang datang dari abad 21 ini memang ajaib. Soalnya dia punya peralatan-peralatan canggih dari masa depan yang dibawa ke puluhan tahun sebelum dirinya bahkan diciptakan. Alat-alat ajaib Doraemon selalu bikin wow Nobita dan kawan-kawannya termasuk juga gue sebagai penonton setia serial ini di RCTI setiap jam 9 pagi WITA zaman-zaman dulu.
Kartun Jepang ini mau nggak mau bikin gue berimajinasi dan bertanya-tanya, seperti apa sih masa depan nanti?
Di dunia Doraemon, masa depan digambarkan dengan segala sesuatu yang nggak lagi bergerak di atas tanah melainkan di udara. Sebut saja sepeda terbang, mobil terbang, dan baling-baling "bambu". Belum lagi alat-alat canggih yang bisa digunakan untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain dengan cepat seperti Pintu ke Mana Saja. Bahkan berpindah dari satu era ke era lain di masa lalu, atau masa depan, dengan Mesin Waktu.
Gambaran masa depan di Doraemon adalah hasil imajinasi dari kreatornya, Fujiko F. Fujio. Dia membayangkan bagaimana kehidupan masyarakat kebanyakan di Jepang di abad yang berbeda. Di tangan Ernest Cline, Zak Penn dan Steven Spielberg, masa depan itu tampak sangat berbeda. Khususnya buat para geeks dan gamers.
Sebelum nulis blogpost ini gue membaca dengan teliti Google Translate buat mencari terjemahan kata 'cringe' yang enak dipakai di judul. Ternyata lebih gampang menjelaskannya dengan kata-kata sederhana dan bahasa tubuh ketimbang mengalihbahasakan satu kata itu ke Bahasa Indonesia.
Google Translate menerjemahkan Cringe (verb/kata kerja) menjadi Ngeri; merasa jijik. Sementara kalau gue cek di Oxford Dictionary, Cringe didefinisikan sebagai Experience an inward shiver of embarrassment or disgust. Setelah nanya-nanya ke netizen via Twitter, gue pun menemukan kata yang pas: GELI.
"Cringe itu apa deh sebenarnya?"
Notice: Tulisan ini sudah pernah di-posting di KASKUS.id. Versi ini adalah versi KaosKakiBau yang dilebih-lebihkan sesuai dengan kebutuhan pembaca blog ini.
"Bandung?"
"Eh, iya, Bandung,"
"Bukan di Jakarta?"
"Di Jakarta, di mana lagi yang bisa ditanami, coba, hayo?"
"Jadi, tiap hari Ayah bolak-balik Jakarta Bandung?"
Itu adalah salah satu dialog dalam film Petualangan Sherina yang paling nempel di kepala gue. Bagian "Bandung, bukan di Jakarta?!" Sering juga gue mengucapkan kalimat yang persis sama kalau sedang dalam topik obrolan seputar Bandung dan Jakarta sama temen. Sebenarnya masih ada banyak sih dialog-dialog dalam film produksi Miles Films tahun 2002 itu yang nempel di kepala. Yang gue hapal sampai sekarang karena filmnya sudah ditonton berpuluh-puluh kali sejak dulu. Salah satu film Indonesia yang legendaris sih kalau gue bilang.
Apa ada di antara kalian yang besar di era film ini?
Kalau lo adalah orang yang kayak gue, lo pasti ngerti gimana susahnya jadi fans artis-artis SMTOWN. Oke sih nggak semua artisnya tapi mostly boygroup sama girlgroup mereka. Kenal Kpop pertama kali dari manajemen yang bersangkutan kemudian keterusan kecemplung di dunia fana yang nggak berujung tapi menyenangkan ini bikin gue nggak bisa lepas dari SM Entertainment. Dulu waktu masa-masa suka Super Junior, agak malu nyebut diri ELF karena beli CD aja nggak pernah. Pas akhirnya mutusin buat komitmen beli CD, eh udah nggak sesuka itu lagi sama mereka. Walaupun sebenarnya waktu itu beli CD-nya pun sebagai “persembahan terakhir” karena curiga mereka akan bubar setelah 2011. LMAO. Akhirnya mereka malah ke Indonesia 2012 dan ke sini terus sampai 2015.
Persembahan terakhir paledut.
Di masa-masa gue suka Super Junior gue juga dengerin SNSD. Tapi nggak pernah berani menyebut diri Sone. Bahkan walaupun SHINee yang memperkenalkan gue ke Kpop sejak 2008 dan gue sudah mendengarkan mereka sejak debut, gue nggak pernah mau sok-sokan menyebut diri gue Shawol. Dulu buat gue identitas fandom itu nggak terlalu penting. Apalagi kalau misalnya itu akan membatasi lo untuk suka atau mendengarkan grup-grup lain. Dulu, ada masanya ketika multi-fandom itu dianggap sebagai sesuatu yang najis dan hina.
“Lo kan ELF, kok lo dengerin SNSD sih! Mereka kan musuhnya SJ! Mereka tuh ngambil daesang-nya SJ tauk!”
Ya lo makan deh tuh daesang.