Terima Kasih Britney Spears!


Di suatu siang, beberapa hari setelah Lebaran 2015, gue dan Dimas, salah satu temen gue yang dulunya anak cover dance dan sekarang sudah pindah haluan jadi penyanyi nasyid tapi masih menyimpan hasrat untuk nge-dance tapi dia hanya bisa memendam hasrat itu karena di satu sisi dia merasa aneh di sisi lain dia merasa pengen, sedang menunggu pesanan pizza di salah satu tempat makan di kawasan Pasir Kaliki, Bandung. Nama tempatnya Herb & Spice. I reccomend you to try every food in there because it taste really really good. But that’s not my point.

Gue termasuk orang yang susah percaya sama orang lain untuk urusan cerita-cerita masalah pribadi. Tapi di saat yang sama gue orangnya gampang dipancing untuk cerita-cerita masalah pribadi. Nah, bingung kan?

Sama.

Gue juga suka bingung sama diri gue sendiri. Ketika gue berniat untuk menyaring siapa-siapa saja yang berhak mendengarkan kisah-kisah kehidupan pribadi gue yang paling pribadi malah jatohnya jadi nggak kesaring karena kadang-kadang gue bisa random acara cerita sama siapa aja.

Dimas mungkin satu di antara banyak orang yang pernah mendengarkan curhatan-curhatan gue soal kehidupan. Dan topik siang itu adalah comfort zone.

Gue yakin semua orang di dunia ini pasti punya zona nyaman yang nggak pengen mereka tinggalkan. Dan buat gue, zona nyaman itu adalah Kpop. Nggak sekedar masalah fandom dan suka sama siapa, tapi Kpop buat gue adalah sumber penghasilan selama tiga tahun terakhir. Gue hidup dengan menulis berita Kpop di media mainstream dan kasarnya Kpop adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup gue sejak 2013 sampai jelang akhir 2016 ini. Karena berkat Kpop gue bisa bayar kosan, makan, minum, dan juga jalan-jalan ke beberapa negara yang mungkin sama sekali nggak pernah kepikiran di kepala gue sebelumnya.

Bekerja sebagai jurnalis Kpop adalah hal yang sangat menyenangkan buat gue. Nggak, bukan sangat menyenangkan. Tapi SANGAT SANGAT SANGAT SANGAT SANGAT SANGAT MENYENANGKAN.

“Apa sih yang paling menyenangkan di dunia ini selain mengerjakan hobi sendiri dan dibayar?” kata salah satu wartawan hiburan di sebuah sesi wawancara Yubin ‘Wonder Girls’ via telepon beberapa tahun lalu. Lucunya, dia adalah pembaca blog gue juga. “Gue tahu lo lebih dulu dari blog daripada tahu lo wartawan Kpop,” katanya. Gue nggak bisa menyembunyikan senyuman malu-malu gue saat itu.

Kpop adalah zona yang benar-benar nyaman. Di situ gue merasa bisa jadi diri gue sendiri. Di saat orang lain sedang heboh mendengarkan lagu baru Tulus atau DJ Snake, gue tetap dengan EXO dan SNSD. Ketika orang lain sedang heboh membahas apakah benar Saipul Jamil punya video porno sama cowok seperti yang diunggah oleh sebuah akun anonim di Instagram dan jadi heboh di media online, gue tetap heboh manas-manasin orang yang nggak suka sama Baekhyun-Taeyeon. Kpop buat gue sangat penting dan signifikan. Kpop buat gue adalah kehidupan. Kpop buat gue adalah identitas. Kpop buat gue adalah zona nyaman.

2 Januari 2016, Liputan konser KRY di Jakarta (ronzstagram)

Begitu juga dengan kantor yang mempekerjakan gue selama tiga tahun terakhir sebagai jurnalis Kpop, detikcom/detikHOT. Lo nggak akan menemukan tempat senyaman ini di manapun di Jakarta. Setidaknya begitu yang gue rasakan sejauh ini.

Karena emang gue baru kerja di dua perusahaan aja sejak lulus kuliah, hehehehe

Obrolan gue dan Dimas sore itu nggak jauh-jauh dari Kpop sebenarnya. Soal cover dance, drama, lagu dan macem-macem. Dan topik Britney Spears itu tiba-tiba aja muncul.

“Aku tuh seneng deh ngeliat Adhan,” kata gue ke Dimas. Adhan adalah salah satu ikon Kpop di Bandung yang mungkin sering lo liat sebagai MC di banyak acara. Kita pernah nge-MC bareng di gathering EXO beberapa tahun lalu dan terakhir ketemu puasa kemaren di kosan temen gue di Pancoran.

“Kenapa kak?” tanya Dimas yang entah kenapa terlihat tidak nyaman dengan kondisi sekitar di tempat itu. Mungkin dia takut dikira sedang pacaran sama gue.

“Seneng aja karena dia pede banget. Ada dua hal yang bikin aku iri sama orang di dunia ini, orang pinter sama orang yang percaya diri. Menurutku Adhan itu sosok yang pantas untuk di-adore. Ngerti gak sih, dia nggak pernah takut buat jadi apa yang dia mau dan dia bodo amat sama omongan orang. Dia kayak nyaman banget gitu sama dirinya sendiri. Kalau aku sih ngeliat dia kayak gitu,” kata gue lagi. Sayangnya Dimas sepertinya nggak terlalu tertarik dengan topik ini dan akhirnya topik obrolan kita beralih ke masalah kenyamanan.

“Aku tuh suka sebel deh sama diriku,” gue mulai lagi. Ekspresi Dimas menunjukkan bahwa dia minta gue menjelaskan maksud dari kalimat gue apa. “Iya, kayak aku tuh merasa sangat mudah sekali dipengaruhi sama media,” gue ketawa.

“Contohin,” kata Dimas singkat.

“Kayak misalnya waktu itu, aku lagi iseng abis solat maghrib nge-scroll Facebook dan ngeliat posting-an Britney Spears,”

“PFFTTT... BRITNEY SPEARS?!”

“Iya. Jadi posting-an Facebook dia kayak quote gitu. Aku lupa isi persisnya apa, tapi yang jelas pesan dia kayak gini: Kita nggak akan pernah bisa merasakan bagaimana dunia di luar sana kalau kita tetap berada di zona nyaman. Dan sejak aku baca itu, aku kepikiran terus sampai sekarang. Aku emang nggak kenal personal sama Britney, dia mungkin nggak tahu aku ada di dunia ini. Tapi kenapa posting-an itu sangat ngena ke aku ya?”

Begitu awalnya sampai akhirnya kata ‘zona nyaman’ itu terus menggema di kepala gue. Walaupun gue mencoba untuk nggak memikirkan apa yang ditulis Britney saat itu, jauh di lubuk hati gue (halah) kalimatnya tetep membekas.

Kalau mau jujur, nggak ada hal yang bikin gue sangat percaya diri dengan kemampuan gue selain menulis. Okelah, gue bukan orang yang mungkin bisa merangkai kata-kata puitis atau semacam sastrawan yang setiap rangkaian katanya itu punya kesan seni. Tapi menulis seperti ini, mengosongkan pikiran gue dengan menuangkannya ke dalam tulisan adalah hal yang mungkin paling gue sukai dari menjadi seorang Ron. Makanya ketika detikHOT mencari seorang jurnalis Kpop, gue pun nggak segan-segan untuk masukin lamaran ke sana.

“THIS IS MY DREAM JOB!” kata gue ke salah satu temen kuliah gue di tahun terakhir kita di kampus. “Gue kayaknya bakalan magang di detik deh mau jadi wartawan Kpop.” Tapi saat itu, 2011 atau 2012, gue kirim surat lamaran untuk magang tapi nggak dipanggil. Setahun kemudian malah diterima jadi wartawan beneran, bukan wartawan magang.

Waktu wawancara BTOB di Medan, Desember 2015. Sengaja nggak dikasi watermark. (ronzstagram)
Buat gue, detikcom bukan cuma sekedar kantor tapi rumah. Setiap hari yang gue habiskan selama tiga tahun terakhir nggak pernah terasa seperti kerja. Di sana juga gue bisa tidur, makan, mandi dan bener-bener enak deh! Ada sih, hari-hari ketika gue suntuk banget kayak misalnya waktu liputan Mulan Jameela di sebuah acara ulang tahun stasiun televisi dan gue harus nunggu dia bisa diwawancara sampai jam 12 malam. Tapi di luar itu, pekerjaan ini sangat menyenangkan.

Setiap hari tuh kayak main-main dan nggak berasa kerja. Ya kepoin berita Kpop, ya nonton MV Kpop, ya nonton drama terus di review, ya dengerin album Kpop terus di review, ya dateng ke konser gratisan, ya pergi ke Korea dan ketemu artis. Gimana coba lo nggak seneng dan menjadikan pekerjaan ini sebagai zona nyaman lo? Gimana coba bisa mikir buat nyari kerjaan lain?!?!?!?!? INI TUH UDAH PALING JUARA.

“Kayaknya gue nggak bakalan pindah deh. Kayaknya selain di bidang ini gue nggak berguna deh di luaran sana.” Kata gue becanda tapi agak serius. Gue terlalu mencintai pekerjaan ini sampai-sampai gue merasa bahwa kemampuan gue cuma sebatas ini. Jadi kayak underestimate diri sendiri gitu. Tapi ya mau gimana lagi... terlalu asik di detikcom tuh. Terlalu asik jadi wartawan Kpop tuh.

Gue bukan tipe orang yang punya keharusan mencari tantangan untuk membuat dunia gue lebih berwarna. Asal gue makan cukup, tidur cukup, nonton drama cukup, ngeliatin IU cukup, gaul sama temen-temen cukup, itu sudah membuat gue bahagia. Tapi ternyata, tiba juga waktunya gue merasa bahwa mungkin sudah saatnya mencari tantangan baru.

“Siapa tahu abis ini gue bisa kerja di SM beneran.” Gue ketawa sendiri kalau mikirin hal ini. Semua fans mungkin akan sangat menginginkan pekerjaan ini. Ya kerja jadi wartawan Kpop di detikcom, ya kerja juga di SM. Sementara kalo melihat kualifikasi gue boro-boro SM mau mempekerjakan gue. CV gue aja masih kosong. Dan cara untuk mengisi CV itu adalah pindah kerja.

Tapi selama setahun berselang setelah obrolan sama Dimas soal Britney Spears itu, keinginan untuk pindah kerja sama sekali nggak muncul lagi di kepala gue. Apalagi ketika detikcom kemudian mengirim gue untuk liputan ke New York dan Korea di akhir 2015. MEN. GIMANA GUE MAU KELUAR DARI ZONA NYAMAN KALO SEMAKIN LAMA GUE DIBIKIN SEMAKIN NYAMAN?! Sampai akhirnya, “Udah, persetan sama Britney Spears, hidup-hidup gue ya Brit, nggak ada urusan sama quote lo!”

Dan gue pun mulai lupa sama quote itu selama beberapa waktu dan menikmati kenyamanan berlebihan yang ditawarkan oleh detikcom. Tapi manusia kan hanya bisa berencana. Tuhan juga yang menentukan segalanya.

Waktu liputan 'Saimdang - The Herstory' di Korea, November 2015. Cerita soal ini bisa klik di sini. (ronzstagram)
Bulan puasa tahun ini sebuah tawaran datang ke gue. Sebuah tawaran yang penuh tantangan dan menjanjikan sebuah pengalaman baru yang bener-bener beda dari apa yang sudah gue jalanin selama ini. Sebuah tawaran yang sukses bikin gue galau segalau-galaunya, dan bikin gue kepikiran lagi sama Britney Spears.

“Lo mau nggak, kerja di MD Entertainment?”

Gue bengong lama. Lama banget.

“Maksudnya, resign dari detik?”

Gue diem lagi. Lama banget.

Oke ini lucu. Sangat lucu.

MD Entertainment bukanlah sebuah nama baru di kuping gue. Tentu saja. Sejak SMA kelas 1 sampai tahun 2011 atau 2012, hidup gue nggak pernah jauh dari production house ini. GUE NONTON CINTA FITRI SEASON 1 SAMPAI SEASON 7. TOLONG. Dan nggak cuma itu, gue juga pernah punya akun di forum sinetron Lautan Indonesia dan khusus membahas sinetronnya MD. Gilak sih. GILAK SIH KENAPA TIBA-TIBA ADA TAWARAN KERJA DI SITU.

Gue menanggapi tawaran itu awalnya dengan tidak serius. Sampai akhirnya menjadi serius ketika orang yang menawarkan gue pekerjaan itu menjelaskan apa yang akan gue lakukan, apa yang akan dia lakukan, dan bagaimana prospek ke depannya kalau gue menerima tawaran itu. Masalahnya sekarang apakah gue mampu?

Wawancara Shane Filan (Westlife), Oktober 2014. Ini pertemuan kedua, baca cerita pertemuan pertama di sini. (ronzstagram)
Gue yang selama ini kerjanya sangat santai dan cuma sebatas Kpop doang, apakah gue mampu pindah haluan secara drastis dan kemudian melupakan semua hal tentang Kpop ini? Mana lagi jawabannya harus gue kasih segera. SESEGERA MUNGKIN. Sebelum puasa abis, gue udah harus punya jawaban.

Tidur gue sama sekali nggak nyenyak sejak malam itu. Semua orang gue recokin dengan pertanyaan yang sama. Dan semua orang ternyata (sebel banget) sangat mendukung gue untuk pindah.

“Ya kamu harus berkembang kan, nggak bisa stuck di satu tempat aja.”

“Tapi masalahnya ini Kpop. Apalah hidup gue tanpa Kpop?” tetep ngeyel.

“Ya masalahnya kalo kamu di situ terus ya kamu nggak akan berkembang.”

“Kalo aku pindah, aku nggak bisa ke luar negeri lagi dong ya,” mendadak kehilangan kesempatan ngalay di Korea untuk Gayo Daejun 2017.

“Ya kalo uang kamu udah banyak kan kamu bisa ke luar negeri kapan aja.”

“Gue bener-bener nggak siap. Apakah gue harus mengorbankan mimpi gue untuk menjalani mimpi orang lain?” begitu kata gue ke salah satu temen di satu malam ketika gue nggak bisa tidur karena mikirin hal ini. Dan di saat yang sama, Britney Spears kembali lagi dan kembalinya nggak kira-kira, tapi terus-terusan mengganggu pikiran gue.

SIAL! SIAL! KENAPA SIH BRIT?! GAUSAH SOK KENAL SAMA GUE BISA GAK!?!?!?

Waktu liputan press conference fanmeeting GOT7 di Jakarta, November 2015. (ronzstagram)
I made my decision that night. Ya. Gue sudah memutuskan untuk menolak tawaran itu. Dan ya, gue sudah menolak tawaran itu. Gue akan tetap jadi jurnalis Kpop aja. Gue akan tetap di tempat yang sekarang. Bodo amat sama stuck di zona nyaman. Yang penting gue bahagia. Gue belom ketemu IU. Gue belom wawancara EXO. Gue akan tetap di sini. TITIK.

Satu jam kemudian.

“Mas, gue mau pindah ke MD Entertainment.”

Kepala gue rasanya mau pecah. Selama seminggu setelah itu gue sama sekali nggak tenang. Pikiran-pikiran tentang mengucapkan selamat tinggal pada zona nyaman sangat menghantui gue. Sementara Britney, si keparat yang udah bikin gue mengambil keputusan besar dalam hidup gue, nggak muncul untuk memberikan semangat atau apapun.

YA GIMANA SIH ORANGNYA AJA NGGAK TAHU SAMA URUSAN HIDUP LO, RON?!?!?!?!

Akhirnya gue cuti tiga hari sebelum lebaran dan pulang weekend terakhir puasa ke Lombok. Perlahan-lahan gue merasa diberi pencerahan. Memang mungkin ini sudah rencana Tuhan. Mungkin ini memang jalan menuju sebuah kehidupan yang lebih baik tanpa terlalu memikirkan bayar tagihan. Mungkin memang ini cara terbaik untuk nabung kalau-kalau ada yang mau diajak duduk di pelaminan.

“Kayaknya ini jalan deh, supaya lo bisa cepet kerja di SM.” Sayup-sayup terdengar suara bisikan menyebalkan dari sudut terjauh dan terdalam di hati kotor gue. Tapi mungkin dia benar. Mungkin memang jadi jurnalis akan membuat gue lebih dekat dengan para bias. Tapi dengan bergelut di industri entertainment-nya langsung siapa tahu justru malah bisa membuat gue berada di tengah-tengah bias selalu.

TETEP YA YANG DIPIKIRIN ITUNYA. HAHAHAHAHAHAHAH Dan begitulah, akhirnya gue resign dan akhirnya pindah ke tempat baru.

Ketemu Park Bo Young, Oktober 2015. Baca cerita selengkapnya di sini. (ronzstagram)
Ada satu hal lucu yang terjadi sebelum gue masuk detikcom. Dan satu hal lucu yang terjadi sebelum gue masuk MD Entertainment. Dan keduanya terjadi ketika gue masih jadi mahasiswa dan entah gimana berhubungan.

Gue punya temen namanya Tora yang suka banget nulis dan suatu hari dia pengen ikutan sayembara menulis yang digelar oleh majalah Femina. Karena deadline-nya sudah mentok, dia nggak mau ngirim naskah lewat pos tapi pengen dianter sendiri ke gedung Femina. Kebetulan gedung Femina itu ada di Kuningan.

Tora ini dari Medan. Gue dari Lombok. Saat itu belum ada teknologi bernama Google Maps karena masing-masing dari kita nggak dibekali dengan handphone yang memadai. Akhirnya dengan bermodalkan tanya-tanya ke orang, kita naik kereta dan berniat ke Kuningan.

Untuk ukuran anak kampung yang nggak pernah melihat Jakarta secara langsung, daerah Kuningan bikin gue sangat shock karena banyak banget gedung tinggi. Setelah muter-muter tanya orang di mana lokasi gedung majalah Femina, gue sama Tora akhirnya menemukannya setelah berjalan kaki selama setengah jam atau empat puluh lima menit. Setelah itu kita bingung, gimana caranya pulang ke Depok.

Akhirnya kita mutusin buat naik TransJakarta aja. Walaupun nggak tahu harus turun di mana. Karena kita ragu takut kejauhan, kita turun di halte Mampang Prapatan. Dulu gue nggak tahu nama daerah itu, yang gue inget adalah setelah turun kita langsung masuk ke Giant dan beli minum. Lalu keluar lagi dan melihat metro mini 75 lewat dan gue meyakinkan Tora kalau itu bisa membawa kita ke Depok via Pasar Minggu.

Wawancara Song Ji Hyo & HaHa, Oktober 2014. (ronzstagram)
Dua tahun setelah itu, sekitar 2012, gue dapat beasiswa dari yayasan Turki PASIAD yang kantornya ada di Warung Buncit. Ketika pertama kali ke sana gue merasa deja vu. Kayaknya gue pernah deh ke daerah ini? Gue pernah naik Metro Mini 75 ini deh. Dan gue kemudian ingat petualangan gue dan Tora di tahun pertama kuliah kita di 2009/2010 itu.

Satu tahun setelah beasiswa itu, gue diterima di detikcom dan kantornya juga ada di Warung Buncit. Lucunya, kantor detikcom berseberangan dengan kantor PASIAD.

Tiga tahun setelah diterima di detikcom, gue pindah ke MD yang kantornya di Kuningan. Di kawasan tempat gue dan Tora kesasar waktu nyari gedung Femina. Saat itu mungkin gue buta banget sama Kuningan – Mampang – Warung Buncit. Tapi siapa sangka selama tiga tahun kemudian justru itu jadi wilayah yang kayaknya setiap hari gue lewati.

Kok bisa begitu ya? Apakah ini berarti gue akan bener-bener kerja di SM sebelum gue berusia 35 tahun?

WAKAKAKAKAKAKAKAKAKAKKAAAAAAMIIIINWKWKWKAKWAKWKAKWKAW

Waktu liputan ke New York, di Times Square. Baca cerita selengkapnya di sini. (ronzstagram)
Salah satu dream job gue sudah gue tunaikan. Masih banyak dream job lain yang belom kesampaian sih sebenarnya. Di antaranya adalah jadi badut ulang tahun, jadi mas-mas Domino Pizza yang nawarin promo di pinggir jalan, dan jadi kasir di Carefour. Dan yah, walaupun gue sangat berat meninggalkan status gue sebagai jurnalis Kpop, tapi tiga tahun belajar di detikcom bukanlah waktu yang singkat. Cukup untuk membuat gue lebih tahu dan membuat gue jadi punya pengalaman. Mungkin ini saatnya untuk menuju ke dream job yang lain (ehem) (SM) (ehem). Dan kita sudah sampai pada titik gue harus mengucapkan selamat tinggal untuk zona nyaman, sekarang waktunya untuk membuat zona nyaman yang baru.

Yang jelas gue harus berterima kasih kepada Britney Spears. Tanpa quote menyebalkan tapi benar itu gue mungkin nggak akan berani mengambil keputusan sebesar ini dalam hidup gue. Ini adalah titik paling penting dalam karier profesional gue sebagai manusia di kehidupan nyata. Dan lucu aja bagaimana Tuhan menunjukkan jalan itu lewat Britney Spears yang padahal kenal sama gue juga kagak.

Dan terima kasih untuk Tora yang entah gimana membuat semua ini berhubungan secara aneh. Juga untuk Dimas yang sudah mau mendengarkan keluh kesah nggak penting gue soal Britney. Udah berasa temen SMP aja gue sama dia.

Gue mungkin udah nggak nulis lagi untuk detikcom sekarang, tapi karena menulis bisa di mana aja dan gue nggak mau jauh dari Kpop, sekarang gue kontributor di Salam Korea dan (hopefully) di Creative Disc.

Thank you for everyone who stick with me all these times. And for you, my lovely readers, you are my world.

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere:
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram
Steller: ronzzykevin
Snapchat: snapronzzy
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)



Share:

0 komentar