• Home
  • Explore Blog
    • K-Pop
    • EXO
    • Concert Experience
    • GMMTV's The Shipper Recap
    • Film
    • Self Reflection
    • My Trips!
      • New York Trip
      • Seoul Trip
      • Bangkok Trip
      • London Trip
  • Social Media
    • YouTube
    • Twitter
    • Instagram
    • Facebook
    • Email Me
  • My Podcasts
    • Podcast KEKOREAAN
    • Podcast ngedrakor!
  • NEW SERIES: 30 and Still Struggling
kaoskakibau.com - by ron


Gue sedang berusaha untuk menyelesaikan laporan mingguan gue di kantor hari ini ketika gue iseng (sebenarnya dulu kegiatan ini gue jadwalkan setiap harinya) nge-search ‘kaoskakibau’ di Twitter. Dulu setiap kali gue mem-posting artikel baru (mostly tentang EXO atau review MV) gue selalu melakukan ini untuk nge-RT-in orang-orang yang nge-share artikel gue. Belakangan emang agak jarang karena konten gue yang tentang KPop sudah makin berkurang.

“Selamat datang di real life!” begitu kata gue pada diri gue setiap kali gue sadar tentang kenyataan bahwa spazzing sekarang bukanlah hal yang bisa gue lakukan setiap saat lagi, nggak seperti beberapa bulan yang lalu.

Lalu gue menemukan sebuah posting-an dari salah satu akun Twitter. Posting-an yang membawa gue tenggelam dalam ke pikiran-pikiran serius tentang kehidupan. Posting-an yang gue baca itu sebenarnya adalah “timehop” dari si pemilik akun yang ternyata 2013 lalu pernah nulis status di Facebook mengutip tulisan gue di blog.

“Pas bukain postingan lama di facebook, trus nemu ini, postingan thn 2013 ngutip dr kaoskakibau.” Tulis @nnMonti. Dia memotret posting-an Facebook-nya 2013 lalu dan mengunggahnya ke Twitter. Waktu gue baca isi posting-an itu, gue terdiam cukup lama. Emang gue pernah nulis kayak gitu?

Buru-buru gue menekan CTRL+T di browser dan mengetik ulang kalimat pertama di posting-an itu lalu menambahkan “, kaoskakibau” setelahnya. Kemudian gue menekan ENTER dan Google menempatkan kaoskakibau.com di urutan teratas pencarian. Lengkap dengan kutipan kalimat yang persis sama dengan yang ditulis @nnMonti.


Ketika lo nggak lagi bekerja di ranah yang menjadi hobi dan passion lo, semuanya akan jadi beda. Lo harus berani ngambil keputusan untuk mengorbankan pekerjaan lo untuk sesuatu yang lo sukai. Walaupun itu akhirnya akan “menyakiti” beberapa pihak, tapi… ah… Bahkan JK Rowling pernah dipecat dari pekerjaannya sebagai sekretaris karena terlalu sering ngelamun dan nulis Harry Potter di kantor.

Tentu saja gue nggak serta-merta meniru JK Rowling dan masa lalunya yang kelam sebelum Harry Potter. Gue hanya bandel aja. Sebagai pegawai selama empat tahun terakhir, gue termasuk yang jarang banget bandel masalah kerjaan. Bolos, izin untuk sebuah urusan yang trivial dan semacamnya itu nggak ada di kamus gue. Tapi kali ini gue harus melakukan itu rupanya.

Karena Park Bo Gum akan ke Jakarta.

Sebelum gue pindah ke kantor yang sekarang, gue sudah tahu bahwa mungkin per-Korea-an ini nggak akan selancar dulu. Pastinya akan ada batu-batu yang sangat besar yang menghalangi gue untuk meneruskan kesukaan gue ini. Dan salah satu batu terbesarnya itu adalah pekerjaan utama, tentu saja. Lo nggak bisa abai sama kewajiban. Tapi lo juga nggak bisa ikhlas kalau nggak melakukan apa yang lo sukai. Ini tuh semacem ribet dan membingungkan.

Tapi kalau lo sudah ikhlas dengan hal terburuk yang akan terjadi kayaknya lo akan lebih berani mengambil risiko. Dan gue sudah pasrah sama apapun.
“Oke mas, saya bisa ke Park Bo Gum.” kata gue ke Mas Welly, pemilik sekaligus koordinator liputan Creative Disc, tempat gue nulis sebagai kontributor sekarang.
“Yakin? Kamu bisa bolos?”
“Semoga nggak bolos. Semoga bisa dikondisikan.”

Ya. Semua pasti bisa dikondisikan, kan?




“Gue pengen deh ke Pelabuhan Sunda Kelapa.”

Dalam kurun waktu satu bulan gue pernah ngomong kalimat ini ke empat orang yang berbeda. Yang pertama gue lupa antara temen deket atau kenalan di pinggir jalan yang nggak sengaja ngobrol karena kita punya baju yang sama-sama berlogo EXO. Yang kedua temen kantor gue. Yang ketiga Dimas, mantan member cover dance grup yang pernah gue idolakan. Yang keempat salah satu orang asing yang kenal di media sosial.

Gue sama sekali nggak pernah ke tempat itu. Walaupun buat sebagian orang mungkin kayak “Ngapain sih?” “Males ah. Panas pasti.” Dan sebagainya, tapi kalau gue udah penasaran maka gue pasti akan mengusahakan supaya rasa penasaran gue itu bisa terobati. Sebelum gue ke sana langsung dan melihat sendiri seperti apa kondisi lokasinya, gue nggak akan percaya apa kata orang. Dan kalau ada yang nanya “Lo ngapain sih ke sana?” ya gue akan jawab “Ya mau lihat kapal. Emang mau ngapain lagi.” Dan kalau ada yang bilang “Panas ah!” ya gue akan jawab “Kalo pelabuhan di Jakarta adem berarti udah mau kiamat.”

Sudah hampir empat tahun gue tinggal di Jakarta dan ada banyak tempat yang belum pernah gue datengin. Pelabuhan Sunda Kelapa mendadak muncul di kepala gue karena gue pengen punya foto kapal besar di Instagram. Dan akhirnya gue pun jadi ke sana bareng sama Dimas, orang ketiga dalam paragraf pertama yang mendengarkan keinginan gue itu. Beruntung Dimas mau dan bawa motor juga kamera bagusnya.

Beberapa hari setelah itu mendadak temen satu meja gue, Sean, ngajakin jalan-jalan ke museum di Jakarta. “Wah seru juga sih. Gue nggak pernah soalnya.” Gue menanggapi dengan antusias. Kebetulan itu lagi pekan-pekan liburan Natal dan Tahun Baru. Walaupun sebenarnya gue nggak dapet libur sama sekali karena masih pegawai baru, tapi kondisi ketika bos besar gue sedang tidak ada di tempat ini membuat kehidupan gue jadi sedikit luang dan menyenangkan. Antusiasme gue itupun disambut dengan sigap oleh Sean. Dia langsung browsing-browsing museum yang bisa dikunjungi di Jakarta.

Mulai dari Museum Nasional sampai Museum Layang-layang masuk ke itinerary kita. Rencananya sih kita mau pergi pas malam tahun baru. Setelah enam atau tujuh lokasi museum sudah ditulis, tiba-tiba Sean random aja bilang pengen ke Sea World.

“Eh yaudah! Ke Sea World aja!” yang ini bener-bener nggak bisa ditolak. Walaupun gue sudah tahu kalau harga weekend itu akan mahal, tapi yang ini nggak bisa ditolak.


Ok. Ini sebenarnya gue cuma kangen sama kerjaan lama gue. Dan rasa kangen itu makin menjadi-jadi jelang akhir November ini. Alasannya, akhir November tahun lalu adalah momen ketika gue akhirnya bisa terbang ke Seoul untuk liputan dan semuanya dibiayai kantor dan sponsor. Mulai dari tiket pesawat, akomodasi untuk dua hari pertama dan uang saku semua dikasih.

Itulah kenapa sebenarnya gue berat meninggalkan kerjaan itu waktu pindah ke tempat baru. Karena, men, kalo gue nggak jadi wartawan mungkin gue nggak akan bisa melakukan semua itu dengan cuma-cuma. DAN INI KE KOREA! I MEAN, NEGARA IMPIAN ANAK KPOP ALAY KAYAK GUE!!!!

Dan sebagai blogger, setelah kerjaan kelar gue pasti akan tulis di sini pengalaman-pengalaman gue selama di sana. Mulai dari pertama datang, kerjaannya, sampai jalan-jalan random-nya. ‘Finally, Seoul!’ itulah yang gue pilih sebagai judul dari serial perjalanan pertama gue ke Korea Selatan ini. Dan sampai sekarang masih berlanjut karena gue belum sempat menyelesaikan semua posting-annya. Sekarang sudah episode 12 apa 13 ya? Gua lupa wkwkkw

Pengalaman pertama selalu mengesankan. Makanya gue selalu tulis apapun yang jadi pengalaman pertama gue di blog ini. Karena cerita setelah itu biasanya kan pengulangan dan nostalgia. Kecuali kalau misalnya gue kembali lagi ke sana dan kemudian gue ketemu sama Suho atau IU… beda lagi urusan.

Tapi pertanyaannya, kapan bisa balik lagi ke sana?!

Gue sedang sibuk nyuci beras untuk dimasak besok paginya waktu malam 31 Oktober kemaren. Kebetulan memang gue sudah sampai kosan dan beberapa hari terakhir gue ngerasa punya kewajiban lebih untuk semua urusan “rumah tangga” kayak nyuci perabotan masak dan makan sampai nyuci beras. Gue lagi ada dalam mode “gak mau ngerepotin temen sekamar”. PFT. Oke mungkin informasi ini nggak terlalu penting untuk lo baca tapi malam 31 Oktober itu gue bener-bener lupa kalau CBX mau rilis MV.

EXO mungkin satu-satunya grup yang bikin gue rela buang-buang kuota internet cuma buat streaming MV baru mereka. Tapi malam itu bener-bener pikiran gue isinya cuma nyuci perabotan, nyuci beras, kemudian tidur. Sesimpel itu. Padahal di kantor sorenya gue udah kayak niatin “Apa gue nunggu aja ya jam 10 baru balik?”

Karena biasanya waktu di kantor lama—yang jaraknya cuma 2 menit ke kosan—gue selalu melakukan ini. Gue akan nunggu sampai jam 10 di kantor dan kemudian spazzing sampai jam 12 malam lalu sholat isya dan balik ke kosan sekitar jam 1 pagi. Terus nanti kembali lagi ke kantor jam 9 untuk bikin berita kalo EXO rilis MV semalam.

Cuma karena sekarang jarak kantor dan kosan 40 menit, dan naik TransJakarta di malam hari itu  bukanlah ide yang menyenangkan (but they’re getting better now!) jadi yaudah. Gue pikir streaming di kosan aja. 100 MB cukuplah buat MV dan album. Sayangnya karena sibuk dengan urusan perkakas kehidupan dan beras, gue lupa banget.

Gue baru inget pas udah mau tidur. Dalam kondisi badan yang sudah letih, mau spazzing juga jadi males. Dan yaudah abis itu ketiduran. Baru paginya di kantor gue bener-bener nyimak MV-nya. Dan baru sadar kalau…

OMG. BAEKHYUN NGE-RAP?!?!?! AHAHAHAHAHA

Seneng ngeliat EXO aktif lagi di sub-unit setelah K dan M karam dan terkubur di samudera lawsuit di 2014 dan 2015. Gue sangat menunggu-nunggu penampilan CBX karena ada Baekhyun. Gue padahal tipe fans yang nggak suka kalo ada satu member dalam grup yang terlalu mendominasi (atau sok-sok mendominasi) tapi kalau itu Baekhyun (atau Suho—tapi Suho seringkali gagal mendominasi karena selalu di-bully) nggak apa-apa deh. Karena bias. Tapi selain CBX yang sebenarnya juga harus dirayakan loncatan kariernya di tahun ini adalah Zhang Yixing.

Klik di sini untuk baca review pertama EXO-CBX

Memang nggak banyak atau nggak sering gue ngomongin Lay baik di blog ataupun di Twitter. Soalnya memang dia bukan bias. Waktu awal debut juga first impression gue ke Lay nggak terlalu gimana-gimana banget. Ya memang gue nggak terlalu ke M waktu dulu. Lebih suka sama K. Selain karena masalah bahasa (yang padahal bukan sesuatu yang asing karena gue dulu suka banget sama Mandarin pop) juga karena member-member M yang kalah nendang dari K. Masih inget banget gimana krik-krik-nya wawancara M di semua sesi interview di China di awal-awal debut.

Lay juga keliatan tua banget waktu pertama debut. Dengan rambut yang agak gondrong dan dikuncir di belakang itu bikin dia jadi kayak mas-mas. Entah itu salah siapa. Padahal semakin ke sini dia jadi semakin keliatan sesuai dengan umurnya.

Gue banyak kenal sama fans-nya Lay. Dan gue banyak denger cerita-cerita soal dia. Cerita-cerita yang sebenarnya gue nggak tahu kebenarannya gimana, tapi membuat gue merasa simpati dengan sosok Zhang Yixing. Dan kenyataan bahwa dia satu-satunya member China yang masih bertahan di EXO sekarang juga membuat gue semakin respek sama Lay. Dan itu makin bikin gue nyinyirin Kris, Tao dan Luhan.

“Kalo Lay aja bisa, kenapa mereka enggak bisa deh?!”

Tapi itu cerita lama. Bisa atau nggak bisa bertahan itu bukan lagi masalah mau atau nggak mau lagi berkarier di bawah SM. Bukan lagi masalah diperlakukan baik atau tidak baik sama SM. Bukan lagi masalah adil/tidak adil atau bayaran yang nggak sepadan. Itu semua masalah prinsip, cara pandang dan tujuan hidup. Dan, menurut gue, skenario yang dibuat SM dan semua yang keluar dari awal.

Pesan moral: jangan pernah percaya 100% sama dunia entertainment. Bisa jadi semuanya palsu.

Walaupun gue nggak bias Lay, tapi gue punya satu—enggak deh—dua momen yang nggak terlupakan sama dia. Entah ini memang momen nyata atau hanya terjadi di kepala gue. Yang pertama waktu EXO-M jadi bintang tamu di konser Super Show 4 di Jakarta tahun 2012 dulu. Dan yang kedua waktu konser The Lost Planet di Jakarta tahun 2014.

Ada tiga alasan kenapa gue nonton Super Show 4 sekitar empat tahun yang lalu: Siwon, Donghae dan EXO-M. Spesial buat yang terakhir, gue bawa banner 1x1 meter dan berdiri di depan pager supaya keliatan sama mereka. Waktu mereka bawain lagu History, ada momen waktu Lay ngeliat ke banner gue dan dia sedikit shock gitu. Kayak “ANJIR TERNYATA ADA JUGA FANS GUE DI SINI?!” Nggak cuma Lay sebenarnya, Chen juga.

Klik di sini untuk baca cerita Super Show 4

Dan waktu di The Lost Planet, lagi-lagi gue nempel pager dan gue sebelahan sama Kak Dea. Kak Dea emang ngefans sama Lay. Dan kebetulan saat itu gue juga bawa fanboard fotonya Lay sama Lee Soo Man. Kak Dea bawa handuk warna ungu yang dia beli dari salah satu fansite Lay yang terkenal banget katanya. Kami berdua sudah dalam posisi yang siap sedia dengan handuk dan fanboard masing-masing waktu Lay lewat di depan kami dan melihat apa yang kami bawa. Fanboard sesimpel foto Lay dan Lee Soo Man itu bikin Zhang Yixing langsung menangkupkan kedua telapak tangannya, terus sambil membungkuk bilang “Terima kasih.” dari jauh. Ya, keliatan gerakan bibirnya bilang “Terima Kasih.”

Klik di sini untuk baca cerita nonton konser The Lost Planet di Jakarta

Ah… rasanya kalau mengingat kejadian-kejadian masa lalu tuh berasa seneng banget. Walaupun sudah empat tahun dan dua tahun berlalu, tapi masih seger gitu di kepala. Tapi nggak ada sih yang ngalahin rasa seneng waktu tahu Lay akhirnya bikin album solo.

WHOAAA FINALLY!!!!


Belakangan ini gue serius banget dengerin Monodrama. Karena sejak lagu itu dirilis gue nggak pernah punya waktu khusus buat dengan sengaja memutarnya di music player di ponsel atau di laptop. Tapi kadang-kadang kalau lagi shuffle lagu di hape suka keputer sendiri dan direnungi dalam-dalam.

Padahal nggak ngerti juga lirik lagunya.

Gue tahu Lay punya kemampuan buat jadi penulis lirik dan komposer. Walaupun yang paling nempel di kepala gue adalah lagu yang dia bikin di salah satu episode EXO’s Showtime yang liriknya “My back my back my back my kneeeeee” karena waktu itu punggung sama lututnya lagi sakit. Tapi alhamdulillah di album debut solonya nggak ada lagu yang liriknya kayak gitu. Malah albumnya terdengar sangat serius.

Seserius itu loh beneran deh.

Tapi sesuai sih sama image-nya dia. Karena kalau Lay mendadak nyanyi lagu macem NCT Dream kan agak-agak aneh juga. Gue nggak kebayang dia pake celana pendek, rambut jamur, terus naik hoverblade keliling-keliling panggung sambil ngunyah dan sesekali niup permen karet.

EXO bikin sub-unit?

Wait.

WHAT?!?!?!

OMG! Sebegitu terasingnya kah gue dari fandom ini sampai-sampai berita besar kayak gini gue nggak tahu? Coba gue inget-inget dulu kapan terakhir gue baca Soompi atau AllKPop.

(berpikir)

31 Juli. LOLS. Itu di hari terakhir gue kerja di detik dan setelah itu gue nggak pernah lagi buka portal berita. Semua hal yang terjadi di dunia KPop gue tahu dari timeline Twitter (yang jarang banget juga gue buka kecuali emang iseng-iseng banget) dan YouTube. Bahkan YouTube aja udah nggak sesering dulu. Waktu gue buat nonton Laura in the Kitchen sudah berkurang nih sekarang. Apalagi buat spazzing EXO?!

Tiba-tiba inget belum nonton 'Scarlet Heart: Ryeo' episode 17 sama 18 ahahahha. Tapi… apa gue pernah ngebayangin EXO bikin sub-unit?

Hmmm… seinget gue dulu gue pernah berandai-andai apakah EXO juga akan mengikuti jejak para seniornya di SM (grup yang member-nya banyak) untuk bikin sub-unit. Yah, walaupun sebenarnya EXO juga debut kan dalam dua sub-unit K dan M, yang walaupun sekarang sudah dihapuskan karena member M udah sisa cuma tiga aja. Timpang. Tapi setelah beranda-andai itu, nggak pernah lagi deh mikirin apakah EXO akan beraktivitas dalam sub-unit.

“Karena gue suka ngeliat mereka ber-12 di panggung!” kata gue kala itu. Yah sayangnya kemudian gugur satu per satu bagaikan pahlawan di medan perang.

Tapi kalaupun misalnya EXO maksa banget bikin sub-unit, gue sih pengennya sub-unit M yang didebutin. Kayak bukti eksistensi mereka gitu loh yang ditinggal tiga member China terus mereka kembali dengan bangga “KITA YANG BERTAHAN.” Harapan itu nyaris jadi nyata. Karena sub-unit pertama EXO memang didominasi member M.

Chen, Baekhyun, Xiumin.

Ngeliat formasinya sih gue nggak ada komplain. Tapi curiga juga. Apa jangan-jangan sebenarnya proyek ini seharusnya jadi comeback-nya EXO-M ya? Tapi kemudian batal.

Nama gue Ron. Gue suka nonton drama Korea dan suka dengerin KPop. Baru-baru ini gue menderita mencret yang parah banget. Lo tahu kan, penyakit yang disebabkan karena kebanyakan makan cireng dan sambel ayam penyet itu? Ya… Dalam 25 tahun terakhir mungkin ini adalah mencret gue yang paling parah. Karena bahkan untuk berdiri aja gue goyah. Untung Tuhan menunjukkan jalan kepada manusia bahwa boker sangat efektif dilakukan jika jongkok, bukan berdiri. Tapi bahkan dalam kondisi kurang cairan seperti ini, jongkok pun terasa melelahkan.

Gengs, maafin gue kalo posting-an ini diawali dengan curhatan soal mencret. Karena seperti yang gue bilang di atas, ini adalah mencret terparah sepanjang hidup gue. Kalo capek karena lari, angkat beban, atau ngepel kamar okelah bisa dimaklumi. Tapi capek karena boker itu hal lain gengs. Jangan pernah sekali-sekali makan jorok di pinggir jalan kalau kondisi badan lo lagi nggak fit.

Seharusnya posting-an ini sudah naik di kaoskakibau.com sejak dua minggu lalu. Tapi karena gue mendadak kena diare (dan diperparah karena gue sendiri di kosan dan susah buat keluar beli obat akhirnya malah berkepanjangan) jadinya ketunda. Penundaan berlanjut karena urusan kantor dan kepribadian golongan darah B yang super mager macem gue. Tapi yah, life must go on. Walaupun mencret gue belum kelar sampai hari ketiga, gue tetap harus bertahan melawan kejamnya dunia. Termasuk kejamnya sebagian orang menilai para fans KPop di masa lalu.

Oh yeah, lets begin the curhat.



Jadi seorang fanboy KPop tuh nggak gampang. Jujur saja. Kondisi kehidupan lo nggak akan semudah ketika lo mengidolakan seorang pemain sepak bola atau personel sebuah band metal papan atas dunia. Kalau lo udah jadi fanboy militan Korea-Korea-an sejak sebelum 2009, tahun di mana KPop hanyalah genre nugu di dunia ini, lalu kemudian lo merasakan bagaimana rasanya dicibir teman-teman sekitar lo karena lo suka KPop, men, kita harus tos dulu.

Tos di jidat orang-orang yang ngatain tapi ya. HAHAHAHAHAHAH

Gue tuh suka nggak paham kadang sama orang-orang. Kenapa deh mereka suka banget ngurusin kesukaan orang lain? Like seriously, memangnya kenapa sih kalau gue suka sama Korea-Korea-an? Gue nggak minta duit sama elo kok buat menghilangkan dahaga gue akan kesukaan gue ini. Kenapa malah lo yang sakit pantat.

Kalau diitung-itung kira-kira sudah delapan tahun gue ada di lingkaran setan bernama KPop ini. Nggak jarang gue mendapat pandangan yang yah bisa dikategorikan ke negatif. Dan selama delapan tahun itu gue juga memperhatikan bahwa ternyata nggak cuma gue loh yang mengalami hal ini. Banyak fanboy bahkan fangirl juga (mungkin) berada di frekuensi yang sama. Kayak semisal, kalau gue nggak sengaja ada di acara KPop gitu ya, kayak cover dance competition atau apa, gue masih sering ngeliat fanboy pake masker.

Oke ini suuzon sih.

Gue menebak mereka yang pake masker ini kurang pede sama diri mereka sendiri. Mungkin juga ngerasa nggak nyaman berada di situ. Takut kalau-kalau ada temen rumahnya atau temen sekolahnya yang nggak suka KPop ngeliat dia ada di acara KPop trus nanti dikata-katain di sekolah.

Sotoy sih emang. Kan bisa jadi sebenarnya mereka pake masker karena emang lagi pengen. Karena memang lagi cosplay-in airport fashion idol favorit mereka. Karena lagi jerawatan. Karena alergi. Karena yah mungkin juga terlalu ganteng untuk berada di sana sehingga ada ketakutan tersendiri para wanita akan berteriak “OPPA!! OPPAA!!! SARANGHAE!! OMMOO OMMOOOO!!!!” ke dia. Atau mungkin karena ternyata dia adalah Byun Baekhyun.

OMG!

“OPPAAA!!! OPPPAAA!!!!!!” *JAMBAK YANG PAKE MASKER*

Tapi enggak tahu kenapa gue kayak punya keyakinan gitu, bahwa beberapa orang yang pake masker di tempat yang seharusnya mereka bisa jadi diri mereka sendiri itu adalah orang yang masih punya ketidakpercayaan diri. Bener gak sih itu kata terakhir. Padahal kan sebenarnya kalau dipikir-pikir, semua yang di situ pasti suka KPop. Like WE ARE ONE, MAN! Ehem. Tapi ya mungkin emang dia lagi jerawatan. Atau emang dia takut ketauan temen sekelasnya yang nggak suka KPop.

Iya gue suuzon. Maafin gue.

Tapi tenang saja. Kalau lo baca ini kemudian lo merasa tersentil, bagus, karena niat gue emang pengen nyentil. Nggak cuma elo kok yang merasa demikian.

Gue selalu menganggap diri gue sebagai orang yang paling nggak pede di seluruh dunia. Gue pun pernah berada di masa-masa seperti itu. Waktu SMA mungkin nggak terlalu kerasa karena gue belum yang frik banget sama KPop. Tapi berasa banget pas kuliah sih.

Jadi ceritanya kan gue emang suka banget bikin fanfic (baca di smellyshockshortstory.tumblr.com). Dan kalau udah bikin fanfic tuh gue suka banget yang menenggelamkan diri gue ke masing-masing karakter yang gue bikin. Jadi kadang suka bikin editan-editan foto dengan karakter-karakter yang gue pake jadi main cast-nya gitu. Terus gue jadiin wallpaper laptop. Maksud gue kayak supaya gue setiap kali inget kalo gue harus ngelanjutin ini fanfic, gitu loh. Nah, suatu hari ada salah satu temen se-program studi gue mau minta file dari laptop gue gitu. Dia nyamperin gue sama salah satu temennya.

Dalam hati gue sebenarnya sudah merasa nggak aman. Karena kalau mau transfer-transferan kan harus buka desktop dulu dan itu wallpaper pasti nampak.

“Ah gue males deh kalo ntar diliat sama nih orang,” kata gue. Gue nggak mempermasalahkan temen gue yang minta data. Yang gue permasalahkan adalah temennya itu. Yang gue yakin (keliatan) kalo dia bukan tipe orang yang biasa aja sama orang yang suka KPop. Anjir sebel kalo diinget-inget WKWKWKWK.

Saat itu wallpaper gue lagi editan fotonya Joong Ki, Yoona sama Siwon. Persis ketika wallpaper gue tampak, gue ngeliat temennya temen gue itu kayak memberikan tatapan  yang—hmmm gimana ya nyebutnya—mencela? Kayak mau ketawa tapi ketawanya yang nyinyir kayak yang “APAAN SIH NIH ORANG” gitu pas liat laptop gue.

Wah bangsatlah. LO PALING SUCI GUE PENUH DOSA.

Begitu kira-kira.

Tapi pandangan negatif jadi fanboy KPop nggak cuma datang dari orang yang nggak suka KPop aja. TERNYATA! Gue juga pernah merasa “dipandang sebelah mata” oleh sesama fans KPop. Waktu itu SHINee pertama kali datang ke Indonesia, 2010 kalo nggak salah, yang mereka isi acara kerjasama Arirang sama TVRI yang panggungnya gembel banget itu. Dan gue sama salah satu temen gue dateng ke bandara (niatnya) ngejemput SHINee (walaupun sebenarnya nggak bisa juga kejemput karena ya lo tahulah satpam di bandara always full of shit untuk urusan inian).

Ketika sedang berdiri di antara kerumunan, ada salah satu orang yang memberikan tatapan merendahkan gitu ke gue.

“Fanboy?!” sambil ketawa nyinyir ala-ala antagonis sinetron Bawang Merah Bawang Putih.

“Hehe ada masalah? Hehe” kata gue lalu mengalihkan pandangan ke pintu kedatangan bandara yang nggak kunjung dilewati oleh SHINee karena kita semua dibohongi satpam bandara.

Tq pak satpam.

Gue jadi suka mikir, kenapa sih orang-orang masih aja ada yang nggak respect sama kesukaan orang lain?!

Men, mereka tuh haruslah mulai menghargai apa yang orang lain suka. Ketika kita nggak pernah ngerecokin mereka, kenapa deh mereka tuh always act like shit. AHAHAHAHAHA Maksud gue, ya lo nggak usah mencela lah. Lagian lo juga kan nggak tahu gimana-gimana dan apa-apanya. Nggak usah mencibir gitulah.

Gue jadi inget beberapa waktu yang lalu gue sempat mampir ke Bumi Perkemahan di Cibubur dan melihat banyak banget mas-mas bertelanjang dada, berkemah di tengah hutan, duduk ngerokok melingkari api unggun. Ikhlas banget badan mereka digigit nyamuk segede gajah. Kalau mau sinis gue bisa aja bilang, “Yaelah mas, ngapain sih, mending tidur di rumah nggak digigitin nyamuk. Anget. Daripada tengah hutan gini?” Ya tapi urusan gue apa? AHAHAHA Itu kan emang kesukaan mereka. Hobi mereka. Sesuatu yang membuat mereka puas yang nggak akan pernah gue ngerti kenapa.

Sama aja kayak orang mikir “Ya lo ngapain beli tiket konser KPop? Mahal! Buang-buang duit! Bisa beli laptop atau hape baru tuh tinggal nambah dikit!”

Dan ya, perdebatan itu nggak akan pernah berakhir. Kecuali lo sama-sama ngerti bahwa yang A suka itu nggak sama dengan apa yang B suka. Apa yang A lakukan buat hobinya beda sama apa yang B lakukan buat kesukaannya. Dan lo nggak bisa nyuruh A beli handphone baru dengan uang yang dia pake beli tiket konser karena dia nggak butuh hape baru. Lo juga nggak bisa nyuruh B tidur di rumah aja jangan di hutan ya karena di rumah mungkin dia nggak bisa bakar api unggun karena tinggalnya di apartemen kali?

Gue Ron, gue suka KPop, dan itu terserah gue.

Lo suka musik rock ya itu urusan lo. Lo nggak suka KPop juga itu masalah lo, gue nggak mau ikut campur.

Walaupun mungkin sekarang sudah jarang ada yang kayak gini karena SEMUA ORANG YANG DULUNYA NGGAK SUKA KPOP ATAU NGGAK MAU KOREA-KOREA-AN SUDAH MULAI BAHAS-BAHAS KOREA, tapi dulu hal-hal yang kayak gini tuh yang paling nyebelin. URRGGHH.

Gue sendiri mulai pede sama “status” sebagai fanboy KPop tuh mungkin bisa dibilang setelah Super Junior ngeluarin album ‘Bonamana’. Wah gila sih. Walaupun sekarang sinar biru-biru ELF gue sudah pudar, tapi pada masanya, gue tuh kayak mempromosikan itu lagu ke mana-mana. Sampai-sampai gue memaksa Music Director di radio tempat siaran gue di Mataram dulu supaya mau masukin Super Junior ke playlist mereka. Waktu itu gue juga mulai berani tuh pake-pake baju KPop. Dan gue inget baju KPop pertama gue adalah baju bertuliskan SUPER JUNIOR di bagian depan dan BONAMANA di bagian belakang. Dan ketika gue ke mana-mana pake baju itu banyak yang liatin. Sebel. Tapi gapapa. Makasih sudah liatin aq padahal aq bukan Raline Shah.

Gue jadi inget sama kejadian di bandara. Suatu hari gue baru balik dari liburan kuliah dan mendarat di Jakarta. Gue sedang nunggu koper di baggage claim ketika seorang cewek berjilbab mendekati gue dan ngajakin ngobrol mendadak. Cuma karena gue pake baju Super Junior yang gue cetak sendiri itu. Asli, cetakannya jelek banget. Dan alay. Tapi toh si cewek tetap menunjukkan antusiasmenya.

“Mas, boleh nanya?”

“Eh apa ya?”

“Itu bajunya beli di mana? Hehe saya suka SuJu juga soalnya,”

OALAH!

“Oh ini aku bikin sendiri di dekat kampus ahaha desain sendiri gitu.”

“Oh gitu, bagus deh bajunya. Aku tinggal di Palembang soalnya dan agak susah untuk nyari merchandise kayak gini. Oke makasih ya mas!”

Dan itu 2010. 6 tahun kemudian gue rasa merchandise KPop bisa lo dapetin sambil merem. Bahkan CoppaMagz mungkin akan nge-broadcast online shop berbayar mereka ke LINE setiap dua jam sekali.

Memang, kesukaan yang berlebihan terhadap artis-artis Korea ini ada sisi salahnya. Pasti ada. Kayak misalnya “Kenapa sih gue nggak suka sama artis dari negeri sendiri aja? Kan banyak juga yang berbakat?”

Betul. Banyak kok yang berbakat. Gue sendiri suka kok sama Agnez MO. Banyak aktris dan aktor juga yang gue suka dari kecil. Walaupun sekarang udah nggak banyak muncul lagi. Nggak serta merta gue fanboy KPop terus gue nggak suka sama bintang dari negeri sendiri. Tapi memang, dukungan yang gue tunjukkan ke artis-artis Indonesia yang gue suka ini mungkin beda sama artis-artis Korea. Ya semisal gue ngefans Raditya Dika ya gue beli bukunya. Suka Pevita Pearce ya gue tonton filmnya. Ngefans banget anjir gue sama Cinta Fitri ya gue tonton 7 season sampe seribu berapa ratus episode. Ya maksudnya masing-masing punya cara sendirilah kan untuk menunjukkan dukungan. Lah buktinya mati-matian wa promosi Surga Yang Tak Dirindukan 2 nih selama dua bulan terakhir itu kan salah satu bentuk dukungan gue terhadap perfilman dan bintang Indonesia.

Ehem.

Kesukaan gue terhadap KPop ini kemudian merajalela. Sampai-sampai muncul ide untuk cari kerja yang sesuai nih sama KPop-Kpop-an ini. Sama dunia entertainment. Dan ya, mimpi itu (sempat) jadi nyata. Gue pun jadi wartawan KPop selama beberapa tahun. Dari pekerjaan itulah mimpi-mimpi lainnya juga mengikuti jadi kenyataan: nonton konser gratisan, ketemu Park Bo Young, wawancara Song Ji Hyo dan HaHa ‘Running Man’, sampai “Naik Haji” ke SMTOWN COEX Artium di Seoul.

Udah kayak naik haji gak tuh keliatannya?


Seoul, Rabu (2 Desember 2015)

Posting-an ini adalah bagian ke-13 dari 'Finally, Seoul!', catatan perjalanan pertama saya ke Seoul, Korea Selatan. Sebelum melanjutkan baca bagian ini, baca dulu beberapa cerita sebelumnya supaya lebih nyambung yuk. Link posting-an sebelumnya ada di bawah ini ya!

1. Rabu yang Basah di Gwanghwamun
2. Indomie tengah Malam di Seoul
3. Susahnya Nyari Taksi di Seoul!
4. Bonjour, Petite France!
5. Jadi Tukang Foto Orang Pacaran di Nami
6. Ngeliat Song Seung Hun Syuting 'Saimdang - The Herstory' di Ohjukheon
7. OMG! Saya Ikutan Press Conference Drama Korea!
8. Pertemuan Pertama yang Awkward dengan Salju (ALAY BANGET ASTAGA!)
9. Ngegaul Sendiri di Dongdaemun Design Plaza
10. MBC World, Tempat Seru Buat Ngalay!
11. Jangan ke Myeongdong Kalau Nggak Punya (Cukup) Uang
12. Dream Come True: Finally, Seoul!

Hujan sudah mulai reda tapi Gwanghwamun dan sekitarnya masih basah. Angin dingin yang sesekali ber-wuzzzz wuzzzzzz nerbangin ujung rambut gue juga tetap terasa basah. Yah well at least jigeum nae sudah nggak perlu ribet lagi sama urusan payung. Sisaan plastik dari museum masih nae simpen buat nanti masukin payung ke tas. Supaya tasnya nggak becek di dalem. Udara pelan-pelan jadi makin hangat. Matahari pun sudah mulai muncul di langit buram kelabu kota Seoul di awal Desember ini. Badan gue yang tadinya agak menggigil jadi terasa berkeringat. Efek berjalan cukup jauh dari kedai makan kimbab melewati Insadong dan sekarang menyebrang menuju ke Gyeongbukgung Palace.

Ched—teman baru gue dari Filipina—sedang berjalan dengan Suzy—temannya yang asli Korea dan sudah lama nggak ketemu—di depan gue yang mata dan kepalanya nggak bisa diem. Terus-terusan noleh kiri kanan kiri kanan. Penasaran dengan setiap cerita yang bisa aja muncul dadakan kayak kang tahu bulat di lorong-lorong toko di Insadong. Atau di setiap persimpangan jalan menuju ke Gwanghwamun Square.

Tadi kita cukup lama di Insadong, by the way. Tempat ini unik. Jelas banget ditujukan untuk turis (dan entah kenapa pecinta art). Karena ya sepanjang jalan isinya cuma toko make up dan souvenir. Nggak jauh beda dari Myeongdong, tapi Insadong lebih punya pesona untuk gue sendiri. Nggak terlalu rame, nggak terlalu padat, nggak terlalu menderu-deru(?). Sama-sama banyak makanan, sama-sama banyak orang pacaran. Menelusuri jalan di Insadong ngingetin gue sama Diagon Alley-nya Harry Potter. Makanya pas Dedy—temen gue yang waktu itu lagi S2 di Korea juga—ngajak ke sini lagi gue nggak nolak.

(Tunggu selengkapnya di chapter ‘Jatuh Cinta pada Insadong’)

“Gyeongbukgung Palace udah deket, tuh di depan sana, cuma nyebrang dikit aja,” Suzy memecah keheninga. Jujur gue masih canggung karena ini pertama kalinya gue jalan sama mereka. Jadi gue sendiri nggak banyak ngomong. Untuk urusan jalan-jalan juga sebenarnya gue lebih suka sendirian. Tapi karena gue berniat menjalin silaturahmi secara internasional jadi gue nggak menolak ajakan Ched tadi pagi.

Gue dan Ched cuma bisa mengangguk, ngikutin petunjuk dari Suzy. Dia guide-nya hari ini, jadi yaudah bebas mau diajak kemana juga hayuk.

Keluar dari jalan Insadong kita sampai di persimpangan yang nggak terlalu ramai. Satu dua motor lewat tapi bukan kayak di Jakarta yang motor memang jadi transportasi masyarakat umum. Yang lewat paling abang-abang delivery makanan atau ajoessi-ajoessi yang nganterin barang. Mobil juga lagi sepi. Bus lewat satu atau dua. Hari menjelang sore dan orang-orang mungkin masih males keluar karena habis hujan.



Sesekali gue berhenti kalau ngeliat hal menarik untuk dipotret. Kamera saku punya kantor yang gue bawa itu berguna banget. Sebelum nyebrang ke Gyeongbukgung, nggak jauh dari ujung jalan Insadong ada monumen yang menarik perhatian gue. Monumen ini nggak terlalu gede, tapi lucu aja gitu. Bagian bawahnya melingkar, agak lebih tinggi dari jalanan di sekitarnya. Di tengah-tengah terlihat jelas genangan air bekas hujan. Awalnya gue berpikir keras sama bentuk monumennya. Gue pikir itu anjing laut atau lumba-lumba lagi nyundul bola atau kaleng sarden. Pas diperhatikan ternyata itu kuas kaligrafi.

Agak jauh ya. Mian.

“Cepetan pulang yuk, bentar lagi hujan!”

Gue sedang dalam perjalanan dari fx menuju ke kosan ketika gue teringat pada sebuah adegan ketika gue masih duduk di bangku SMA. Eh bentar, kenapa bahasa gue jadi kaku banget?!

*puter-puter sekrup di kepala* *oke done*

Gue sedang merasa insecure dengan rambut gue semalam, Senin (3 Oktober 2016). Makanya sepanjang perjalanan itu gue tutupin terus kepala pake hoodie jaket Halfworlds pemberian HBO tahun lalu. Oh iya, gue baru ngewarnain rambut gue lagi. Setelah pirang di tahun 2014 dan rada-rada golden brown di 2015 kali ini akhirnya gue bisa mencoret salah satu bucket list gue: rambut biru. Sebenarnya urusan rambut ini nggak ada hubungannya sama hujan. Tapi ketika gue kembali dari fx menuju ke kosan semalam, hujan turun rintik-rintik ringan.

Hm, masih nggak ada hubungannya sih. WK.

Well ngomong-ngomong, gue suka hujan. Kesukaan gue pada kondisi cuaca yang satu itu bisa dibilang berlebih. Ibarat gue suka banget sama grup menyebalkan bernama EXO yang menguras duit dan hati itu. Kesukaan gue udah sampe tahap yang lebih memilih untuk basah-basahan sampe kosan dari kantor lama daripada harus nunggu di kantor sampe hujan reda. Gue suka mandi hujan. Karena membawa banyak sekali kenangan masa lalu yang lucu-lucu gimanaaa gitu.

Entah sejak kapan kegiatan mandi hujan itu jadi hal yang sangat menyenangkan. Mungkin sejak gue belum sekolah dulu, berlanjut ke TK, SD, SMP, SMA bahkan sampe kuliah. Gue inget banget dulu setiap kali musim hujan, sekitar rumah gue pasti banjir karena kekurangan saluran air yang mumpuni untuk membawa air itu ke tempat yang seharusnya (dimana?!?!?!). Ditambah lagi posisi daerah rumah gue yang agak bawah jadi air dari komplek atas turun semua.

Cuma kondisi itu menjadikan setiap kali hujan turun sangat seru! Gue dan temen-temen gue sering menikmati momen itu dengan basah-basahan di bawah hujan. Lari-larian di lapangan bulutangkis sebelah rumah yang tergenang. Nyanyi-nyanyi kayak adegan dalam film India yang lagi hits zaman itu, ‘Dil To Pagal Hai’, adegan ketika Shah Rukh Khan sama Madhuri Dixit lagi nyanyi-nyanyi di bawah hujan sama banyak banget anak-anak kecil dengan koreografi yang mendadak mereka hapal padahal kita gak pernah tahu kapan latihannya. Dan mandi hujan gue selalu diakhiri dengan meniru adegan terakhir dalam lagu itu: Shah Rukh Khan tiduran di lapangan sambil menikmati setiap rintik hujan yang turun.

Dan Ron kecil nggak pernah peduli bahwa air yang tergenang itu bisa saja bercampur sampah bahkan kotoran anjing. Dia cuek aja.

Ketika SMP adegan mandi hujan jadi agak-agak tabu. “Jangan mandi hujan! Capek nyucinya!” kata sepupu gue yang hobinya memang marah-marah. Padahal kan sebenarnya kalo bajunya basah karena mandi hujan, kan sama halnya dengan nyuci. Begitu pikiran gue waktu itu. Dan ya, gue mandi hujan dengan pakaian lengkap. Baju, baju dalam, celana, celana dalam. Tapi karena gue suka banget mandi hujan gue nggak pernah mengindahkan larangan itu. Gue pun tetap meniru adegan Shah Rukh Khan dan Madhuri Dixit di lagu India yang sama dengan yang gue dengarkan ketika SD.

Dialog paling atas di posting-an ini dikutip dari sebuah adegan di suatu hari di musim hujan ketika gue SMA kelas 2. Itu sekitar tahun 2007 atau 2008. Gue punya geng, yang isinya nyaris semuanya cewek, dan ada satu cowok namanya Aldi. Aldi kalo ke sekolah naik motor, sementara gue, April dan salah satu temen gue namanya Hulpy, kita semua tim jalan kaki. Sebenarnya rumah kita tuh nggak deket-deket banget sama sekolah. Tapi jalan kaki adalah pilihan yang sangat asyik setiap kali pulang karena seru aja bisa sambil cerita. Dan ngomongin orang.

“Mau nunggu hujan apa diterabas aja?” tanya gue ke April dan Hulpy. Kita lagi di lantai dua gedung SMA 5 Mataram, setelah kelas Sejarah yang membosankan di siang hari. “Gimana kalo kita terabas aja? Kan ini hari Kamis. Besok bajunya nggak dipake lagi,” gue memberi ide. Seragam kita dulu memang dipakenya dua hari – dua hari.

“Aduh, gak usah ah. Nunggu reda aja deh,”
jawab Hulpy. Di antara kita dia memang yang paling susah untuk urusan spontanitas. Sementara April mau-mau aja diajak basah-basahan.

“Terus kalo mau basah-basahan, sepatunya gimana? Buku? Tas?”

“Santai. Kita beli plastik keresek merah besar itu di depan, terus sepatu sama buku dimasukin aja ke situ. Terus kita pulang deh telanjang kaki,” kata gue lagi. “Gimana?”

“Yaudah yuk!”

Dan begitulah, kita bertiga beli plastik merah ukuran jumbo, masukin sepatu, sabuk, tas dan buku-buku ke situ, terus jalan kaki pulang dari sekolah ke rumah masing-masing yang searah, tapi beda kampung dan emang jauh-jauhan.

Satu momen hujan-hujanan yang gue inget ketika kuliah adalah ketika pertama kalinya gue merasakan musim hujan di Depok. YANG MANA SANGAT MEMBAHAYAKAN UMAT MANUSIA. Kondisi gang stasiun UI bener-bener nggak wajar. Dan saat itu gue sama sekali enggak tahu kalau ternyata kondisi gang itu kalau hujan BENER-BENER ENGGAK WAJAR. Gue ambil risiko nerabas hujan, eh ternyata banjirnya sampe betis. Belum lagi arusnya deres banget gapaham. Yaudah, terlanjur basah celana jins gue, basahin aja semuanya. Kebetulan tas gue isinya nggak ada buku dan laptop masi bisa dibungkus plastik.

Dan momen lain adalah ketika gue ngejer kuliah jam 9 dan waktu itu hujan angin. Nggak deres hujannya. Tapi anginnya Ya Allah……………. Yang dipayungin kepala, yang diserang badan dari segala arah sama si angin. Yaudah sampe kelas, buka tas, sepatu, kaos kaki, langsung dipajang di depan AC. Kalo  nggak salah pernah gue tulis juga sih di blog.

Dan bicara tentang hujan, rintikkan air yang turun dari langit ini (halah apa sih Ron ah) juga yang menyapa gue pagi itu.

Seoul, Rabu (2 Desember 2015).
Posting-an ini adalah bagian ke-12 dari 'Finally, Seoul!', catatan perjalanan pertama saya ke Seoul, Korea Selatan. Sebelum melanjutkan baca bagian ini, baca dulu beberapa cerita sebelumnya supaya lebih nyambung yuk. Link posting-an sebelumnya ada di bawah ini ya!

1. Indomie tengah Malam di Hongdae
2. Susahnya Nyari Taksi di Seoul!
3. Bonjour, Petite France!
4. Jadi Tukang Foto Orang Pacaran di Nami
5. Ngeliat Song Seung Hun Syuting 'Saimdang - The Herstory' di Ohjukheon
6. OMG! Saya Ikutan Press Conference Drama Korea!
7. Pertemuan Pertama yang Awkward dengan Salju (ALAY BANGET ASTAGA!)
8. Ngegaul Sendiri di Dongdaemun Design Plaza
9. MBC World, Tempat Seru Buat Ngalay!
10. Jangan ke Myeongdong Kalau Nggak Punya (Cukup) Uang
11. Dream Come True: Finally, Seoul!
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Hey, It's Me!



kpop blogger, kpop podcaster, social media enthusiast, himself


Author's Pick

Bucin Usia 30

Satu hal yang gue sadari belakangan ini seiring dengan pertambahan usia adalah kenyataan bahwa gue mulai merasakan perasaan-perasaan yang ng...

More from My Life Stories

  • ▼  2024 (5)
    • ▼  Maret (2)
      • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
      • I Know..., But I Dont Know!
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2022 (12)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2021 (16)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2020 (49)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (34)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (48)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2012 (98)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (19)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (101)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (25)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2010 (53)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (17)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (7)

Podcast ngedrakor!

Podcast KEKOREAAN

#ISTANEXO

My Readers Love These

  • Final Destination 5: REVIEW!
  • Mimpi, Mimpi, Mimpi
  • Are You Ready for Your SM Global Audition Jakarta?
  • Awkward itu...
  • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.

Smellker

Instagram

#vlognyaron on YouTube

I Support IU!

Copyright © 2015 kaoskakibau.com - by ron. Designed by OddThemes