• Home
  • Explore Blog
    • K-Pop
    • EXO
    • Concert Experience
    • GMMTV's The Shipper Recap
    • Film
    • Self Reflection
    • My Trips!
      • New York Trip
      • Seoul Trip
      • Bangkok Trip
      • London Trip
  • Social Media
    • YouTube
    • Twitter
    • Instagram
    • Facebook
    • Email Me
  • My Podcasts
    • Podcast KEKOREAAN
    • Podcast ngedrakor!
  • NEW SERIES: 30 and Still Struggling
kaoskakibau.com - by ron
Guys, di balik ingar bingar Kota Jakarta, lo tahu nggak sih ternyata masih ada tempat wisata alam di sini? Nah, ini beberapa rekomendasi terbaik buat lo.
Kota Tua Jakarta (foto: ronzstagram)

Kata siapa, di Kota Jakarta hanya ada mal dan gedung tinggi? Berarti lo belum menelusuri Jakarta lebih jauh lagi, padahal lo akan menemukan deretan tempat wisata bernuansa alam. Meskipun ada di tengah perkotaan, panoramanya tetap hijau dan diselimuti hawa sejuk, lho!

Buat lo yang berencana liburan ke Kota Jakarta (atau lo lagi di Jakarta dan belum pernah ke mana-mana nih di sekitaran kota selain Monas), berikut ini rekomendasi tempat wisatanya.

1. Kampung Main Cipulir

Foto: bisnisrumahan2012
Lo pengin berlibur bareng keluarga? Kampung Main Cipulir adalah pilihan wisata Jakarta yang pas untuk santai dan main-main. Suasana Kampung Main Cipulir hijau dan asri karena dikelilingi pepohonan, rumput, serta perairan.

Kampung Main Cipulir menyediakan berbagai wahana permainan juga buat anak-anak dan dewasa. Semisal, flying fox, trampolin, paint ball, ATV, dan permainan lumpur. Lo juga bisa ngajak anak-anak (ponakan misalnya) main tangkap ikan dan berkuda. Selain itu, ada kolam renang dengan segala fasilitasnya, seperti seluncuran dan ember tumpah.

2. Hutan Kota Srengseng

Foto: jurnalbumi

Aroma hutan dan hijaunya dedaunan bisa lo dapatkan dan nikmati dengan berkunjung ke Hutan Kota Srengseng. Lokasinya di Jakarta Barat, tepat di area perkotaan. Makanya itu, Hutan Kota Srengseng disebut paru-paru kota.

Trus, apa yang menarik dari Hutan Srengseng? Pertama, hutan ini punya 4.000 pohon dari 60 varietas. Semua pohon berdaun lebat dan rindang jadi cocok buat santai-santai bareng keluarga.

Selain itu, Hutan Kota Srengseng menawarkan kawasan bermain anak, danau yang menyegarkan, dan juga trek jogging. Di sini juga ada pujasera sederhana sebagai tempat menyantap kuliner khas Kota Jakarta. Soal fasilitas umum, Hutan Srengseng dilengkapi tempat parkir, musala, dan toilet.

3. Wisata Alam Angke Kapuk

Foto: backpackerjakarta

Dekat dengan lautan, Jakarta punya kawasan hutan mangrove yang cukup luas. Salah satunya dijadikan tempat wisata, yaitu Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Luasan taman ini mencapai hampir 100 hektare.

Konsep wisatanya juga terbilang unik; Taman Wisata Alam Angke Kapuk menyuguhkan panorama hutan bakau dan pantai dari jembatan gantung. Selain itu ada juga pondok kemah yang berderet di sisi jembatan kayu. Lo juga bisa foto-foto di spot payung aneka warna.

Jelajahi juga perairan di sekitar mangrove dengan perahu. Biaya sewa satu perahu hanya Rp 350 sampai Rp 450 ribu dengan kapasitas 6 hingga 8 orang. Patungan biar murah gais!

4. Cibubur Garden Dairy

Foto: jejakpiknik

Cibubur Garden Dairy merupakan kawasan agrowisata yang terletak di sekitar Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta. Area wisata Jakarta ini punya peternakan sapi perah, kebun, taman, dan beberapa saung di atas kolam ikan arwana.

Karena termasuk lokasi wisata edukatif, Cibubur Garden Dairy sering dikunjungi rombongan anak sekolah dan mahasiswa. Objek rekreasi terpadu ini menyediakan fasilitas program pengenal dunia peternakan sapi, proses pemerahan susu, serta entrepreneurship. Gak cuma itu, pengunjung juga bisa mencicipi yoghurt dan susu segar di stan yang tersedia.

5. Taman Suropati

Foto: backpackerjakarta

Liburan akhir pekan lo akan lengkap dengan mengunjungi Taman Suropati di kawasan perumahan elite Menteng. Taman ini punya desain yang unik, rapi dan hijau. Lantainya sudah dilapisi paving block sehingga nyaman buat berpijak.

Gak cuma punya penorama yang menyegarkan, Taman Suropati juga menawarkan keindahan karya seni patung. Pembuat patung berasal dari negara anggota PBB di Asia Tenggara. Selain itu, bisa juga lo mencicipi aneka kuliner khas Jakarta.

Nah, itu beberapa tempat wisata di Kota Jakarta yang bisa lo kunjungi di akhir pekan ini. Di samping kawasan itu, Jakarta juga masih menyimpan objek rekreasi menarik lainnya. Cek deh daftarnya di situs pemesanan tiket online, seperti Traveloka.

Kita nggak bisa selalu jadi orang yang menyenangkan setiap hari. Kadang-kadang kita juga melakukan kesalahan. Sadar atau tidak sadar. Atau kadang-kadang kita berbuat sesuatu yang kurang menyenangkan yang pada akhirnya bikin satu atau dua orang merasa tersinggung. Dalam konteks pertemanan yang sudah sangat dekat, saling singgung-menyinggung ini sebenarnya nggak akan jadi sebuah masalah besar karena biasanya masing-masing partisipan dalam lingkaran pertemanan itu punya level kabaperan yang sudah bisa dikatakan sangat minimal. Tapi dalam konteks pertemanan yang lain nggak bisa disamakan dan dipukul rata. Apalagi misalnya sama teman kerja atau teman sekelompok di kampus yang sebenarnya deket juga enggak (atau mungkin keinginan untuk dekat pun sebenarnya nggak ada) tapi dipaksa keadaan untuk berinteraksi rutin setiap hari. Well, you cannot faking your smile everyday, right? Hihihi. Ketika dihadapkan dengan orang-orang yang demikian, ada kalanya kita yang sudah berusaha untuk selalu terlihat bahagia dan selalu positif dalam hal apapun ini mendadak bermuka masam. Mendadak tidak mau senyum sama sekali. Mendadak tidak ingin berkomunikasi dengan siapapun di dunia kecuali dengan diri sendiri dan Tuhan.

Suatu hari mantan teman sekamar gue pernah update status di LINE yang gue nggak inget persisnya tulisannya gimana tapi intinya bahwa “nggak mudah untuk jadi orang yang selalu ceria setiap hari”. Meski kita seringkali punya pendapat yang berbeda tentang sesuatu, but I totally agree with what he wrote at that time.

“Kenapa kok belum ada posting-an baru di KaosKakiBau?” 

Jleb. Pertanyaan itu langsung menusuk ke jantung dan langsung bikin gue baper waktu Nisa nanyain langsung ke gue di kopi darat kita pas gue ke Jogja akhir pekan lalu. Selama beberapa hari gue memang sedang ada di Jogja untuk urusan pekerjaan. Lalu gue sempat update di Twitter dan Instagram dan dihubungi oleh Bondan, salah satu chingu yang ngakunya juga sudah lama baca blog gue dan kita officially kenalan beberapa tahun yang lalu karena sama-sama jadi responden skripsinya Niki, mahasiswa Komunikasi UGM. Gue, Bondan (dan salah satu temannya), dan Nisa ketemuan di satu tempat di Jogja namanya Estuary. Nisa juga adalah salah satu pembaca blog gue. Dan malam itu dia melakukan tugasnya sebagai seorang pembaca yang baik: nanyain kapan ada posting-an baru lagi. Sementara gue, bukan blogger yang baik karena sudah meninggalkan blog kesayangan gue itu selama berbulan-bulan, hanya bisa senyum malu dan merangkai kata secepat mungkin sebagai alasan ke Nisa. Gue bilang, 

“Gue lagi mengalami kebuntuan yang gue sendiri enggak tahu kenapa bisa kayak gitu. Gue agak capek kayaknya,” kata gue yang terdengar sangat nggak meyakinkan sebenarnya. Lalu gue melanjutkan alasan itu dengan menceritakan bagaimana Sabtu dua minggu lalu gue berusaha untuk menulis dan menyelesaikan posting-an terbaru blog gue di sebuah tempat yang sebelumnya nggak pernah gue kunjungi. 


21 September 2018 lalu, gue mendapat tugas untuk terbang ke Banyuwangi. Kota Kabupaten yang selama ini hanya gue dengar saja namanya tapi tidak pernah membayangkan seperti apa kondisi kotanya. Pernah mendengar soal Blue Fire Ijen tapi belum sama sekali menyaksikannya dengan mata telanjang. Tapi tujuan kali ini bukan mendaki ke Puncak Ijen. Tujuan kali ini adalah menghadiri sebuah event bertajuk Indonesia Writers Festival 2018 yang dihadiri oleh beberapa pembicara yang akan memberikan materi-materi (yang sepertinya) seru tentang menulis. Salah satunya adalah Fira Basuki, seorang novelis Indonesia yang namanya sudah sangat populer di kalangan para pecinta buku. Karena kebetulan gue juga sedang (berharap bisa dan sangat ingin sekali) menulis novel, jadi gue tertarik untuk tahu lebih banyak. Bagaimana Fira Basuki bisa menulis dan menghasilkan 33 buku sepanjang kariernya sebagai novelis ya? Bagaimana caranya mendapatkan ide untuk dikembangkan menjadi sebuah buku atau sebuah tulisan? Bagaimana caranya bisa konsisten menulis? Bagaimana begini dan bagaimana begitu? Well, semua pertanyaan gue mungkin tidak akan terjawab karena waktu yang diberikan buat Mbak Fira Basuki untuk menyampaikan materi sangat singkat. Tapi paling enggak ada sesuatu yang bisa dipetik dari waktu yang singkat itu.

Indonesia Writers Festival 2018 bertempat di sebuah resort bernama Jiwa Jawa Ijen. Lokasi ini sudah populer selama beberapa tahun terakhir karena menjadi lokasi untuk acara Jazz Gunung. Gue bukan penikmat Jazz dan hanya tahu Jazz karena Ryan Gosling selalu ngomongin Jazz ke Emma Stone di 'La La Land' yang sudah gue tonton lebih dari dua puluh kali mungkin dan masih suka gue tontonin juga sebelum tidur atau kalau lagi iseng di kosan dan tidak ada kerjaan sama sekali. Jadi gue juga tidak pernah ngeh dengan event Jazz Gunung ini sesungguhnya. Sampai akhirnya gue tiba di Banyuwangi sore itu. Tapi, gue enggak nginep di hotel Jiwa Jawa ini. Soalnya mahal. Muahahahaha. Walaupun perjalanan ini bukan gue yang bayar sendiri, tapi tetap saja, hemat pangkal kaya, kan?


Ssamziegil, Insadong, Seoul, Korea Selatan

Desember 2017

Gue nggak heran kalau tempat ini jadi favorit semua orang, terutama mereka yang sudah punya pasangan, karena gue sendiri sebagai turis yang baru tiga kali berkunjung ke Seoul merasa tempat ini adalah lokasi yang harus dikunjungi. Entah ketika lo jalan-jalan sendiri atau sedang sama pasangan. Atau yah, sama temen deh paling enggak. Gue bukan orang yang against the idea of traveling alone. Not at all. Hahah. Gimana bisa orang yang menghabiskan sebagian besar hidupnya sendirian kayak gue against that idea? Kocak. Ketika nggak ada orang yang bisa lo ajak buat jalan ke sebuah tempat yang belum pernah lo eksplor sebelumnya, atau sesimpel misalnya nggak ada orang yang mau ketika lo ngajak mereka buat nonton satu film yang sangat ingin lo saksikan sejak sekian lama, ya pergilah sendiri. Lakukan sendiri. Buat kebahagiaan lo sendiri. Untuk beberapa hal lo nggak perlu bergantung sama orang lain. In fact, lo nggak (selalu) perlu orang lain untuk membuat diri lo bahagia. Happiness is a state of mind. Gue memang belum expert untuk hal yang satu itu tapi setidaknya gue mencoba. Well, ketika lo sudah terbiasa tidak bergantung dengan orang lain, lo akan lebih berani untuk do something by yourself. Bahkan sesuatu yang awalnya mengerikan kayak jalan-jalan sendiri.

Sebentar, tempat yang gue maksud di awal paragraf di atas adalah Ssamziegil. Oke, mungkin realitanya, tempat ini adalah lokasi membosankan buat para Seoul citizen. Mungkin juga buat lo yang sudah sering ke Korea (yang ke Korea-nya udah kayak ke Bandung gitu ya bisa tiap akhir bulan), lo juga akan bilang “Hah, apa serunya sih ke situ?” Ya, tidak apa-apa. Namanya beda orang kan beda kepala. Beda pendapat tentang sesuatu.


Pertama kali gue ke Ssamziegil adalah musim gugur 2015. Gue ke situ sama kenalan gue orang Filipina bernama Ched dan temannya orang Korea bernama Suzy. Gue ketemu Ched di hostel di kawasan Hongdae/Hapjeong, kebetulan kita sekamar dan kasur kita sebelah-sebelahan. Ched nggak keberatan gue ngekor dia dan Suzy keliling ke beberapa tempat di Seoul hari itu. Cerita lengkapnya lo bisa baca di series ‘Finally, Seoul!’ di blog ini. Link-nya di sini silakan tinggal di klik.

Gue bukan Blink.

Oh ya, gue bahkan bukan fans artis-artis dari YG Entertainment in general. Maksudnya secara manajemen gitu. Biasanya kan anak-anak Kpop kalau udah bias sama satu grup dari manajemen tertentu, mereka juga akan bias sama grup lain dari manajemen yang sama. Gue contohnya, yang lo sendiri mungkin sudah tahu karena sudah sering main ke blog ini dan baca-baca tulisan gue tentang Kpop yang lain, adalah fans artis-artis SM Entertainment. Berawal dari kesukaan gue pada SHINee yang kemudian membawa gue jadi seorang ELF dan kemudian malah suka banget sama SNSD lalu jadi ngefans Krystal dan ngikutin f(x) kemudian sekarang mendeklarasikan diri sebagai EXO-L (bukan Eros ya soalnya jijik sama nama itu) yang juga menjabat sebagai fans berat Irene dan Red Velvet dan teman curhat Kun dan WinWin (tapi ini rahasia aja) di NCT. Oh gue juga diam-diam ngebias Doyoung. Kecuali kalau dia sudah mulai ke-Jaehyun-Jaehyun-an atau ke Chanyeol-Chanyeol-an, gue istirahat dulu ngebiasnya, biasanya sih geser dikit ke Mark atau Yuta meskipun belakangan ini gue lagi suka nyanyiin ‘Havana’-nya Camilla Cabello dan liriknya diganti jadi “Na Jaemin oh Nana...”. Gue juga suka beberapa artis JYP Entertainment but never been a big fan. Cuma sekedar-sekedar doang. Tapi dibandingkan dengan yang lain. Mungkin artis-artis YG Entertainment adalah yang paling gue hindari. Jangan tanya kenapa, mungkin ini cuma masalah selera. Seperti semisal lo ditanya kenapa lo suka sama artis-artis YG, lo pasti punya jawaban yang beda sama yang lain. Pasti punya alasan sendiri. Begitu juga gue. Punya alasan kenapa gue not really into YG’s artists sejak pertama kali gue suka Kpop ratusan juta tahun cahaya yang lalu.
My ruined plan and my luck.
Salah satu hal yang paling menyebalkan di dunia ini selain diem-dieman dan tebak-menebak perasaan adalah rencana yang nggak berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Gue meninggalkan kantor lebih awal hari itu, 2 Mei 2018, untuk mengejar pesawat pulang ke Lombok yang seharusnya berangkat 20:00 WIB. Tapi yah, maskapai sampah ini memang nggak pernah beres. Padahal gue sudah berencana, kalau landing di Lombok tepat waktu, gue masih punya waktu untuk woro-woro di rumah menunggu pergantian hari. Besok gue ulang tahun dan beberapa jam sebelum tengah malam gue masih duduk di bandara, scrolling Instagram sampai baterai ponsel gue nyaris habis. Kondisi ruang tunggu bandara itu udah luar biasa sumpek. Dan kondisinya sekarang diperparah karena gue kelaperan. Gue duduk di bangku yang salah malam itu, di samping satu keluarga yang juga akan terbang ke Lombok bareng gue (gue tahu mereka orang Lombok karena logatnya), yang buka bekal dari rumah. ASTAGFIRULLAH. Aromanya luar biasa menyiksa. Gue cuma bisa mengunyah roti berminyak yang gue beli setelah check in tadi dan menelan sebanyak mungkin air putih supaya gue bisa merasa kenyang. Yang akan gue lakukan setelah naik pesawat nanti adalah tidur jadi gue nggak perlu merasa lapar berlebihan. Gue mendarat di Lombok sekitar jam setengah satu pagi dan sampai di rumah sekitar jam dua subuh.

“Happy birthday, ya!” kata kakak perempuan gue sambil memberikan sebuah kotak kado yang dibungkus sederhana dengan kertas koran. Gue udah nggak punya semangat untuk senyum malam itu tapi tulisan di depannya bikin senyum gue merekah juga. Ada ucapan dari dia, suaminya, dan dua keponakan gue Nada dan Salman. Tulisan Salman hanya berupa garis-garis berantakan mirip cacing. “Dibuka sekarang atau nanti?” katanya. Makanan sudah tersedia di depan gue sekarang. Nasi hangat dengan beberapa lauk buatan nyokap dan kakak gue yang nggak bisa lagi gue tunda untuk dilahap.

“Nanti aja,” kata gue karena sibuk memikirkan bagaimana nasi dan lauk-lauk itu akan masuk ke mulut, dikunyah, lalu masuk ke perut. “Makan dulu.”

“Kamu tuh belum lahir. Masih beberapa jam lagi,” nyokap nimbrung ketika dia ingat hari ini tanggal berapa. “Sekarang sih belum,” katanya.
About me and my introverted mind.
Gue nggak komplain terlahir dan kemudian tumbuh besar (meski belum berkembang biak) menjadi seorang introvert. Justru gue bersyukur. Masing-masing orang tentu saja punya pribadi yang berbeda-beda dan gue yakin banyak orang juga nyaman dengan kondisi mereka yang ekstrovert misalnya. Gue sendiri selalu kagum dengan mereka yang ekstrovert. Karena mereka tahu bagaimana memposisikan diri mereka di tengah kerumunan orang. Mereka tahu bagaimana bersikap dan bergaul dengan banyak orang, entah apakah mereka baru ketemu di lokasi atau sudah berteman lama. Mereka bisa masuk ke celah-celah pergaulan yang gue bahkan nggak menyadari bahwa itu ada. Kalaupun gue sadar akan keberadaan celah itu, jiwa introvert gue mungkin akan berbisik kalau gue pasti nggak akan pernah bisa masuk ke sana sekeras apapun gue mencoba. Menjadi orang yang sibuk dengan dunianya sendiri memang nggak gampang, karena ketika mereka dihadapkan dengan dunia nyata kadang-kadang panik. “Gue harus gimana ya?” itu adalah pertanyaan yang sering muncul di kepala gue. Bagaimana orang-orang di sekitar gue bergaul kadang-kadang membuat gue sangat terpukau gitu. “Bisa ya ada orang supel kayak gini?” Meanwhile gue sadar kalau gue hanyalah seonggok daging yang nggak akan memulai pembicaraan kalau nggak perlu dan kalau nggak diajak ngomong duluan. But wait until I feel comfort around you, I’ll be that crazy guy you’ve never met before.

About the past, present, and future.
Mungkin kalian akan sangat lelah mendengarkan gue mengeluh soal penyesalan demi penyesalan. Gue pun begitu. Dalam hidup kita sering dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang seringkali nggak mudah. Walaupun kondisi “nggak mudah” itu sendiri sebenarnya datang dari keribetan kita sendiri. Contoh sederhana di pagi hari misalnya, ketika lo bingung harus pakai baju yang mana ke kantor. Padahal kondisinya kantor lo sangat membebaskan dalam hal pakaian asal sopan dan rapi. Peraturan yang seharusnya bisa mempermudah lo dalam mencari outfit of the day. Gue selalu bilang ke diri gue, “Selama lo bukan selebgram yang setiap hari hidupnya harus punya foto OOTD, gue nggak melihat alasan buat lo untuk bingung milih baju.” Toh orang-orang juga nggak ada yang pernah mengomentari baju yang lo pakai. Itulah yang gue sukai dari Jakarta. In some condition, people don’t give a shit with what you are wearing. They don’t give a shit with your life even. Karena mungkin deep down inside mereka juga punya masalah yang lebih penting untuk dipikirkan. Tapi sekali lagi, kecuali lo adalah selebgram yang harus posting foto OOTD setiap hari, mungkin people do give a shit about your damn looks. Tapi setiap kali gue misalnya, entah mungkin sekali dalam setahun, merasa sangat kepikiran soal baju yang harus gue pakai ke kantor itu dan lama memutuskan untuk memilih yang mana, gue akan ingat satu hal: bahwa ada orang yang mungkin selalu pakai baju yang sama karena mereka nggak terlalu punya banyak baju untuk dibingungin.

Sama halnya dengan pertanyaan “hari ini mau makan apa?”

Kalau lo udah ngekos selama bertahun-tahun dan bertahun-tahun juga bekerja dengan penghasilan pas-pasan mungkin lo nggak akan terlalu ribet soal makanan. Kalau sedang di kosan gitu ya, gue jarang banget mikirin hari ini mau makan apa. Karena gue adalah tipe orang yang setia pada satu menu sampai gue merasa gue harus menggantinya atau sampai menu itu nggak available lagi di warteg langganan gue. Dari zaman kuliah, menu gue selalu hanya 1 jenis lauk dan 1 jenis sayur. Pernah selama enam bulan penuh gue hanya makan telur dadar dan tumis kacang panjang. Pernah juga selama enam bulan berturut-turut menu gue ikan tongkol/ikan cuwek (yang gue sendiri tidak yakin penulisannya benar atau bahkan tahu apa bahasa Indonesia yang benar untuk jenis ikan itu) dan sayur sop. Setelah masuk ke dunia kerja, gado-gado jadi forever favorite gue. Karena apa sih yang bisa mengalahkan aroma khas bumbu kacang dan campuran sayur-sayuran murah meriah itu? Gue bisa makan gado-gado dua bulan penuh karena sangat affordable dan mengenyangkan. Belakangan ini gue lagi suka ketoprak. Bumbu kacang is my life.


Ada nggak sih di antara kalian yang setiap ulang tahun ngomong ke diri sendiri, “Wow, I’m one year older now. Do I look different? Do I feel different? Do I need to feel different just because now I’m one year older?”

Gue sedang duduk di kamar yang dibuat nyokap setahun yang lalu untuk gue di rumah. Membagi dua ruang keluarga yang sudah jadi terlalu luas buat keluarga kami yang sebenarnya udah jarang ngumpul-ngumpul lagi. Meja belajar gue ada sebelah Selatan ruangan yang menghadap Barat itu, nempel ke tembok yang di sampingnya ada jendela yang nggak pernah dibuka. Jendela yang juga nggak punya tirai sama sekali. Pemandangan di balik jendela itu nggak menarik. Hanya lahan sempit antara rumah gue dengan rumah tetangga yang akhirnya dijadikan tempat menumpuk material-material bekas bangunan. Beberapa kali gue mencoba meyakinkan nyokap untuk membuat kolam kecil di sana atau sekalian kolam renang aja buat main-main air tapi ditolak sama dia. “Nanti lembab ke rumah tetangga, kita yang kena masalah.” Katanya. Padahal di belakang, posisi salah satu kamar di rumah ini nempel juga sama kamar mandi tetangga yang lain, menyebabkan kamar itu dindingnya jadi lembab banget dan kami nggak pernah komplain sama sekali. Jadi kenapa kita harus takut tetangga komplain ke kita? Sebel.

"Life is kinda hard these days. Kenapa ya?"

Di suatu pagi yang macet di jalan menuju ke kantor, gue sedang mengendarai Daniel ketika pertanyaan itu gue ajukan ke diri gue sendiri. Setiap berangkat ke kantor gue biasanya akan memutar playlist yang sesuai dengan mood gue pagi itu. Cuma ada beberapa playlist yang ada di pemutar musik-nya Jeno (nama handphone gue) dan beberapa playlist itu adalah NCT, EXO, f(x), SNSD, dan Taeyeon. Kalau mood gue lagi bagus biasanya gue akan dengerin lagu-lagu dari empat playlist yang gue sebutkan pertama. Mostly karena isinya adalah lagu-lagu up-beat yang akan membantu membuat gue feel better sepanjang perjalanan ke kantor. At least ketika gue sudah sampai parkiran kantor, gue udah nggak bad mood lagi. Biasanya mood gue akan membaik setelah momen karaoke di atas motor yang selalu gue lakukan setiap pagi.

Tapi kalau mood gue lagi nggak jelas, seperti ketika pertanyaan "Kenapa sih hidup belakangan ini kok kayaknya berat banget?" itu muncul, gue akan mendengarkan lagu-lagu di playlist Taeyeon. Walaupun ada beberapa lagu yang memang up-beat, tapi kebanyakan lagu-lagu di album My Voice itu kan temanya putus cinta. Walaupun kondisi mood gue nggak ada hubungannya sama putus cinta tapi lagu-lagunya ngena aja sama kondisi hati saat itu. Dan kalau mood gue di pagi hari nggak ada yang match sama playlist-playlist itu, gue selalu kabur ke Spotify dan mendengarkan satu album lagu Evanescene yang Fallen. Serius deh, album yang isinya lagu pop-rock emo itu sangat membantu membuat gue feel better.

Buat yang suka banget sama Kpop dan K-Drama seperti gue, pasti punya mimpi buat berkunjung ke Korea Selatan. Mungkin nggak cuma sekali, tapi berkali-kali. Mengingat ada banyak lokasi yang bisa dikunjungi di sana dan mungkin nggak cukup kalau dalam sekali kedatangan hanya tinggal dua sampai lima hari. Lagipula ke Korea Selatan itu pasti nagih. Hehehe.

Nah buat yang memang ingin mengunjungi Korea Selatan berkali-kali dalam lima tahun (wagelaseh uangnya pasti banyak banget ya), lebih enak kalau waktu bikin Visa, lo sekalian bikin yang Multiple aja. So lo nggak perlu mengeluarkan uang untuk Visa setiap mau berangkat ke sana. Lebih hemat selama lima tahun dengan jumlah yang signifikan lho!

Jadi buat wisatawan, Visa ke Korea Selatan itu ada dua jenis: Single dan Multiple. Bedanya apa? Seperti namanya, Single ya untuk sekali masuk (sekali kunjungan dalam kurun waktu 90 hari, dengan masa tinggal 30  hari). Sementara Multiple ya untuk berkali-kali masuk (berlaku untuk 5 tahun bolak-balik ke sana, dengan masa tinggal maksimal 30 hari per kunjungan).

Bagian Konsuler Kedutaan Besar Korea Selatan untuk Indonesia yang berkantor di Jakarta Selatan belum lama ini melakukan perubahan persyaratan untuk pembuatan Visa baik Single dan Multiple. Ada beberapa hal yang disederhanakan dan dimudahkan nih buat lo yang memang berniat sering bolak-balik Korea Selatan. Semua dijelaskan dalam Press Conference yang digelar pada Selasa (10/4/2018) kemarin.



Gue enggak ngerti deh. Apakah orang-orang di dunia ini semua pada dikejar-kejar target atau gimana ya? Kok kayaknya mereka semua pukul rata gitu, soal seseorang yang udah memasuki usia tertentu sudah harus berkeluarga? Gue juga nggak ngerti apakah mereka sebenarnya enggak ada kerjaan yang lebih berfaedah gitu ya, selain ngurusin kehidupan orang lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar kapan nikah gitu? Ehem.

(tarik nafas) (hembuskan) (lewat pori-pori kulit kepala)

IYA GUE TAHU GUE TAHUN INI SUDAH 27 TAHUN DAN GUE BELUM ADA RENCANA BUAT MENIKAH TRUS KENAPA?!

(teguk teh herbal) (menenangkan diri)

Serius deh. Orang-orang tuh harus beneran berhenti mengajukan pertanyaan-pertanyaan soal pernikahan. Karena sejujurnya, sepeduli-pedulinya lo sama hidup gue, gue lebih peduli sama hidup gue sendiri. Gue nggak butuh mendengar pertanyaan seperti itu dari orang-orang yang berbeda, secara berulang-ulang, karena gue sendiri selalu mempertanyakan itu ke diri gue setiap malam sebelum tidur, setiap abis solat subuh yang selalu telat, setiap abis solat Jumat yang selalu ketiduran pas khotbah, setiap abis solat isya yang kadang udah mepet subuh. Stop mempertanyakan sesuatu yang gue sendiri masih mencari jawabannya! Lo kira enak... ENGGAK ENAK TAUK! Lagipula ngejawab pertanyaan menikah kan enggak sesimpel menjawab pertanyaan Ujian Nasional Berbasis Komputer atau Ujian Nasional pada umumnya. Enggak ada pilihan jawaban A, B, C, D atau E. Kalaupun ada paling isinya cuma:

A.    Anjir, kapan gue nikah bukan urusan lo.
B.    Bisa nggak sih lo diem aja ngurusin diri lo sendiri.
C.    Capek nggak sih lo sama hidup lo yang ngurusin hidup orang lain kayak gini?
D.    Damn you son of a bi*ch. Shut up.
E.    Eek Berang-berang! Pergi lo ke Alaska!

Kalian yang lahir di tahun 80-an dan 90-an pasti tahu dan akrab dengan Doraemon. Karakter kartun ini sudah jadi tontonan anak-anak generasi 90-an sejak masa kanak-kanak. Robot kucing yang datang dari abad 21 ini memang ajaib. Soalnya dia punya peralatan-peralatan canggih dari masa depan yang dibawa ke puluhan tahun sebelum dirinya bahkan diciptakan. Alat-alat ajaib Doraemon selalu bikin wow Nobita dan kawan-kawannya termasuk juga gue sebagai penonton setia serial ini di RCTI setiap jam 9 pagi WITA zaman-zaman dulu.

Kartun Jepang ini mau nggak mau bikin gue berimajinasi dan bertanya-tanya, seperti apa sih masa depan nanti?

Di dunia Doraemon, masa depan digambarkan dengan segala sesuatu yang nggak lagi bergerak di atas tanah melainkan di udara. Sebut saja sepeda terbang, mobil terbang, dan baling-baling "bambu". Belum lagi alat-alat canggih yang bisa digunakan untuk berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain dengan cepat seperti Pintu ke Mana Saja. Bahkan berpindah dari satu era ke era lain di masa lalu, atau masa depan, dengan Mesin Waktu.

Gambaran masa depan di Doraemon adalah hasil imajinasi dari kreatornya, Fujiko F. Fujio. Dia membayangkan bagaimana kehidupan masyarakat kebanyakan di Jepang di abad yang berbeda. Di tangan Ernest Cline, Zak Penn dan Steven Spielberg, masa depan itu tampak sangat berbeda. Khususnya buat para geeks dan gamers.


Sebelum nulis blogpost ini gue membaca dengan teliti Google Translate buat mencari terjemahan kata 'cringe' yang enak dipakai di judul. Ternyata lebih gampang menjelaskannya dengan kata-kata sederhana dan bahasa tubuh ketimbang mengalihbahasakan satu kata itu ke Bahasa Indonesia. 

Google Translate menerjemahkan Cringe (verb/kata kerja) menjadi Ngeri; merasa jijik. Sementara kalau gue cek di Oxford Dictionary, Cringe didefinisikan sebagai Experience an inward shiver of embarrassment or disgust. Setelah nanya-nanya ke netizen via Twitter, gue pun menemukan kata yang pas: GELI. 


"Cringe itu apa deh sebenarnya?" 



Ketika nonton film, apapun genrenya, akan susah buat gue untuk nggak membandingkan film tersebut dengan film lain dengan genre yang sama. Setiap keluar dari bioskop, setelah nonton filmnya sampai credit title (untuk mengapresiasi pihak-pihak yang tidak muncul di layar), gue hampir pasti mengeluarkan statement yang selalu sama. "Gue suka deh film ini. Tapi kalau dibandingkan sama film itu, lebih suka jalan cerita film itu." Semacem udah template aja gitu. Informasi tambahan aja, gue bukan salah satu dari yang membanding-bandingkan Dilan dengan Rangga, by the way. Karena Rangga terlalu legendaris dan Dilan... yah... sebenarnya cuma gitu aja. Nggak bisa lo banding-bandingkan dengan Rangga.

#TeamRangga #TeamAADC


Notice: Tulisan ini sudah pernah di-posting di KASKUS.id. Versi ini adalah versi KaosKakiBau yang dilebih-lebihkan sesuai dengan kebutuhan pembaca blog ini.

"Bandung?"

"Eh, iya, Bandung,"

"Bukan di Jakarta?"

"Di Jakarta, di mana lagi yang bisa ditanami, coba, hayo?"

"Jadi, tiap hari Ayah bolak-balik Jakarta Bandung?"

Itu adalah salah satu dialog dalam film Petualangan Sherina yang paling nempel di kepala gue. Bagian "Bandung, bukan di Jakarta?!" Sering juga gue mengucapkan kalimat yang persis sama kalau sedang dalam topik obrolan seputar Bandung dan Jakarta sama temen. Sebenarnya masih ada banyak sih dialog-dialog dalam film produksi Miles Films tahun 2002 itu yang nempel di kepala. Yang gue hapal sampai sekarang karena filmnya sudah ditonton berpuluh-puluh kali sejak dulu. Salah satu film Indonesia yang legendaris sih kalau gue bilang.

Apa ada di antara kalian yang besar di era film ini?

Pas MV BOSS dirilis, gue kebetulan sedang ada kerjaan di Bandung. Gue jadi nggak merasakan hype dan ikutan seru-seruan nonton MV di jam-jam perilisannya dan spazzing di Twitter seperti halnya warganet kebanyakan. Memang sih kebiasaan spazzing ini sudah lama menghilang sejak kesibukan real life sangat menyita waktu. Tapi yang jelas ada banyak sekali mention masuk ke Twitter gue dan bilang satu hal yang sama tentang WinWin.

“WinWin nggak dapet part nyanyi sama sekali!”

“Masa WinWin cuma muncul tiga detik doang!”

Oke. Enggak heran sama sekali sebenarnya. Sama sekali nggak terkejut juga. Bukan hal yang baru kan? Perdebatan soal ini tuh sudah lama banget terjadi di antara fans WinWin dengan manajemen SM Entertainment tersayang. Walaupun gue sendiri nggak pernah terlalu serius ke topik itu sih. Cuma sekedar ngeluh-ngeluh di luar aja. Nggak sampai ribut sama sesama fans WinWin lalu berencana buat nge-sue manajemen dan bikin petisi. Gue nggak punya waktu seluang itu buat urusan dunia kayak gini. Mending ikut promo KASKUS Kreator.

Karena balik lagi ke basic soal Kpop yang adalah nggak cuma sekedar entertainment tapi juga bisnis. Jadi gue hanya menikmati ini sebagai hiburan dan nggak mau buang-buang waktu ngurusin sisi bisnisnya. Soalnya kalau udah ngomongin bisnis, pasti deh bakalan bersinggungan dengan hal-hal yang lebih kompleks seperti politik. Nggak cuma politik di dunia hiburan aja tapi juga politik antara dua negara. Ya Korea. Ya China. Gue sendiri cukup santai kok kalau misalnya memang benar WinWin debut di NCT 127 cuma supaya NCT punya member China dulu walaupun dia belum siap-siap banget. Nggak masalah. WinWin debut cuma buat “pancingan” politik buat dua negara juga nggak masalah. Toh sekarang udah ada Lucas juga kan yang melengkapi. Dalam waktu dekat akan ada Kun. Mereka-mereka yang dari China ini harusnya berterima kasih dong ke WinWin sebagai pionir di NCT. Kalaupun nanti WinWin nggak lagi di NCT (which is possible karena NCT adalah grup yang open dengan member yang keluar dan masuk) yaudah nggak masalah juga. Udah kebal.

Kalau lo adalah orang yang kayak gue, lo pasti ngerti gimana susahnya jadi fans artis-artis SMTOWN. Oke sih nggak semua artisnya tapi mostly boygroup sama girlgroup mereka. Kenal Kpop pertama kali dari manajemen yang bersangkutan kemudian keterusan kecemplung di dunia fana yang nggak berujung tapi menyenangkan ini bikin gue nggak bisa lepas dari SM Entertainment. Dulu waktu masa-masa suka Super Junior, agak malu nyebut diri ELF karena beli CD aja nggak pernah. Pas akhirnya mutusin buat komitmen beli CD, eh udah nggak sesuka itu lagi sama mereka. Walaupun sebenarnya waktu itu beli CD-nya pun sebagai “persembahan terakhir” karena curiga mereka akan bubar setelah 2011. LMAO. Akhirnya mereka malah ke Indonesia 2012 dan ke sini terus sampai 2015.

Persembahan terakhir paledut.

Di masa-masa gue suka Super Junior gue juga dengerin SNSD. Tapi nggak pernah berani menyebut diri Sone. Bahkan walaupun SHINee yang memperkenalkan gue ke Kpop sejak 2008 dan gue sudah mendengarkan mereka sejak debut, gue nggak pernah mau sok-sokan menyebut diri gue Shawol. Dulu buat gue identitas fandom itu nggak terlalu penting. Apalagi kalau misalnya itu akan membatasi lo untuk suka atau mendengarkan grup-grup lain. Dulu, ada masanya ketika multi-fandom itu dianggap sebagai sesuatu yang najis dan hina.

“Lo kan ELF, kok lo dengerin SNSD sih! Mereka kan musuhnya SJ! Mereka tuh ngambil daesang-nya SJ tauk!”

Ya lo makan deh tuh daesang.


Kalau ngomongin tentang film Indonesia favorit di era tahun 2000-an, mungkin akan ada beberapa film yang muncul pertama kali di kepala gue. Tiga di antaranya gue tonton berulang-ulang dan tidak pernah bosan. Yang pertama adalah 'Petualangan Sherina' dan yang kedua 'Ada Apa Dengan Cinta'. Ini adalah tontonan wajib semua anak dan remaja di era itu selain mereka selalu dicekoki dengan Warkop DKI dan film setan Suzanna di TV. Buat mereka yang seumuran gue alias millennials, dua film ini semacem teman masa sekolah banget. Waktu SD gandrung banget sama Sherina dan Sadam lalu ketika SMP gue pun mulai mengenal Cinta dan Rangga. Kalau gue dikasih tantangan buat mengucapkan dialog-dialog dalam dua film ini gue percaya diri pasti menang. Saking seringnya gue nonton 'Petualangan Sherina' dan 'Ada Apa Dengan Cinta' gue pun hapal dialog di setiap adegan.

Gue memang freak. Sorry not sorry. But anyway, thanks.

Di sebuah petang di bulan Puasa tahun 2012 sedang turun hujan deras sekali. Seolah-olah sengaja menemani Bapak, Ragil, Adek, Raga dan pacarnya yang bernama Sukma, yang sedang buka puasa bersama di rumah tua milik Bapak. Walaupun tidak pernah diberitahukan berapa usia rumah itu tapi dari penampilannya saja bisa ketahuan kalau rumah itu sudah tua sekali. Setidaknya sudah tiga puluh atau empat puluh tahun. Tidak terlihat sosok Mama di rumah itu karena ternyata Bapak dan Mama sudah berpisah sejak lama. Mama tinggal bersama Adek di rumah yang berbeda, Raga dan Sukma tinggal bareng meski belum menikah (juga di rumah yang berbeda yang lebih modern), sementara Bapak tinggal bersama Ragil di rumah tua yang tidak mau direnovasi oleh Bapak karena katanya sudah nyaman. 

Bapak, Adek, Ragil, Raga dan Sukma sempat memainkan sebuah permainan anak-anak asal Korea Selatan sebelum akhirnya acara buka puasa selesai. Ketika mengantar Raga dan Sukma ke pintu depan, Bapak nyeletuk misterius soal nama Raga dan Sukma. "Nama kalian cocok." katanya. Sukma (perempuan ini adalah sosok yang cerdas tapi sangat 'receh' kalau sudah menyangkut hal-hal cinta dan hubungan asmaranya dengan Raga) penasaran dengan celetukan Bapak dan meminta Raga menjelaskannya. Di dalam mobil kemudian Raga mulai menceritakan apa yang dimaksud Bapak.

Dan sampai di situ, gue masih nggak ngerti sebenarnya ini film tentang apa.

WAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAAHAHAHHAHAHAHAHAH


“Galau terus!”

Gue agak menyesal buru-buru buka DM ketika Jeno (nama handphone gue) memberitahu ada notifikasi dari Instagram. Kalau isinya cuma kayak gitu mending gue swipe kiri aja terus dibaca nanti-nanti. Gue bukan tipe orang yang suka ngebiarin notifikasi numpuk sampai puluhan baru dibaca kecuali kalau kondisinya sangat sibuk banget. Gue mungkin orang yang paling fast response di seluruh dunia bahkan ngalahin online shop kesayangan lo. Tapi ya kadang-kadang agak kesel aja kalau misalnya udah buru-buru dibuka terus isinya cuma komentar pendek yang terkesan sok tahu.

Mungkin gue terdengar agak nyolot di bagian “sok tahu” tapi memang begitu adanya. Dan mungkin lo agak bingung kenapa tiba-tiba gue kayaknya marah-marah dibilang galau di DM Instagram. Sebenarnya ini mau ngomongin apa sih? Sebenarnya siapa sih yang ngatain gue galau? Sebenarnya posting-an kali ini tentang apa sih?
Happy new year! 



Boleh nggak sih kalau gue bilang waktu berganti so damn fast like crazy karena mendadak 2017 udah lewat gini aja? Kemudian 2018 datang dengan semua tantangan dan kemungkinan-kemungkinan yang pasti nggak akan pernah kita sangka-sangka. Bagaimana kabar kalian? Masih bahagia? Atau masih memikirkan dia yang sudah lama pergi tapi masih melekat di pikiran dan hati?

Ah. Lemah! Sama saja kalian kayak gue!


Hai... Kau baik-baik saja?

Ah... pertanyaan bodoh. Pasti kau tidak baik-baik saja. Tentu saja tidak baik-baik saja. Kalau kau baik-baik saja, aku tidak akan mendengar apapun yang aku dengar dari teman-temanku petang ini. Kalau kau baik-baik saja aku tidak mungkin membaca semua yang aku baca di internet jelang malam ini.

Jadi, bagaimana kabarmu? Hidup belakangan ini terlalu berat ya?

Ada berapa perpisahan dan selamat tinggal yang kalian alami selama setahun terakhir?

Mungkin ada dari kalian yang akan menjawab satu atau dua, ada juga yang mungkin menjawab pertanyaan di atas dengan “nggak ada”. Ya, bisa dimaklumi banget sih karena kan kehidupan masing-masing individu di universe dan di alternate universe ini beda-beda. Ketika lo sedang duduk-duduk menikmati susu pisang sambil mikirin mau nulis apa di blog lo akhir pekan ini mungkin di saat yang sama ada orang yang sedang bergelut dengan perasaannya karena mereka akan ditinggal pergi oleh orang terdekat. Tapi pertanyaan gue di awal posting-an ini adalah pertanyaan yang serius. Jadi silakan dijawab dalam hati atau kalau memang kalian mau berbaik hati dan repot-repot silakan meninggalkan komentar di disqus di bawah posting-an ini. Kalau kalian mau melakukan itu gue akan sangat berbahagia.

Pertanyaan gue selanjutnya, apakah setelah mengalami perpisahan itu kalian jadi beneran sedih parah yang sesedih itu? Yang sampai gloomy banget sepanjang hari ketika mengalaminya?

Kehilangan banget kah sosok itu ketika dia pergi? Atau mungkin di kepala kalian mendadak malah muncul pikiran-pikran tentang kesendirian, kesepian, dan semacem “wah gue akan sama siapa nih kalau dia nggak ada? Apakah masih ada yang lain yang bisa sedeket itu sama gue selain dia?” setelah itu?

Ataukah mungkin sampai kalian merasa dada kalian sesak dan sampai mau nangis? Atau bahkan mungkin kalian sama sekali nggak terlalu mikirin banget karena kalian tipe orang yang “ah yaudah namanya juga hidup kan ada pertemuan ada perpisahan”?

Gue nggak mau terus-terusan bertanya sebenarnya tapi gue beneran penasaran. Kalau kalian memang penganut statement terakhir gue di paragraf sebelumnya dan termasuk orang yang “yaudah yang pergi memang udah waktunya pergi”, gimana sih cara kalian membuat diri kalian baik-baik aja setelah itu? Gimana sih kalian bisa tetap kalem dan tenang dan seolah tidak terjadi apa-apa dalam hidup kalian dan tidak ada perpisahan sama sekali? Baaimana kalian menghadapi situasi itu dan me-maintain hati kalian untuk nggak terlalu merasakan kesedihan berlebih? Apakah memang semudah itu ya? Apa cuma gue yang terlalu drama dan merasa kalau apapun yang sudah menyangkut perpisahan dan mengucapkan selamat tinggal pasti akan jadi sesuatu yang berat?

Gue mau jujur sama kalian karena kalian adalah pembaca setia blog ini dan gue merasa punya kedekatan dengan kalian semua: gue ini orang aneh.

Eh... itu sih nggak bukan rahasia ya? Ahahahaha



“Sori, tadi kesasar makanya lama. Sebel banget padahal cuma dari Blok M doang ke sini tuh kayak tinggal belok kanan. Tapi maps-nya kok jadi kayak muter-muter!”

Nggak ada kesan kesal dalam keluhan gue itu. Lebih ke malu sebenarnya. Gue baru beberapa hari naik motor di Jakarta dan sedang senang mengeksplor tujuan-tujuan baru selain kosan ke kantor dan kantor ke kosan. Makanya ketika temen gue, sebut saja namanya Dewa, ngajak gue ke Masjid Agung Al Azhar untuk menghadiri sebuah kajian di suatu hari Rabu beberapa waktu lalu langsung gue iyakan. Bukan hanya karena gue pengen sekali-sekali berkendara dari kantor ke tempat lain untuk memperluas wawasan gue soal jalanan Jakarta, tapi juga karena gue tertarik dengan pembahasan kajiannya hari itu. Dan kebetulan gue butuh ke Blok M untuk beli bubble wrap untuk kirim hadiah giveaway sekaligus mampir ke Gramedia buat beli buku titipan temen. Wah banyak ya alasannya. Dan ketika kita berdua mutusin buat keluar dari masjid di akhir acara lalu melipir untuk makan nasi goreng di pinggiran kampus Al Azhar, gue langsung cerita pengalaman gue naik motor ke daerah ini untuk pertama kalinya.


Kalau lo sekarang lagi dalam kondisi sehat wal afiat, segar bugar, enak makan dan enak tidur, gengs, maka bersyukurlah. Soalnya nyaris seminggu ini gue nggak enak tidur dan nggak enak ngapa-ngapain banget. Mendadak gue terserang flu. Tumben-tumbenan banget deh ini badan gue nge-drop dan mendadak melemah gini. Kayaknya sih efek kurang tidur, tapi gue juga curiga ini adalah efek dari kurang kasih sayang dan pelukan hangat sosok yang dikasihi.

Ahem. Siapa.

Gue curiga ini sakitnya karena kebanyakan minum es teh manis di Mekdi pas pulang konser CNBlue Sabtu pekan lalu. Karena sejak itu kepala gue juga mendadak jadi pusing-pusing, terus berlanjut ke radang tenggorokan sebentar, lalu demam, dan kemudian batuk nggak kelar-kelar sampai hari ini. Bersyukur gue bisa kalem dikit batuknya karena Panadol. Bersyukur juga gue tipe orang yang kalo sakit tinggal dikasih obat dari Alfamart langsung sembuh. Tanpa perlu resep dokter berlebihan. Terima kasih banget untuk Panadol karena berkat dia gue jadi bisa betah duduk di Mekdi dengan tenang tanpa mengganggu masyarakat sekitar dengan suara batuk gue. Gue pun bisa nulis sisaan blog soal ‘Ko Ko Bop’ ini dengan kalem.

Mau sotoy dikit. Pasti kalian pernah deh merasakan susahnya beradaptasi di lingkungan baru. Ya kan? Atau kalian semua adalah manusia-manusia yang diberkahi dan dianugerahkan kemampuan menyesuaikan diri dengan sangat mudah oleh Tuhan YME?

Dalam hidup paling nggak kita merasakan yang namanya adaptasi di tempat baru sebanyak enam kali. Waktu masuk TK, masuk SD, masuk SMP, masuk SMA, masuk Universitas dan masuk kerja. Beberapa di antara pengalaman itu mungkin menyenangkan banget. Beberapa yang lain mungkin jadi momok mengerikan yang nggak mau lo ingat sepanjang hidup lo. Mungkin ada juga justru yang menyenangkan dan nggak terlupakan. Tapi bagaimanapun akhirnya, pasti semua diawali dengan sebuah proses adaptasi dan penyesuaian diri yang disertai dengan berbagai macam kegundahan dan ketakutan.

“Gimana kalau gue nggak punya temen?”

“Gimana kalau mereka nggak mau jadi temen gue?”

“Gimana kalau gue yang paling bego di antara mereka?”

“Gimana kalau gue dikerjain karena gue dari daerah?”

“Rambut gue lagi jelek banget ih. Gimana kalau malah gue dijauhin?”

“Ih gue kan suka KPop, gimana kalau mereka semua muggle?”


Dari keenam fase itu, gue pribadi paling takut ketika masuk SMP, SMA dan Universitas. Masing-masing tentu saja ada alasannya.


Gue lahir dan besar di Lombok. Kalau ketemu sama orang baru yang pasti langsung ditimpalin “Wah gilak, anak pantai dong lo?” Gitu. Padahal nggak juga. Karena walaupun gue lahir dan menghabiskan 17 tahun di Lombok, gue pada masa itu—dengan sangat menyesal!—bukanlah orang yang suka bergaul dan mengeksplor pulau kecil yang orang-orang bilang eksotis itu. Ini adalah penyesalan terbesar dalam hidup gue. Gue rasa.

Padahal gue terbilang seneng banget jalan-jalan dari dulu. Tapi karena pas SMA temen gue itu lagi itu lagi, jadi jalan-jalannya juga nggak berkembang. Ya ke situ lagi, ke situ lagi. Jarang gue mengeksplor tempat-tempat baru. Mungkin ini juga karena dulu banyak banget daerah di Lombok yang masih rawan. Sekarang juga sih. Tapi beberapa dari lokasi yang rawan itu sudah membaik dan orang-orangnya—alhamdulillah!—bisa lebih berpikir pakai logika, nggak cuma emosi.

Sekarang ketika gue sudah menetap di Jakarta selama beberapa tahun, Lombok memperlakukan gue seperti turis. Pulang tuh cuma bisa maksimal tiga hari doang. Paling lama kemaren pas gue resign dari MD dan sebelum masuk ke tempat baru. Gak akan bisa lebih lama dari 3 hari 2 malam. Kecuali mungkin gue dipecat dari kantor dan jadi pengangguran, baru deh gue memilih untuk pulang dan menetap di Lombok sampai beranak-pinak.

Pas sekolah gue nggak pandai bergaul. Beda sama sekarang. Gue anaknya minderan dan banyak banget hal yang memaksa gue untuk jadi anak yang minderan. Yang pertama badan gue kecil dan kurus banget. Dibandingkan dengan teman-teman seangkatan gue yang lain (yang laki-laki) gue terbilang paling mini. Yang kedua karena gue nggak suka olahraga. Itu sudah menutup sekitar 80% akses pergaulan. Yang ketiga gue bukan anak yang suka nongkrong-nongkrong di pinggir jalan dan makan di tempat hits anak-anak hits sekolah pas istirahat. Fix banget sih, gue adalah si Mamet di ‘AADC’.

Banyak hal yang harusnya gue rasakan pas SMA ketunda sampai gue kuliah. Jadilah gue cenderung alay. Gimana sih kalau anak kampung diajak ngeliat gemerlap Ibukota. Pasti apa-apa wow. Ada aja yang bikin penasaran dan bikin pengen tahu lebih banyak. Tapi gue tidak akan membicarakan soal gemerlapnya Jakarta di paragraf-paragraf selanjutnya, tapi pengalaman pertama gue jadi anak gaul di Pantai Senggigi.

When I said “Anak Gaul Pantai Senggigi” jangan berpikir kalau gue akan duduk di pinggir pantai sambil minum Bir Bintang. No. Gue nggak minum alkohol. I tried it once and I don’t like it. Yang gue maksud dengan anak gaul Pantai Senggigi di sini adalah ketika lo datang ke pantai sore-sore dan rame-rame, terus menikmati keindahan matahari terbenam di sana.

Percaya nggak percaya, pertama kali gue ngerasain Sunset di Pantai Senggigi itu waktu umur gue 14 atau 15. Yang jelas itu masa-masa transisi waktu gue baru lulus SMP dan mau masuk SMA. Sebelum itu mana pernah gue tahu rasanya menikmati sunset di Senggigi. Eh pas tahu malah jadi kecanduan. Pengen balik terus tiap sore ke sana. Duduk di pinggir pantai dan ngeliat matahari terbenam yang ternyata cepet banget itu. Di situ juga gue baru tahu kalau Pantai Senggigi tuh nggak jauh-jauh amat dari rumah.

Gitu deh kalo telat gaul. Katrok banget.
Kalau lo pernah baca novel Ilana Tan mungkin lo akan sangat familiar dengan title di atas. Novel ini mungkin bisa jadi awal dari semua obsesi gue tentang Seoul. Bahkan jauh sebelum gue tenggelam dalam drama-drama Korea, gue sudah mengenal sedikit tentang Seoul dari novel ini. Kalian udah pernah baca belum? Kalau belum, gue rekomendasikan banget untuk baca karena ceritanya drama Korea banget.

Lo yang kembali ke blog ini untuk baca ‘Finally, Seoul!’ mungkin akan kaget. Kenapa cerita musim dingin itu sudah berpindah ke musim panas aja? Kenapa nggak dilanjutin dulu aja sampe abis baru nulis cerita baru? Hihihi… Gue pun nggak pernah tahu kalau ternyata nasib membawa gue kembali ke Seoul lebih cepat dari apa yang gue rencanakan. Bahkan sebelum gue menyelesaikan series ‘Finally, Seoul!’ yang sudah gue mulai dua tahun yang lalu itu, gue sudah harus menulis lagi cerita lain tentang Seoul yang kali ini terjadi di musim panas.

Ya, jadi awal musim panas ini gue mendapat kesempatan lagi untuk mengunjungi Seoul, Korea Selatan. Dan ya, seperti kunjungan pertama gue di tahun 2015 lalu, kunjugan yang kali ini pun gratis. Kok bisa sih? Kok lo beruntung banget sih? Kok lo dapat gratisan terus sih? KOK BANGSAT SIH LO BISA KE KOREA GRATIS DUA KALI?!

Pertanyaan lo akan terjawab satu per satu sampai akhir posting-an gue kali ini, jadi, silakan baca sampai habis.


Hey guys, kalau kalian baru sampai di KaosKakiBau.com, perkenalkan gue Ron, dan gue sedang berusaha menyelesaikan cerita perjalanan pertama gue ke Seoul bulan November – Desember tahun 2015 lalu. Memang ini sudah sangat lama sekali tapi karena ini pengalaman pertama jadi sangat berkesan buat gue. Series ini gue kasih judul ‘Finally, Seoul!’ karena kayak “AKHIRNYA! GUE KE SEOUL JUGA!” setelah bertahun-tahun suka KPop dan setelah bertahun-tahun menjabat sebagai reporter KPop di detikHOT (well, I resigned 1 year ago tho). Baca semua seri cerita ini dari bawah ke atas supaya nyambung ya!

1. Jalan-jalan Kere di SMTOWN Studio [Part 4 - Habis]
2. SMTOWN COEX Liverary Cafe Tour! [Part 3]
3. Dimarahin Mbak-mbak di SMTOWN Studio [Part 2]
4. Deg-degan Masuk SMTOWN COEX Artium [Part 1]
5. Rabu yang Basah di Gwanghwamun
6. Indomie tengah Malam di Seoul
7. Susahnya Nyari Taksi di Seoul!
8. Bonjour, Petite France!
9. Jadi Tukang Foto Orang Pacaran di Nami
10. Ngeliat Song Seung Hun Syuting 'Saimdang - The Herstory' di Ohjukheon
11. OMG! Saya Ikutan Press Conference Drama Korea!
12. Pertemuan Pertama yang Awkward dengan Salju (ALAY BANGET ASTAGA!)
13. Ngegaul Sendiri di Dongdaemun Design Plaza
14. MBC World, Tempat Seru Buat Ngalay!
15. Jangan ke Myeongdong Kalau Nggak Punya (Cukup) Uang
16. Dream Come True: Finally, Seoul!

Gue masuk ke kereta bawah tanah di Samseong Station dengan perasaan senang yang bercampur aduk. Meski ini sudah hari ketiga gue di sini tapi gue masih tidak menyangka bahwa akhirnya gue ke Korea Selatan juga. Masih seperti mimpi kalau sekarang gue ada di Seoul. Di dalam kereta bawah tanah menuju Hapjeong Station. Duduk di antara orang-orang asing yang anehnya terasa familiar. Gue menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Kereta bawah tanah itu nyaman dan hangat. Gue suka. Di atas tadi angin lumayan kencang. Jadi biarkan gue menikmati sedikit kehangatan ini dulu sebelum nanti kembali menerjang angin dari Hapjeong Station menuju hostel. Gue mulai mengantuk.

Untungnya kali ini gue nggak sampai salah turun seperti waktu ke DDP. Gue sekarang sudah jago naik subway dan sudah percaya diri menentukan Exit yang mana yang harus gue ambil untuk menuju tempat yang gue inginkan. Gue sebenarnya tipe pelupa, tapi kalau urusan jalan, belok kiri, belok kanan, patokan gedung ini lalu lurus sampai mentok, gue yakin gue jagoan. Jalanan dari peron menuju ke jalan keluar di Hapjeong Station sekarang sudah gue hapal di luar kepala.

Saat meniti eskalator kecil menuju salah satu pintu keluar di Hapjeong Station gue sudah bisa merasakan angin kencang dari luar. Sepertinya bakal hujan. Gue membetulkan posisi syal dan memasukkan tangan ke dalam kantong jaket abu-abu yang gue pakai hari itu. Dinginnya baru berasa sekarang. Tadi siang nggak terlalu terasa waktu di Gwanghwamun. Yang paling terasa menyiksa ketika angin dingin berhembus sih sebenarnya bagian kuping, atas jidat dan leher bagian belakang. Gue berjalan agak terburu-buru menuju Maru Hostel Hongdae.
Kalau gue punya banyak banget uang, semisal baru menang lotere (meski haram yah), mungkin kebahagiaan gue akan bertambah (meski fana ya pake uang haram) ketika gue berkunjung ke SMTOWN COEX Artium ini. Ya gimana nggak? Semua yang lo cari ada di sini. Apalagi kalau lo bertahun-tahun menghabiskan waktu jadi SM stan. Ini sih #surgadunia banget. Satu tujuan untuk berbagai hasrat spazzing lo.

Kalau mood lagi pengen belanja bisa berboros-boros di SUM Store demi sekedar kaca mata yang dipromosikan oleh EXO. Atau sekedar punya piercing kayak Taemin. Atau melengkapi koleksi CD KPop artis SM Entertainment yang belum pernah lo punya. Dengan harga yang bersaing (dan pride yang lebih karena beli di SUM Store langsung) CD-CD yang ada di rak di SUM Store itu minta banget dimiliki. Ngeliat EXO 1st Box sama EXO 2nd Box bener-bener ngiler. Tapi pas liat harganya langsung telen lagi ilernya. Kecuali I just hit the Lotto mungkin kubisa membeli semua benda-benda fana penghias lemari itu.

Dengan budget yang banyak lo juga tentu saja bisa beli cemilan-cemilan mahal bergambar artis SM di sini. Atau sekedar permen berlogo EXO yang kalau kelamaan diemut bisa bikin langit-langit mulut dan lidah iritasi karena mendadak jadi tajam-tajam. Udah mahal, bikin sakit pula. Tapi demi yang namanya gengsi kadang-kadang sih bodo amat. Yang penting udah pernah beli dan makan permen yang ada logo EXO-nya. Sakit dikit gapapa deh.

Dan kalau punya waktu luang yang banyak sih gue masih tetap ingin duduk-duduk ngopi di LIVErary Café. Walaupun bukan tempat yang ideal untuk itu (yakin), tapi pengen sekali dalam seumur hidup melakukan itu. Bikin satu tulisan blog di sana kayaknya akan sangat menyenangkan. Ditemani dengan lagu-lagu yang sudah familiar, reaksi-reaksi fans yang juga sudah familiar (dan berisik), serta suasana lampu temaram dan ruangan yang hangat itu kayaknya akan bisa memberikan banyak inspirasi untuk menulis. Someday, I will!

Gue sebenarnya tertarik masuk SMTOWN Studio dan coba didandanin kayak WinWin dengan rambut gimbalnya di ‘Limitless’. Tapi gue bingung bagaimana menyikapi kumis dan jenggot gue. Facial hair ini sebenarnya gatel pengen gue cukur dan beberapa hari terakhir ini gue kepikiran untuk cukur kumis dan jenggot. Tapi gue masih nggak pede. That images of me smiling without moustache was too disgusting to think about. Walaupun… penasaran juga apakah gue masih terlihat se-disgusting itu apa nggak ya. Tapi takut nyesel. Karena tumbuhnya bisa agak lama dan gue nggak akan berani live Gloomy Monday tanpa kumis.

Tapi kalau ada uang sih sebenarnya masalah kumis nggak gimana-gimana ya. Pengen juga bisa punya DVD rekaman nyanyi dan dance dari SMTOWN Studio kan sebagai souvenir yang akan gue pamerkan dengan bangga ke anak cucu meski rasanya pasti akan sia-sia karena gue yakin generasi mereka nggak akan se-freak itu soal KPop di masa depan. Mungkin justru di masa depan Keroncong dan musik-musik daerah yang akan menguasai dunia. Siapa yang tahu? Cuma ya tetep aja kalaupun anak cucu nggak tertarik mendengarkan cerita tentang (kalau) gue pernah rekaman di SMTOWN Studio, DVD dan album foto itu toh tetap bisa jadi hiasan dinding yang lucu di pojokan kamar.

With no budget at all sebenarnya nggak ada juga ruginya masuk ke SMTOWN COEX Artium. Kalau lo tipe fans kere kayak gue, yang cuma ngeliat tembok ditempelin banner EXO aja sudah bahagia, then this is your kind of heaven guys. Lo masuk aja ke setiap lantai dan take a picture with every walls in there. Karena gambarnya beda-beda dan lo pasti akan menemukan kebahagiaan alay dengan foto sama dinding di sini. Tapi kalau emang niat lo untuk ngalay doang, pastikan datang dengan teman. Supaya foto lo nggak cuma sekedar selfie. Karena ada banyak dinding yang kalau di foto harus dari jarak jauh supaya semua gambarnya keliatan hihihi….

Dan melanjutkan perjalanan kere gue di SMTOWN COEX Artium, sampailah gue dan Anis di lantai paling atas di gedung itu: SMTOWN Theatre.



“I think I've found my best friend
I know that it might sound more than
a little crazy but I believe…

I knew I loved you before I met you
I think I dreamed you into life
I knew I loved you before I met you
I have been waiting all my life.”

-- I Knew I Loved You by Savage Garden

Bagaimana kalian menjelaskan kesukaan kalian terhadap sesuatu atau seseorang? Pernah merasa sulit untuk melakukannya? Kayak misalnya tiba-tiba kalian ditanya sama orang yang random kalian temui di TransJakarta atau kereta ketika dia memergoki kalian sedang nonton drama Korea atau salah satu MV Kpop yang sudah kalian tunggu-tunggu sejak semalam.

“Kenapa kamu suka KPop?”

Bisa jadi jawabannya nggak akan langsung bisa kalian utarakan. Bisa jadi kalian butuh waktu mikir yang agak lama. Kalau gue yang ditanya kayak gitu, porsi “Ehmmmm kenapa ya? Soalnya… Ehhmmmm….” Itu akan jauh lebih lama daripada jawaban intinya. “Ya karena bagus aja. Beda gitu sama yang lain.” Terus anti-klimaks. Padahal mungkin orang yang nanya butuh sesuatu yang lebih nendang dan lebih spesifik ke penjelasan dari pertanyaan “Kenapa” itu.

Kesukaan kita terhadap sesuatu kadang nggak bisa dijelaskan dalam beberapa kalimat. Dan kalau udah bingung pasti jawabannya akan “Ya suka aja”. Padahal di balik tiga kata itu sebenarnya ada cerita yang nggak akan habis kalau diutarakan selama seharian. Ada excitement yang meletup-letup yang sebenarnya seringkali nggak bisa ditutup-tutupi. Mungkin karena kita juga punya rasa jaim (mengingat yang nanya adalah “stranger on a train”) jadi kita jawab seadanya. Atau mungkin memang rasa suka itu terlalu susah untuk diutarakan dengan kata-kata? Apalagi soal bias.


Kalau lo seorang penulis pemula dan pemalas seperti gue, lo pasti akan sering merasakan kondisi ketika apa yang ada di kepala lo sama sekali nggak bisa tertulis di halaman pertama Microsoft Word, yang sudah lo buka selama berjam-jam sejak lo memutuskan dan meneguhkan iman untuk menulis setidaknya satu halaman per hari. Ya. Keinginan untuk rajin nge-blog atau sekedar nulis secara random apapun yang ada di kepala lo dalam satu hari itu selalu muncul. Tapi selalu jadi hanya sekedar wacana. Sesuatu terkadang lebih mudah dibayangkan. Digambarkan dalam imajinasi. Tidak disalurkan dalam bentuk tulisan. Tapi sebenarnya ini nggak mutlak. Hanya karena lo pemalas dan banyak alasan aja jadilah itu semua hanya wacana.

Semua penulis pasti pernah berada dalam kondisi yang disebut writers block. Bahkan yang sudah bertahun-tahun jadi penulis sekalipun. Bahkan mereka yang sudah merilis puluhan buku juga pasti merasakan hal ini. Ya gimana sama orang kayak gue yang baru punya dua buku itupun: (1) hanya satu cerita di buku kumpulan anekdot, (2) novel fanfiction cupu yang gue sendiri malu menjelaskannya. Kondisi ini sangat menyebalkan. Apalagi ketika lo sedang berusaha untuk membuat deadline untuk blog lo sendiri dan lo sendiri juga yang melanggar deadline itu.

Ide bisa muncul kapan aja. Tapi nggak bisa diterjemahkan dalam bentuk tulisan kapan aja. Kadang ide ini bikin lo jadi manja. Bikin gue jadi manja. Seriusan. Seringkali setiap kali akan memulai menulis gue selalu beralasan, “Gue butuh kopi.” Dan gue pergi ke dapur kecil di sudut kamar gue untuk masak air dan bikin kopi kapal api item yang disaring ampasnya terus dikasih gula dan es batu, amerikano ala-ala. Setelah jadi, kembali ke meja, dan kopi itu habis tanpa hasil satu halaman Microsoft Word pun. Hidup memang selucu itu.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Hey, It's Me!



kpop blogger, kpop podcaster, social media enthusiast, himself


Author's Pick

Bucin Usia 30

Satu hal yang gue sadari belakangan ini seiring dengan pertambahan usia adalah kenyataan bahwa gue mulai merasakan perasaan-perasaan yang ng...

More from My Life Stories

  • ▼  2024 (5)
    • ▼  Maret (2)
      • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
      • I Know..., But I Dont Know!
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2022 (12)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2021 (16)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2020 (49)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (34)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (48)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2012 (98)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (19)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (101)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (25)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2010 (53)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (17)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (7)

Podcast ngedrakor!

Podcast KEKOREAAN

#ISTANEXO

My Readers Love These

  • Final Destination 5: REVIEW!
  • Mimpi, Mimpi, Mimpi
  • Awkward itu...
  • EXO 'WOLF' Drama Version MV_1 Review [PART2--END]
  • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.

Smellker

Instagram

#vlognyaron on YouTube

I Support IU!

Copyright © 2015 kaoskakibau.com - by ron. Designed by OddThemes