Dulu, pas awal-awal EXO debut, gue pernah bilang ke diri gue sendiri, kayak semacam "sumpah seorang fanboy alay" gitu kalau gue nggak akan bias sama siapapun di EXO. Mungkin saat itu gue terlalu terlena dengan slogan 'We Are One' yang selama ini mereka bangga-banggakan. "Nggak boleh bias dong! Harus dukung EXO secara tim dong!" Padahal mah... yaelah bro... we are out one by one...
(putar 'Promise (EXO 2014)', lalu bernyanyi dalam kesenduan sambil memandangi foto Kris, Tao dan Luhan yang diterangi cahaya lilin)
Seiring waktu berlalu, "sumpah seorang fanboy alay" itupun hancur karena pada akhirnya, gue dituntut untuk mengikuti hukum alam di fandom KPop ini: memilih bias. Salahkan tim marketing SM Entertainment karena harus membuat cover album per-member itu dan tidak mencetak satupun cover album grup. Buat orang yang sudah memutuskan untuk tidak punya bias otomatis nggak punya pilihan.
Akhirnya gue pun menentukan pilihan.
Perjalanan bias gue di EXO cukup rumit. Lucunya, semua dimulai dengan Tao. Sebelum negara api menyerang, harus gue akui dulu gue pernah bias Tao. Sebelum kemudian gue sadar bahwa mungkin hari itu gue terlalu banyak mengkonsumsi mecin dari nasi goreng depan kosan lama gue di Depok. Setelah Tao, Sehun sempat masuk list. Tapi setelah 'What Is Love' keluar, Baekhyun seolah menginjak-injak semuanya sampai benyek.
'History' menyusul dirilis dan saat itu pertanyaan gue cuma satu, "Sebenarnya siapa sih orang yang mukanya berubah-ubah di setiap frame ini?!"