• Home
  • Explore Blog
    • K-Pop
    • EXO
    • Concert Experience
    • GMMTV's The Shipper Recap
    • Film
    • Self Reflection
    • My Trips!
      • New York Trip
      • Seoul Trip
      • Bangkok Trip
      • London Trip
  • Social Media
    • YouTube
    • Twitter
    • Instagram
    • Facebook
    • Email Me
  • My Podcasts
    • Podcast KEKOREAAN
    • Podcast ngedrakor!
  • NEW SERIES: 30 and Still Struggling
kaoskakibau.com - by ron
Seneng ngeliat EXO aktif lagi di sub-unit setelah K dan M karam dan terkubur di samudera lawsuit di 2014 dan 2015. Gue sangat menunggu-nunggu penampilan CBX karena ada Baekhyun. Gue padahal tipe fans yang nggak suka kalo ada satu member dalam grup yang terlalu mendominasi (atau sok-sok mendominasi) tapi kalau itu Baekhyun (atau Suho—tapi Suho seringkali gagal mendominasi karena selalu di-bully) nggak apa-apa deh. Karena bias. Tapi selain CBX yang sebenarnya juga harus dirayakan loncatan kariernya di tahun ini adalah Zhang Yixing.

Klik di sini untuk baca review pertama EXO-CBX

Memang nggak banyak atau nggak sering gue ngomongin Lay baik di blog ataupun di Twitter. Soalnya memang dia bukan bias. Waktu awal debut juga first impression gue ke Lay nggak terlalu gimana-gimana banget. Ya memang gue nggak terlalu ke M waktu dulu. Lebih suka sama K. Selain karena masalah bahasa (yang padahal bukan sesuatu yang asing karena gue dulu suka banget sama Mandarin pop) juga karena member-member M yang kalah nendang dari K. Masih inget banget gimana krik-krik-nya wawancara M di semua sesi interview di China di awal-awal debut.

Lay juga keliatan tua banget waktu pertama debut. Dengan rambut yang agak gondrong dan dikuncir di belakang itu bikin dia jadi kayak mas-mas. Entah itu salah siapa. Padahal semakin ke sini dia jadi semakin keliatan sesuai dengan umurnya.

Gue banyak kenal sama fans-nya Lay. Dan gue banyak denger cerita-cerita soal dia. Cerita-cerita yang sebenarnya gue nggak tahu kebenarannya gimana, tapi membuat gue merasa simpati dengan sosok Zhang Yixing. Dan kenyataan bahwa dia satu-satunya member China yang masih bertahan di EXO sekarang juga membuat gue semakin respek sama Lay. Dan itu makin bikin gue nyinyirin Kris, Tao dan Luhan.

“Kalo Lay aja bisa, kenapa mereka enggak bisa deh?!”

Tapi itu cerita lama. Bisa atau nggak bisa bertahan itu bukan lagi masalah mau atau nggak mau lagi berkarier di bawah SM. Bukan lagi masalah diperlakukan baik atau tidak baik sama SM. Bukan lagi masalah adil/tidak adil atau bayaran yang nggak sepadan. Itu semua masalah prinsip, cara pandang dan tujuan hidup. Dan, menurut gue, skenario yang dibuat SM dan semua yang keluar dari awal.

Pesan moral: jangan pernah percaya 100% sama dunia entertainment. Bisa jadi semuanya palsu.

Walaupun gue nggak bias Lay, tapi gue punya satu—enggak deh—dua momen yang nggak terlupakan sama dia. Entah ini memang momen nyata atau hanya terjadi di kepala gue. Yang pertama waktu EXO-M jadi bintang tamu di konser Super Show 4 di Jakarta tahun 2012 dulu. Dan yang kedua waktu konser The Lost Planet di Jakarta tahun 2014.

Ada tiga alasan kenapa gue nonton Super Show 4 sekitar empat tahun yang lalu: Siwon, Donghae dan EXO-M. Spesial buat yang terakhir, gue bawa banner 1x1 meter dan berdiri di depan pager supaya keliatan sama mereka. Waktu mereka bawain lagu History, ada momen waktu Lay ngeliat ke banner gue dan dia sedikit shock gitu. Kayak “ANJIR TERNYATA ADA JUGA FANS GUE DI SINI?!” Nggak cuma Lay sebenarnya, Chen juga.

Klik di sini untuk baca cerita Super Show 4

Dan waktu di The Lost Planet, lagi-lagi gue nempel pager dan gue sebelahan sama Kak Dea. Kak Dea emang ngefans sama Lay. Dan kebetulan saat itu gue juga bawa fanboard fotonya Lay sama Lee Soo Man. Kak Dea bawa handuk warna ungu yang dia beli dari salah satu fansite Lay yang terkenal banget katanya. Kami berdua sudah dalam posisi yang siap sedia dengan handuk dan fanboard masing-masing waktu Lay lewat di depan kami dan melihat apa yang kami bawa. Fanboard sesimpel foto Lay dan Lee Soo Man itu bikin Zhang Yixing langsung menangkupkan kedua telapak tangannya, terus sambil membungkuk bilang “Terima kasih.” dari jauh. Ya, keliatan gerakan bibirnya bilang “Terima Kasih.”

Klik di sini untuk baca cerita nonton konser The Lost Planet di Jakarta

Ah… rasanya kalau mengingat kejadian-kejadian masa lalu tuh berasa seneng banget. Walaupun sudah empat tahun dan dua tahun berlalu, tapi masih seger gitu di kepala. Tapi nggak ada sih yang ngalahin rasa seneng waktu tahu Lay akhirnya bikin album solo.

WHOAAA FINALLY!!!!


Belakangan ini gue serius banget dengerin Monodrama. Karena sejak lagu itu dirilis gue nggak pernah punya waktu khusus buat dengan sengaja memutarnya di music player di ponsel atau di laptop. Tapi kadang-kadang kalau lagi shuffle lagu di hape suka keputer sendiri dan direnungi dalam-dalam.

Padahal nggak ngerti juga lirik lagunya.

Gue tahu Lay punya kemampuan buat jadi penulis lirik dan komposer. Walaupun yang paling nempel di kepala gue adalah lagu yang dia bikin di salah satu episode EXO’s Showtime yang liriknya “My back my back my back my kneeeeee” karena waktu itu punggung sama lututnya lagi sakit. Tapi alhamdulillah di album debut solonya nggak ada lagu yang liriknya kayak gitu. Malah albumnya terdengar sangat serius.

Seserius itu loh beneran deh.

Tapi sesuai sih sama image-nya dia. Karena kalau Lay mendadak nyanyi lagu macem NCT Dream kan agak-agak aneh juga. Gue nggak kebayang dia pake celana pendek, rambut jamur, terus naik hoverblade keliling-keliling panggung sambil ngunyah dan sesekali niup permen karet.

EXO bikin sub-unit?

Wait.

WHAT?!?!?!

OMG! Sebegitu terasingnya kah gue dari fandom ini sampai-sampai berita besar kayak gini gue nggak tahu? Coba gue inget-inget dulu kapan terakhir gue baca Soompi atau AllKPop.

(berpikir)

31 Juli. LOLS. Itu di hari terakhir gue kerja di detik dan setelah itu gue nggak pernah lagi buka portal berita. Semua hal yang terjadi di dunia KPop gue tahu dari timeline Twitter (yang jarang banget juga gue buka kecuali emang iseng-iseng banget) dan YouTube. Bahkan YouTube aja udah nggak sesering dulu. Waktu gue buat nonton Laura in the Kitchen sudah berkurang nih sekarang. Apalagi buat spazzing EXO?!

Tiba-tiba inget belum nonton 'Scarlet Heart: Ryeo' episode 17 sama 18 ahahahha. Tapi… apa gue pernah ngebayangin EXO bikin sub-unit?

Hmmm… seinget gue dulu gue pernah berandai-andai apakah EXO juga akan mengikuti jejak para seniornya di SM (grup yang member-nya banyak) untuk bikin sub-unit. Yah, walaupun sebenarnya EXO juga debut kan dalam dua sub-unit K dan M, yang walaupun sekarang sudah dihapuskan karena member M udah sisa cuma tiga aja. Timpang. Tapi setelah beranda-andai itu, nggak pernah lagi deh mikirin apakah EXO akan beraktivitas dalam sub-unit.

“Karena gue suka ngeliat mereka ber-12 di panggung!” kata gue kala itu. Yah sayangnya kemudian gugur satu per satu bagaikan pahlawan di medan perang.

Tapi kalaupun misalnya EXO maksa banget bikin sub-unit, gue sih pengennya sub-unit M yang didebutin. Kayak bukti eksistensi mereka gitu loh yang ditinggal tiga member China terus mereka kembali dengan bangga “KITA YANG BERTAHAN.” Harapan itu nyaris jadi nyata. Karena sub-unit pertama EXO memang didominasi member M.

Chen, Baekhyun, Xiumin.

Ngeliat formasinya sih gue nggak ada komplain. Tapi curiga juga. Apa jangan-jangan sebenarnya proyek ini seharusnya jadi comeback-nya EXO-M ya? Tapi kemudian batal.

Nama gue Ron. Gue suka nonton drama Korea dan suka dengerin KPop. Baru-baru ini gue menderita mencret yang parah banget. Lo tahu kan, penyakit yang disebabkan karena kebanyakan makan cireng dan sambel ayam penyet itu? Ya… Dalam 25 tahun terakhir mungkin ini adalah mencret gue yang paling parah. Karena bahkan untuk berdiri aja gue goyah. Untung Tuhan menunjukkan jalan kepada manusia bahwa boker sangat efektif dilakukan jika jongkok, bukan berdiri. Tapi bahkan dalam kondisi kurang cairan seperti ini, jongkok pun terasa melelahkan.

Gengs, maafin gue kalo posting-an ini diawali dengan curhatan soal mencret. Karena seperti yang gue bilang di atas, ini adalah mencret terparah sepanjang hidup gue. Kalo capek karena lari, angkat beban, atau ngepel kamar okelah bisa dimaklumi. Tapi capek karena boker itu hal lain gengs. Jangan pernah sekali-sekali makan jorok di pinggir jalan kalau kondisi badan lo lagi nggak fit.

Seharusnya posting-an ini sudah naik di kaoskakibau.com sejak dua minggu lalu. Tapi karena gue mendadak kena diare (dan diperparah karena gue sendiri di kosan dan susah buat keluar beli obat akhirnya malah berkepanjangan) jadinya ketunda. Penundaan berlanjut karena urusan kantor dan kepribadian golongan darah B yang super mager macem gue. Tapi yah, life must go on. Walaupun mencret gue belum kelar sampai hari ketiga, gue tetap harus bertahan melawan kejamnya dunia. Termasuk kejamnya sebagian orang menilai para fans KPop di masa lalu.

Oh yeah, lets begin the curhat.



Jadi seorang fanboy KPop tuh nggak gampang. Jujur saja. Kondisi kehidupan lo nggak akan semudah ketika lo mengidolakan seorang pemain sepak bola atau personel sebuah band metal papan atas dunia. Kalau lo udah jadi fanboy militan Korea-Korea-an sejak sebelum 2009, tahun di mana KPop hanyalah genre nugu di dunia ini, lalu kemudian lo merasakan bagaimana rasanya dicibir teman-teman sekitar lo karena lo suka KPop, men, kita harus tos dulu.

Tos di jidat orang-orang yang ngatain tapi ya. HAHAHAHAHAHAH

Gue tuh suka nggak paham kadang sama orang-orang. Kenapa deh mereka suka banget ngurusin kesukaan orang lain? Like seriously, memangnya kenapa sih kalau gue suka sama Korea-Korea-an? Gue nggak minta duit sama elo kok buat menghilangkan dahaga gue akan kesukaan gue ini. Kenapa malah lo yang sakit pantat.

Kalau diitung-itung kira-kira sudah delapan tahun gue ada di lingkaran setan bernama KPop ini. Nggak jarang gue mendapat pandangan yang yah bisa dikategorikan ke negatif. Dan selama delapan tahun itu gue juga memperhatikan bahwa ternyata nggak cuma gue loh yang mengalami hal ini. Banyak fanboy bahkan fangirl juga (mungkin) berada di frekuensi yang sama. Kayak semisal, kalau gue nggak sengaja ada di acara KPop gitu ya, kayak cover dance competition atau apa, gue masih sering ngeliat fanboy pake masker.

Oke ini suuzon sih.

Gue menebak mereka yang pake masker ini kurang pede sama diri mereka sendiri. Mungkin juga ngerasa nggak nyaman berada di situ. Takut kalau-kalau ada temen rumahnya atau temen sekolahnya yang nggak suka KPop ngeliat dia ada di acara KPop trus nanti dikata-katain di sekolah.

Sotoy sih emang. Kan bisa jadi sebenarnya mereka pake masker karena emang lagi pengen. Karena memang lagi cosplay-in airport fashion idol favorit mereka. Karena lagi jerawatan. Karena alergi. Karena yah mungkin juga terlalu ganteng untuk berada di sana sehingga ada ketakutan tersendiri para wanita akan berteriak “OPPA!! OPPAA!!! SARANGHAE!! OMMOO OMMOOOO!!!!” ke dia. Atau mungkin karena ternyata dia adalah Byun Baekhyun.

OMG!

“OPPAAA!!! OPPPAAA!!!!!!” *JAMBAK YANG PAKE MASKER*

Tapi enggak tahu kenapa gue kayak punya keyakinan gitu, bahwa beberapa orang yang pake masker di tempat yang seharusnya mereka bisa jadi diri mereka sendiri itu adalah orang yang masih punya ketidakpercayaan diri. Bener gak sih itu kata terakhir. Padahal kan sebenarnya kalau dipikir-pikir, semua yang di situ pasti suka KPop. Like WE ARE ONE, MAN! Ehem. Tapi ya mungkin emang dia lagi jerawatan. Atau emang dia takut ketauan temen sekelasnya yang nggak suka KPop.

Iya gue suuzon. Maafin gue.

Tapi tenang saja. Kalau lo baca ini kemudian lo merasa tersentil, bagus, karena niat gue emang pengen nyentil. Nggak cuma elo kok yang merasa demikian.

Gue selalu menganggap diri gue sebagai orang yang paling nggak pede di seluruh dunia. Gue pun pernah berada di masa-masa seperti itu. Waktu SMA mungkin nggak terlalu kerasa karena gue belum yang frik banget sama KPop. Tapi berasa banget pas kuliah sih.

Jadi ceritanya kan gue emang suka banget bikin fanfic (baca di smellyshockshortstory.tumblr.com). Dan kalau udah bikin fanfic tuh gue suka banget yang menenggelamkan diri gue ke masing-masing karakter yang gue bikin. Jadi kadang suka bikin editan-editan foto dengan karakter-karakter yang gue pake jadi main cast-nya gitu. Terus gue jadiin wallpaper laptop. Maksud gue kayak supaya gue setiap kali inget kalo gue harus ngelanjutin ini fanfic, gitu loh. Nah, suatu hari ada salah satu temen se-program studi gue mau minta file dari laptop gue gitu. Dia nyamperin gue sama salah satu temennya.

Dalam hati gue sebenarnya sudah merasa nggak aman. Karena kalau mau transfer-transferan kan harus buka desktop dulu dan itu wallpaper pasti nampak.

“Ah gue males deh kalo ntar diliat sama nih orang,” kata gue. Gue nggak mempermasalahkan temen gue yang minta data. Yang gue permasalahkan adalah temennya itu. Yang gue yakin (keliatan) kalo dia bukan tipe orang yang biasa aja sama orang yang suka KPop. Anjir sebel kalo diinget-inget WKWKWKWK.

Saat itu wallpaper gue lagi editan fotonya Joong Ki, Yoona sama Siwon. Persis ketika wallpaper gue tampak, gue ngeliat temennya temen gue itu kayak memberikan tatapan  yang—hmmm gimana ya nyebutnya—mencela? Kayak mau ketawa tapi ketawanya yang nyinyir kayak yang “APAAN SIH NIH ORANG” gitu pas liat laptop gue.

Wah bangsatlah. LO PALING SUCI GUE PENUH DOSA.

Begitu kira-kira.

Tapi pandangan negatif jadi fanboy KPop nggak cuma datang dari orang yang nggak suka KPop aja. TERNYATA! Gue juga pernah merasa “dipandang sebelah mata” oleh sesama fans KPop. Waktu itu SHINee pertama kali datang ke Indonesia, 2010 kalo nggak salah, yang mereka isi acara kerjasama Arirang sama TVRI yang panggungnya gembel banget itu. Dan gue sama salah satu temen gue dateng ke bandara (niatnya) ngejemput SHINee (walaupun sebenarnya nggak bisa juga kejemput karena ya lo tahulah satpam di bandara always full of shit untuk urusan inian).

Ketika sedang berdiri di antara kerumunan, ada salah satu orang yang memberikan tatapan merendahkan gitu ke gue.

“Fanboy?!” sambil ketawa nyinyir ala-ala antagonis sinetron Bawang Merah Bawang Putih.

“Hehe ada masalah? Hehe” kata gue lalu mengalihkan pandangan ke pintu kedatangan bandara yang nggak kunjung dilewati oleh SHINee karena kita semua dibohongi satpam bandara.

Tq pak satpam.

Gue jadi suka mikir, kenapa sih orang-orang masih aja ada yang nggak respect sama kesukaan orang lain?!

Men, mereka tuh haruslah mulai menghargai apa yang orang lain suka. Ketika kita nggak pernah ngerecokin mereka, kenapa deh mereka tuh always act like shit. AHAHAHAHAHA Maksud gue, ya lo nggak usah mencela lah. Lagian lo juga kan nggak tahu gimana-gimana dan apa-apanya. Nggak usah mencibir gitulah.

Gue jadi inget beberapa waktu yang lalu gue sempat mampir ke Bumi Perkemahan di Cibubur dan melihat banyak banget mas-mas bertelanjang dada, berkemah di tengah hutan, duduk ngerokok melingkari api unggun. Ikhlas banget badan mereka digigit nyamuk segede gajah. Kalau mau sinis gue bisa aja bilang, “Yaelah mas, ngapain sih, mending tidur di rumah nggak digigitin nyamuk. Anget. Daripada tengah hutan gini?” Ya tapi urusan gue apa? AHAHAHA Itu kan emang kesukaan mereka. Hobi mereka. Sesuatu yang membuat mereka puas yang nggak akan pernah gue ngerti kenapa.

Sama aja kayak orang mikir “Ya lo ngapain beli tiket konser KPop? Mahal! Buang-buang duit! Bisa beli laptop atau hape baru tuh tinggal nambah dikit!”

Dan ya, perdebatan itu nggak akan pernah berakhir. Kecuali lo sama-sama ngerti bahwa yang A suka itu nggak sama dengan apa yang B suka. Apa yang A lakukan buat hobinya beda sama apa yang B lakukan buat kesukaannya. Dan lo nggak bisa nyuruh A beli handphone baru dengan uang yang dia pake beli tiket konser karena dia nggak butuh hape baru. Lo juga nggak bisa nyuruh B tidur di rumah aja jangan di hutan ya karena di rumah mungkin dia nggak bisa bakar api unggun karena tinggalnya di apartemen kali?

Gue Ron, gue suka KPop, dan itu terserah gue.

Lo suka musik rock ya itu urusan lo. Lo nggak suka KPop juga itu masalah lo, gue nggak mau ikut campur.

Walaupun mungkin sekarang sudah jarang ada yang kayak gini karena SEMUA ORANG YANG DULUNYA NGGAK SUKA KPOP ATAU NGGAK MAU KOREA-KOREA-AN SUDAH MULAI BAHAS-BAHAS KOREA, tapi dulu hal-hal yang kayak gini tuh yang paling nyebelin. URRGGHH.

Gue sendiri mulai pede sama “status” sebagai fanboy KPop tuh mungkin bisa dibilang setelah Super Junior ngeluarin album ‘Bonamana’. Wah gila sih. Walaupun sekarang sinar biru-biru ELF gue sudah pudar, tapi pada masanya, gue tuh kayak mempromosikan itu lagu ke mana-mana. Sampai-sampai gue memaksa Music Director di radio tempat siaran gue di Mataram dulu supaya mau masukin Super Junior ke playlist mereka. Waktu itu gue juga mulai berani tuh pake-pake baju KPop. Dan gue inget baju KPop pertama gue adalah baju bertuliskan SUPER JUNIOR di bagian depan dan BONAMANA di bagian belakang. Dan ketika gue ke mana-mana pake baju itu banyak yang liatin. Sebel. Tapi gapapa. Makasih sudah liatin aq padahal aq bukan Raline Shah.

Gue jadi inget sama kejadian di bandara. Suatu hari gue baru balik dari liburan kuliah dan mendarat di Jakarta. Gue sedang nunggu koper di baggage claim ketika seorang cewek berjilbab mendekati gue dan ngajakin ngobrol mendadak. Cuma karena gue pake baju Super Junior yang gue cetak sendiri itu. Asli, cetakannya jelek banget. Dan alay. Tapi toh si cewek tetap menunjukkan antusiasmenya.

“Mas, boleh nanya?”

“Eh apa ya?”

“Itu bajunya beli di mana? Hehe saya suka SuJu juga soalnya,”

OALAH!

“Oh ini aku bikin sendiri di dekat kampus ahaha desain sendiri gitu.”

“Oh gitu, bagus deh bajunya. Aku tinggal di Palembang soalnya dan agak susah untuk nyari merchandise kayak gini. Oke makasih ya mas!”

Dan itu 2010. 6 tahun kemudian gue rasa merchandise KPop bisa lo dapetin sambil merem. Bahkan CoppaMagz mungkin akan nge-broadcast online shop berbayar mereka ke LINE setiap dua jam sekali.

Memang, kesukaan yang berlebihan terhadap artis-artis Korea ini ada sisi salahnya. Pasti ada. Kayak misalnya “Kenapa sih gue nggak suka sama artis dari negeri sendiri aja? Kan banyak juga yang berbakat?”

Betul. Banyak kok yang berbakat. Gue sendiri suka kok sama Agnez MO. Banyak aktris dan aktor juga yang gue suka dari kecil. Walaupun sekarang udah nggak banyak muncul lagi. Nggak serta merta gue fanboy KPop terus gue nggak suka sama bintang dari negeri sendiri. Tapi memang, dukungan yang gue tunjukkan ke artis-artis Indonesia yang gue suka ini mungkin beda sama artis-artis Korea. Ya semisal gue ngefans Raditya Dika ya gue beli bukunya. Suka Pevita Pearce ya gue tonton filmnya. Ngefans banget anjir gue sama Cinta Fitri ya gue tonton 7 season sampe seribu berapa ratus episode. Ya maksudnya masing-masing punya cara sendirilah kan untuk menunjukkan dukungan. Lah buktinya mati-matian wa promosi Surga Yang Tak Dirindukan 2 nih selama dua bulan terakhir itu kan salah satu bentuk dukungan gue terhadap perfilman dan bintang Indonesia.

Ehem.

Kesukaan gue terhadap KPop ini kemudian merajalela. Sampai-sampai muncul ide untuk cari kerja yang sesuai nih sama KPop-Kpop-an ini. Sama dunia entertainment. Dan ya, mimpi itu (sempat) jadi nyata. Gue pun jadi wartawan KPop selama beberapa tahun. Dari pekerjaan itulah mimpi-mimpi lainnya juga mengikuti jadi kenyataan: nonton konser gratisan, ketemu Park Bo Young, wawancara Song Ji Hyo dan HaHa ‘Running Man’, sampai “Naik Haji” ke SMTOWN COEX Artium di Seoul.

Udah kayak naik haji gak tuh keliatannya?


Seoul, Rabu (2 Desember 2015)

Posting-an ini adalah bagian ke-13 dari 'Finally, Seoul!', catatan perjalanan pertama saya ke Seoul, Korea Selatan. Sebelum melanjutkan baca bagian ini, baca dulu beberapa cerita sebelumnya supaya lebih nyambung yuk. Link posting-an sebelumnya ada di bawah ini ya!

1. Rabu yang Basah di Gwanghwamun
2. Indomie tengah Malam di Seoul
3. Susahnya Nyari Taksi di Seoul!
4. Bonjour, Petite France!
5. Jadi Tukang Foto Orang Pacaran di Nami
6. Ngeliat Song Seung Hun Syuting 'Saimdang - The Herstory' di Ohjukheon
7. OMG! Saya Ikutan Press Conference Drama Korea!
8. Pertemuan Pertama yang Awkward dengan Salju (ALAY BANGET ASTAGA!)
9. Ngegaul Sendiri di Dongdaemun Design Plaza
10. MBC World, Tempat Seru Buat Ngalay!
11. Jangan ke Myeongdong Kalau Nggak Punya (Cukup) Uang
12. Dream Come True: Finally, Seoul!

Hujan sudah mulai reda tapi Gwanghwamun dan sekitarnya masih basah. Angin dingin yang sesekali ber-wuzzzz wuzzzzzz nerbangin ujung rambut gue juga tetap terasa basah. Yah well at least jigeum nae sudah nggak perlu ribet lagi sama urusan payung. Sisaan plastik dari museum masih nae simpen buat nanti masukin payung ke tas. Supaya tasnya nggak becek di dalem. Udara pelan-pelan jadi makin hangat. Matahari pun sudah mulai muncul di langit buram kelabu kota Seoul di awal Desember ini. Badan gue yang tadinya agak menggigil jadi terasa berkeringat. Efek berjalan cukup jauh dari kedai makan kimbab melewati Insadong dan sekarang menyebrang menuju ke Gyeongbukgung Palace.

Ched—teman baru gue dari Filipina—sedang berjalan dengan Suzy—temannya yang asli Korea dan sudah lama nggak ketemu—di depan gue yang mata dan kepalanya nggak bisa diem. Terus-terusan noleh kiri kanan kiri kanan. Penasaran dengan setiap cerita yang bisa aja muncul dadakan kayak kang tahu bulat di lorong-lorong toko di Insadong. Atau di setiap persimpangan jalan menuju ke Gwanghwamun Square.

Tadi kita cukup lama di Insadong, by the way. Tempat ini unik. Jelas banget ditujukan untuk turis (dan entah kenapa pecinta art). Karena ya sepanjang jalan isinya cuma toko make up dan souvenir. Nggak jauh beda dari Myeongdong, tapi Insadong lebih punya pesona untuk gue sendiri. Nggak terlalu rame, nggak terlalu padat, nggak terlalu menderu-deru(?). Sama-sama banyak makanan, sama-sama banyak orang pacaran. Menelusuri jalan di Insadong ngingetin gue sama Diagon Alley-nya Harry Potter. Makanya pas Dedy—temen gue yang waktu itu lagi S2 di Korea juga—ngajak ke sini lagi gue nggak nolak.

(Tunggu selengkapnya di chapter ‘Jatuh Cinta pada Insadong’)

“Gyeongbukgung Palace udah deket, tuh di depan sana, cuma nyebrang dikit aja,” Suzy memecah keheninga. Jujur gue masih canggung karena ini pertama kalinya gue jalan sama mereka. Jadi gue sendiri nggak banyak ngomong. Untuk urusan jalan-jalan juga sebenarnya gue lebih suka sendirian. Tapi karena gue berniat menjalin silaturahmi secara internasional jadi gue nggak menolak ajakan Ched tadi pagi.

Gue dan Ched cuma bisa mengangguk, ngikutin petunjuk dari Suzy. Dia guide-nya hari ini, jadi yaudah bebas mau diajak kemana juga hayuk.

Keluar dari jalan Insadong kita sampai di persimpangan yang nggak terlalu ramai. Satu dua motor lewat tapi bukan kayak di Jakarta yang motor memang jadi transportasi masyarakat umum. Yang lewat paling abang-abang delivery makanan atau ajoessi-ajoessi yang nganterin barang. Mobil juga lagi sepi. Bus lewat satu atau dua. Hari menjelang sore dan orang-orang mungkin masih males keluar karena habis hujan.



Sesekali gue berhenti kalau ngeliat hal menarik untuk dipotret. Kamera saku punya kantor yang gue bawa itu berguna banget. Sebelum nyebrang ke Gyeongbukgung, nggak jauh dari ujung jalan Insadong ada monumen yang menarik perhatian gue. Monumen ini nggak terlalu gede, tapi lucu aja gitu. Bagian bawahnya melingkar, agak lebih tinggi dari jalanan di sekitarnya. Di tengah-tengah terlihat jelas genangan air bekas hujan. Awalnya gue berpikir keras sama bentuk monumennya. Gue pikir itu anjing laut atau lumba-lumba lagi nyundul bola atau kaleng sarden. Pas diperhatikan ternyata itu kuas kaligrafi.

Agak jauh ya. Mian.

“Cepetan pulang yuk, bentar lagi hujan!”

Gue sedang dalam perjalanan dari fx menuju ke kosan ketika gue teringat pada sebuah adegan ketika gue masih duduk di bangku SMA. Eh bentar, kenapa bahasa gue jadi kaku banget?!

*puter-puter sekrup di kepala* *oke done*

Gue sedang merasa insecure dengan rambut gue semalam, Senin (3 Oktober 2016). Makanya sepanjang perjalanan itu gue tutupin terus kepala pake hoodie jaket Halfworlds pemberian HBO tahun lalu. Oh iya, gue baru ngewarnain rambut gue lagi. Setelah pirang di tahun 2014 dan rada-rada golden brown di 2015 kali ini akhirnya gue bisa mencoret salah satu bucket list gue: rambut biru. Sebenarnya urusan rambut ini nggak ada hubungannya sama hujan. Tapi ketika gue kembali dari fx menuju ke kosan semalam, hujan turun rintik-rintik ringan.

Hm, masih nggak ada hubungannya sih. WK.

Well ngomong-ngomong, gue suka hujan. Kesukaan gue pada kondisi cuaca yang satu itu bisa dibilang berlebih. Ibarat gue suka banget sama grup menyebalkan bernama EXO yang menguras duit dan hati itu. Kesukaan gue udah sampe tahap yang lebih memilih untuk basah-basahan sampe kosan dari kantor lama daripada harus nunggu di kantor sampe hujan reda. Gue suka mandi hujan. Karena membawa banyak sekali kenangan masa lalu yang lucu-lucu gimanaaa gitu.

Entah sejak kapan kegiatan mandi hujan itu jadi hal yang sangat menyenangkan. Mungkin sejak gue belum sekolah dulu, berlanjut ke TK, SD, SMP, SMA bahkan sampe kuliah. Gue inget banget dulu setiap kali musim hujan, sekitar rumah gue pasti banjir karena kekurangan saluran air yang mumpuni untuk membawa air itu ke tempat yang seharusnya (dimana?!?!?!). Ditambah lagi posisi daerah rumah gue yang agak bawah jadi air dari komplek atas turun semua.

Cuma kondisi itu menjadikan setiap kali hujan turun sangat seru! Gue dan temen-temen gue sering menikmati momen itu dengan basah-basahan di bawah hujan. Lari-larian di lapangan bulutangkis sebelah rumah yang tergenang. Nyanyi-nyanyi kayak adegan dalam film India yang lagi hits zaman itu, ‘Dil To Pagal Hai’, adegan ketika Shah Rukh Khan sama Madhuri Dixit lagi nyanyi-nyanyi di bawah hujan sama banyak banget anak-anak kecil dengan koreografi yang mendadak mereka hapal padahal kita gak pernah tahu kapan latihannya. Dan mandi hujan gue selalu diakhiri dengan meniru adegan terakhir dalam lagu itu: Shah Rukh Khan tiduran di lapangan sambil menikmati setiap rintik hujan yang turun.

Dan Ron kecil nggak pernah peduli bahwa air yang tergenang itu bisa saja bercampur sampah bahkan kotoran anjing. Dia cuek aja.

Ketika SMP adegan mandi hujan jadi agak-agak tabu. “Jangan mandi hujan! Capek nyucinya!” kata sepupu gue yang hobinya memang marah-marah. Padahal kan sebenarnya kalo bajunya basah karena mandi hujan, kan sama halnya dengan nyuci. Begitu pikiran gue waktu itu. Dan ya, gue mandi hujan dengan pakaian lengkap. Baju, baju dalam, celana, celana dalam. Tapi karena gue suka banget mandi hujan gue nggak pernah mengindahkan larangan itu. Gue pun tetap meniru adegan Shah Rukh Khan dan Madhuri Dixit di lagu India yang sama dengan yang gue dengarkan ketika SD.

Dialog paling atas di posting-an ini dikutip dari sebuah adegan di suatu hari di musim hujan ketika gue SMA kelas 2. Itu sekitar tahun 2007 atau 2008. Gue punya geng, yang isinya nyaris semuanya cewek, dan ada satu cowok namanya Aldi. Aldi kalo ke sekolah naik motor, sementara gue, April dan salah satu temen gue namanya Hulpy, kita semua tim jalan kaki. Sebenarnya rumah kita tuh nggak deket-deket banget sama sekolah. Tapi jalan kaki adalah pilihan yang sangat asyik setiap kali pulang karena seru aja bisa sambil cerita. Dan ngomongin orang.

“Mau nunggu hujan apa diterabas aja?” tanya gue ke April dan Hulpy. Kita lagi di lantai dua gedung SMA 5 Mataram, setelah kelas Sejarah yang membosankan di siang hari. “Gimana kalo kita terabas aja? Kan ini hari Kamis. Besok bajunya nggak dipake lagi,” gue memberi ide. Seragam kita dulu memang dipakenya dua hari – dua hari.

“Aduh, gak usah ah. Nunggu reda aja deh,”
jawab Hulpy. Di antara kita dia memang yang paling susah untuk urusan spontanitas. Sementara April mau-mau aja diajak basah-basahan.

“Terus kalo mau basah-basahan, sepatunya gimana? Buku? Tas?”

“Santai. Kita beli plastik keresek merah besar itu di depan, terus sepatu sama buku dimasukin aja ke situ. Terus kita pulang deh telanjang kaki,” kata gue lagi. “Gimana?”

“Yaudah yuk!”

Dan begitulah, kita bertiga beli plastik merah ukuran jumbo, masukin sepatu, sabuk, tas dan buku-buku ke situ, terus jalan kaki pulang dari sekolah ke rumah masing-masing yang searah, tapi beda kampung dan emang jauh-jauhan.

Satu momen hujan-hujanan yang gue inget ketika kuliah adalah ketika pertama kalinya gue merasakan musim hujan di Depok. YANG MANA SANGAT MEMBAHAYAKAN UMAT MANUSIA. Kondisi gang stasiun UI bener-bener nggak wajar. Dan saat itu gue sama sekali enggak tahu kalau ternyata kondisi gang itu kalau hujan BENER-BENER ENGGAK WAJAR. Gue ambil risiko nerabas hujan, eh ternyata banjirnya sampe betis. Belum lagi arusnya deres banget gapaham. Yaudah, terlanjur basah celana jins gue, basahin aja semuanya. Kebetulan tas gue isinya nggak ada buku dan laptop masi bisa dibungkus plastik.

Dan momen lain adalah ketika gue ngejer kuliah jam 9 dan waktu itu hujan angin. Nggak deres hujannya. Tapi anginnya Ya Allah……………. Yang dipayungin kepala, yang diserang badan dari segala arah sama si angin. Yaudah sampe kelas, buka tas, sepatu, kaos kaki, langsung dipajang di depan AC. Kalo  nggak salah pernah gue tulis juga sih di blog.

Dan bicara tentang hujan, rintikkan air yang turun dari langit ini (halah apa sih Ron ah) juga yang menyapa gue pagi itu.

Seoul, Rabu (2 Desember 2015).
Posting-an ini adalah bagian ke-12 dari 'Finally, Seoul!', catatan perjalanan pertama saya ke Seoul, Korea Selatan. Sebelum melanjutkan baca bagian ini, baca dulu beberapa cerita sebelumnya supaya lebih nyambung yuk. Link posting-an sebelumnya ada di bawah ini ya!

1. Indomie tengah Malam di Hongdae
2. Susahnya Nyari Taksi di Seoul!
3. Bonjour, Petite France!
4. Jadi Tukang Foto Orang Pacaran di Nami
5. Ngeliat Song Seung Hun Syuting 'Saimdang - The Herstory' di Ohjukheon
6. OMG! Saya Ikutan Press Conference Drama Korea!
7. Pertemuan Pertama yang Awkward dengan Salju (ALAY BANGET ASTAGA!)
8. Ngegaul Sendiri di Dongdaemun Design Plaza
9. MBC World, Tempat Seru Buat Ngalay!
10. Jangan ke Myeongdong Kalau Nggak Punya (Cukup) Uang
11. Dream Come True: Finally, Seoul!
Gue sangat suka mencoba hal baru. Walaupun sebenarnya gue tipikal orang yang sangat setia dengan sesuatu yang lama, yang sudah gue mengerti dengan baik, ketimbang mengambil risiko untuk melakukan sesuatu yang berbeda tetapi masih gambling. Tapi setelah memutuskan pindah kerja dari bidang yang gue sukai ke bidang yang masih ‘igemoya’ banget, pola pikir gue jadi berubah. Mungkin mencoba hal baru nggak ada salahnya.

Di tengah kesibukan gue dengan pekerjaan baru gue sekarang (yang najis tralala bener-bener sibuk banget from sunrise to sunset) (gak deng ini cuma pencitraan) gue masih berusaha untuk mengejar ketertinggalan gue pada posting-an blog. Tapi kemudian muncul sesuatu yang sepertinya nggak bisa gue hindari. Sesuatu yang memang sudah gue rencanakan sejak lama. Sejak akhir 2011 dan gue bahas lagi di jelang akhir 2015 lalu. Sesuatu yang sudah menumpuk idenya tapi terlalu takut untuk memulai: bikin channel YouTube.



Di suatu malam, gue sama beberapa temen kampus sedang makan di JB. Buat anak Depok pasti tahu tempat makan pinggir jalan di jalan Margonda deket gapura belimbing raksasa ini. Temen gue ini namanya Rini. Malam itu kita lagi on-fire banget membahas masa depan. Biasa kan, mahasiswa tingkat akhir past galau soal masa depan. Pertanyaan “mau kerja apa” dan “mau jadi apa lo nanti” selalu menghantui. Dan ketika gue sama Rini ngobrol malem itu (di sana ada Nadya sama Shinta juga kalau nggak salah inget), kita sepakat soal satu hal.

“Gue pengen banget deh jadi artis YouTube,” kata gue sesumbar. Rini mendadak bersemangat dan berteriak.

“Eh iya gue juga loh! GUE JUGA PENGEN BANGET”

“IYA KAN RIN! Kayaknya kalau ngeliat YouTube-ers luar tuh kok mereka indah banget hidupnya ya! Bahkan Shinta-Jojo aja bias begitu loh,”

Shinta yang gue maksud di paragraf sebelumnya bukan Shinta yang Keong Racun itu.

“Tapi gue sih nggak mau kayak gitu. Gue pengennya kayak punya acara sendiri di YouTube gitu Ron,” kata Rini.

“Iya sama! Gue juga kayak kebayang bikin apaa yang berhubungan sama Kpop gitu. Kayak EatYourKimchi. Gue seneng banget liat video mereka!” kata gue lagi.

Obrolan gue dan Rini ngalor ngidul sampe ke mana-mana. Dan ketika bertahun-tahun berselang setelah itu, Rini nggak jadi artis YouTube. Tapi sekarang dia jadi host acara kesehatan di ElShinta TV. GUE KEDULUAN!!! RINI UDAH JADI ARTIS DULUAN!!!!

Ide bikin channel YouTube sendiri sebenarnya sempat juga muncul tahun 2013 lalu. Gue udah sempat kepikiran untuk serius sampai beli kamera segala. Tapi gue sadari saat itu gue masih punya banyak kekurangan. Di antaranya adalah gue masih belum percaya diri kalo muncul di video.

Ketawa gue terlihat aneh.

Setiap gue ngomong kok kayaknya terlalu menye.

Gue terlalu banyak kedip.

Rambut gue nggak banget.

Gerakan tangan gue kurang tegas.

Terlalu sering mengatupkan bibir.

Keseringan jilat bibir juga.

Banyak hal. Padahal waktu itu ada momen gue jalan-jalan ke Ciater untuk pertama kalinya dan suda diniatin mau bikin video, eh malah batal karena ternyata pas gue nonton lagi hasil rekamannya, bener-bener najis. Nggak layak siar banget. Dan ketika istilah vlog sudah mulai banyak digunakan, sementara gue masih aktif nge-blog, keinginan gue untuk bikin vlog pun semakin besar. Makanya gue jadi sering iseng ngerekam muka sendiri. Ngomong di kamera sendiri setelah itu. Ala-ala test cam gitu. Gue jadi sering live facebook secara random. Semua untuk membiasakan diri bicara di depan kamera.

Gue basic-nya orang yang pemalu. Tapi kalau lama kenal bisa jadi malu-maluin. Tapi kalau dua hal itu muncul di saat yang sama di kamera dan gue nggak siap kan jelek banget. Makanya takes time banget untuk gue akhirnya percaya diri dan menemukan momen untuk muncul di YouTube dan punya channel sendiri.

“2016 sih aku udah harus vlog sih Nis,” kata gue Annisa, temen gue yang sekarang kuliah di Korea. Kita lagi ngobrol di Lotteria di COEX Mall setelah gue jalan-jalan ke SMTOWN COEX Artium tahun lalu. Annis pun menyemangati.

Akhirnya gue mulai nabung pelan-pelan untuk beli segala kebutuhan yang kemungkinan akan gue butuhkan untuk nge-vlog. Mulai dari handphone yang kameranya bagus, microphone, kamera aksi, sampai keinginan gue untuk beli kamera mirrorless demi mendukung niat gue ini. Tapi pelan-pelan. Karena mirrorless sampai sekarang belom berhasil gue punya hahahahaha

Kalo lagi ngumpul sama temen, gue suka rekam-rekamin. Ala-ala nge-vlog gitu. Padahal di-posting juga enggak. Pas tahun baru gue sok-sokan bikin video selamat tahun baru di Instagram. Macem-macem deh aksinya. Tapi nggak ada yang naik sama sekali ke YouTube. Gue masih malu-malu. Kalau dipikir-pikir, video pertama yang nampilin muka gue di YouTube ya pas gue ke SM dan manggil-manggil Suho secara random itu. Selebihnya udah nggak pernah lagi.

Dan gue nggak tahu bagaimana awalnya keyakinan itu datang, ketika gue ke Singapura untuk nonton Seventeen kemaren gue sudah membayangkan kalau semua footage yang gue rekam dari perjalanan sampai ketika di Singapura nanti akan jadi video pertama gue di YouTube. Dan benar saja, gue akhirnya nge-vlog. Nggak lagi hanya nge-blog.

Hehehehe



Gue jadi ingat alasan pertama kenapa gue nge-blog dulu. “Karena saya merasa hidup saya unik dan orang-orang mungkin tertarik untuk tahu keunikannya.” Kata gue di sebuah wawancara kerja dulu. Dan gue merasa ini adalah alasan yang juga sangat oke untuk memulai nge-vlog. Selain memang tuntutan zaman. Semua orang sudah mulai nge-vlog. Semua orang sudah ngomongin soal konten pribadi di YouTube. Semua orang sudah mulai bicara video, bukan lagi tulisan dan gambar doang.

Ide-ide banyak muncul di kepala gue untuk video YouTube. Dan semoga gue bisa mewujudkannya pelan-pelan, dan satu per satu. Gue juga nggak bisa yang langsung WOW banget. Karena gue sendiri masih NEWBS (newbie) dan masih CUPS (cupu) soal ginian. Tapi gue yakin kalau pelan-pelan dan istikomah pasti akan menuai hasil yang oke. Dan semuanya bisa terjadi seperti ini karena dukungan kalian sekalian: pembaca kaoskakibau.com, followers @ronzzykevin, followers @ronstagram, likers @kaoskakibau di Facebook, adders @kaoskakibau di LINE, dan tentu saja teman-teman yang kenal gue dan masih berhubungan sama gue secara virtual.

Tanpa kalian apalah gue. Hanya percikan keringat Kim Jong Un. THANK YOU SO MUCH!

Dan sekarang gue resmi mengelola akun YouTube bernama KaosKakiBau TV dengan serial pertamanya yang berjudul #vron (#vlognyaron).

Kenapa KaosKakiBau TV? Sebenarnya ini menyambung keberadaan kaoskakibau.com sebagai blog. Dan kata-kata TV terasa pas aja karena sejatinya channel ini adalah versi video dari kaoskakibau.com. Mungkin terinspirasi dari berbagai acara YouTube Kpop yang juga pake-pake TV sih kayak Winner TV gitu. Alasan lain nggak ada. Lebih simpel aja dan gampang diinget. Supaya brand KaosKakiBau-nya juga tetep ada gitu.

Lalu kenapa #vron (#vlognyaron)? Sekarang apa-apa tuh bagus banget kalo di-hashtag-in. Kesannya sangat #kekinian dan #DigitalBingits. Ide untuk menamai seri vlog-nya #vron juga dateng saat itu juga ketika gue mengedit video Singapura itu. #vron adalah gabungan dari kata vlog dan ron. Sudah jelas kan. Dan kepanjangan #vlognyaron itu lebih ke yang kayak lebih enak aja disebut kalo lagi ada yang ngomongin gitu.

“Eh udah nonton #vlognyaron yang baru belum?”

Gitu.

(KAYAK AJA ADA YANG NGOMONGIN)

Yang jelas ini adalah salah satu isi bucket list yang sekarang sudah bisa gue coret. Gue sendiri masih harus banyak belajar karena seperti yang gue bilang tadi gue masih #NEWBS di dunia vlogging. So yeah, I need all your critics and comments, guys! Gue termasuk orang yang percaya bahwa nggak ada komentar yang sampah. Komentar itu muncul dari perasaan mengganjal yang ada di hati seseorang yang berarti ada sesuatu yang salah yang ingin dia ubah, kan. Jadi, silakan rajin-rajin komentar di YouTube gue.#kalem

Untuk sekarang mungkin gue akan fokus ke #vron dulu yang isinya sebagian besar adalah kegiatan sehari-hari gue yang membosankan yang mungkin nggak bisa gue tulis di blog. Ke depannya gue sih sebenarnya sudah ada beberapa ide yang mungkin asik untuk dikemas dalam format video pendek di YouTube. Tapi ya doakan supaya cepet bisa terkabul. Sekarang masih dalam tahap mengumpulkan receh untuk membuat studio pojokan di kamar kosan yang sempit tapi nyaman (buat gue) ini.

Sekali lagi gue mau ngucapin terima kasih untuk semuanya yang sudah memberikan dukungannya sejak kaoskakibau.com sampai sekarang di kaoskakibauTV. Dukungan kalian sangat berarti banget! Kalo nggak ada kalian, ya siapa yang mau nonton videonya? AHAHAHAHAHAHHAA KENAPA SIH KALIAN TUH BAIK BANGET?! JANGAN TERLALU BAIK GITULAH. KALO ORANG TERLALU BAIK BIASANYA GAMPANG DIMANFAATIN!

#baper #drama #apalah #pergiajasana #keAlaska

Akhir kata, sila LIKE+COMMENT+SHARE+SUBSCRIBE #vron (#vlognyaron) di YouTube. Playlist-nya tinggal klik aja di [bit.ly/vlognyaron] atau bisa langsung nonton di bawah ini:



Have a nice weekend guys and God Bless you all!

Follow Me/KaosKakiBau in everywhere:
Subscribe on my YouTube Channel: kaoskakibau TV
Twitter: ronzzykevin
Facebook: fb.com/kaoskakibau
Instagram: ronzstagram - kaoskakibaudotcom
Steller: ronzzykevin
Snapchat: snapronzzy
Line@: @kaoskakibau (di search pake @ jangan lupa)

Gue sudah bisa meramalkan kalau bulan Agustus ini akan jadi salah satu bulan paling hectic di sepanjang tahun. Alasannya sudah pasti karena kerjaan baru. Setiap kali pindah kerja gue selalu punya kekhawatiran untuk tidak adanya waktu buat menulis. Dulu waktu pindah ke detikcom juga gitu. Blog sempat keteteran beberapa bulan dan pas juga comeback EXO yang ‘Wolf’. Sekarang pindah ke tempat baru (dan EXO comeback ‘Lotto’ hahahaha) berasa déjà vu. Tetapi bersenang-senang sangat diperlukan dalam kondisi seperti ini. Selain kasih sayang Tuhan, apalagi yang bisa membuat hati dan pikiran santai sejenak selain bersenang-senang (di jalan yang benar)?

Aneh rasanya menjalani hidup selama nyaris sebulan di luar ladang gandum KPop. Gue yang biasanya berkutat dengan Notepad setiap harinya dan ngetik 10 berita per hari, sekarang harus beralih ke Microsoft Excel. Mencoba untuk memanggil lagi memori-memori lama ketika gue SMP dan belajar aplikasi itu untuk pertama kalinya di ruang komputer SMPN 2 Mataram. Perubahan mendadak ini benar-benar bikin shock. Keluar dari zona nyaman tentu saja tidak mudah. Tapi sekarang saatnya membuat zona nyaman yang baru.

Tempat kerja gue yang baru ini sangat menyenangkan. Ada banyak orang-orang yang seru dan juga orang-orang penting di industri hiburan Indonesia. Gue bertemu dengan orang-orang di balik sebuah poster film keren, orang-orang di balik casting sebuah film box office, sampai ketemu bocah-bocah pemain sinetron remaja seangkatan Randy Martin. Tapi seperti yang gue jelaskan di awal, sebulan terakhir ini benar-benar hectic. Gue sendiri sedang mencoba untuk menyesuaikan diri dengan ritme kerja yang baru dan bener-bener cepat ini. Walaupun itu berarti gue udah nggak punya lagi banyak waktu di depan Twitter dan situs-situs gosip KPop.

“Gue udah nggak bisa lagi nonton Laura in the Kitchen nih! Coba lo bayangin, gue udah lima hari nggak liat resep baru di YouTube-nya!” kata gue ke Ajie—member grup dance cover paling hits se-Asia Afrika (setidaknya di hati hamba yang receh ini)—di halte TransJakarta sepulang kantor di suatu malam.

Di detikcom biasanya gue bisa nonton lebih dari 6 video memasak dalam sehari dengan 6 resep yang berbeda. Tapi sekarang, buka YouTube aja rasanya agak susah. Walaupun pelan-pelan mulai longgar dan senggang sih. Tapi seringkali sibuk. Welcome to real life! #pencitraan. But anyway, inilah hidup yang sesungguhnya, bukan? Harus dinikmati. Pekerjaan tuh nggak ada yang berat kalo dinikmati. Memang kali ini agak lebih komplikasi dari sebelumnya tapi lebih menantang.

Di suatu pagi ketika gue sedang hectic mengejarkan laporan (dalam kondisi sangat suci karena selama beberapa hari di awal bulan Agustus gue nggak pernah lagi spazzing di Twitter) tiba-tiba gue menerima notifikasi chat dari abang KPop baik hati paling hits se-Nusantara. And he delivered a good news that I’ve been waiting for these past few weeks.

“Aku ada dua tiket Seventeen di Singapore. Kamu masih mau gak?”


Di suatu siang, beberapa hari setelah Lebaran 2015, gue dan Dimas, salah satu temen gue yang dulunya anak cover dance dan sekarang sudah pindah haluan jadi penyanyi nasyid tapi masih menyimpan hasrat untuk nge-dance tapi dia hanya bisa memendam hasrat itu karena di satu sisi dia merasa aneh di sisi lain dia merasa pengen, sedang menunggu pesanan pizza di salah satu tempat makan di kawasan Pasir Kaliki, Bandung. Nama tempatnya Herb & Spice. I reccomend you to try every food in there because it taste really really good. But that’s not my point.

Gue termasuk orang yang susah percaya sama orang lain untuk urusan cerita-cerita masalah pribadi. Tapi di saat yang sama gue orangnya gampang dipancing untuk cerita-cerita masalah pribadi. Nah, bingung kan?

Sama.

Gue juga suka bingung sama diri gue sendiri. Ketika gue berniat untuk menyaring siapa-siapa saja yang berhak mendengarkan kisah-kisah kehidupan pribadi gue yang paling pribadi malah jatohnya jadi nggak kesaring karena kadang-kadang gue bisa random acara cerita sama siapa aja.

Dimas mungkin satu di antara banyak orang yang pernah mendengarkan curhatan-curhatan gue soal kehidupan. Dan topik siang itu adalah comfort zone.

Gue yakin semua orang di dunia ini pasti punya zona nyaman yang nggak pengen mereka tinggalkan. Dan buat gue, zona nyaman itu adalah Kpop. Nggak sekedar masalah fandom dan suka sama siapa, tapi Kpop buat gue adalah sumber penghasilan selama tiga tahun terakhir. Gue hidup dengan menulis berita Kpop di media mainstream dan kasarnya Kpop adalah sesuatu yang sangat penting dalam hidup gue sejak 2013 sampai jelang akhir 2016 ini. Karena berkat Kpop gue bisa bayar kosan, makan, minum, dan juga jalan-jalan ke beberapa negara yang mungkin sama sekali nggak pernah kepikiran di kepala gue sebelumnya.

Bekerja sebagai jurnalis Kpop adalah hal yang sangat menyenangkan buat gue. Nggak, bukan sangat menyenangkan. Tapi SANGAT SANGAT SANGAT SANGAT SANGAT SANGAT MENYENANGKAN.

“Apa sih yang paling menyenangkan di dunia ini selain mengerjakan hobi sendiri dan dibayar?” kata salah satu wartawan hiburan di sebuah sesi wawancara Yubin ‘Wonder Girls’ via telepon beberapa tahun lalu. Lucunya, dia adalah pembaca blog gue juga. “Gue tahu lo lebih dulu dari blog daripada tahu lo wartawan Kpop,” katanya. Gue nggak bisa menyembunyikan senyuman malu-malu gue saat itu.

Kpop adalah zona yang benar-benar nyaman. Di situ gue merasa bisa jadi diri gue sendiri. Di saat orang lain sedang heboh mendengarkan lagu baru Tulus atau DJ Snake, gue tetap dengan EXO dan SNSD. Ketika orang lain sedang heboh membahas apakah benar Saipul Jamil punya video porno sama cowok seperti yang diunggah oleh sebuah akun anonim di Instagram dan jadi heboh di media online, gue tetap heboh manas-manasin orang yang nggak suka sama Baekhyun-Taeyeon. Kpop buat gue sangat penting dan signifikan. Kpop buat gue adalah kehidupan. Kpop buat gue adalah identitas. Kpop buat gue adalah zona nyaman.

2 Januari 2016, Liputan konser KRY di Jakarta (ronzstagram)


Percaya atau enggak, gue bukan termasuk orang yang mudah bergaul dan cenderung anti-sosial. Apalagi memulai pembicaraan dengan orang baru. Gue kadang-kadang pasif banget untuk yang satu itu, tapi bisa jadi juga sangat aktif, kalau misalnya orang yang diajak berinteraksi menunjukkan tanda-tanda keterbukaan dan nggak memunculkan jarak. Yes, I'm that kind of person who talks too much. Sorry. Genetic. Walaupun kata orang sih yang sering kali memunculkan jarak di obrolan pertama itu gue. Padahal sebenarnya kalau menurut gue mungkin jarak itu terlihat karena gue pada dasarnya orang yang pemalu. Tapi setelah lo kenal, gue akan jadi orang yang paling malu-maluin.

Di beberapa situasi, gue tipikal orang yang nggak akan ikut nimbrung ke obrolan secara langsung kalau misalnya gue nggak ngerti sama apa yang diobrolin. Gue bukan tipe yang mau sok-sok ngerti demi bisa nyambung sama orang-orang yang sedang kumpul-kumpul di kantor misalnya. Gue lebih ke tipikal pendengar kalau di bagian itu. Pernah waktu gue liputan ke Singapura beberapa bulan kemaren, salah satu wartawan senior ngajak gue ngomong soal politik Indonesia dan gue cuma bisa,

"Oh. Gitu ya? Masa sih? Oalah..." doang.

I'm not really interest with any kind of politics topic bahkan masalah negara sendiri. Dan yang lebih parahnya gue gak bisa fake kalo gue gasuka AHAHAHAHAHA. Tapi gue tahu ini salah sih. Soalnya pas di Amerika juga gue diajak ngobrol sama Gayle dari Singapura dan ngebahas soal kebakaran hutan beberapa waktu lalu sementara gue cuma, "Can we talk about Super Junior instead?" eh malu.

Jembatan Pasupati photo by @ronzstagram
Waktu ke Seoul tahun lalu, gue janjian ketemu sama temen di Hangugo Dongari dulu pas di UI. Namanya Anis. Kalau kalian udah pernah nonton film pendek 'Lunch Box' yang ada Ji Soo-nya itu, nah si Anis ini yang pake jilbab, temennya Lia. Kita janjian ketemu di Samseong Station karena berniat untuk ke COEX SMTOWN Artium bareng. Nggak bareng sih sebenarnya, nganterin gue. Karena dia pastinya udah bosen ke sana kan doski Seoul Saram. Sementara gue masih yang ingin ngalay karena belom pernah ke SMTOWN Artium sama sekali. Setelah bosen muter-muter di sana, kita pun makan di Lotteria dan di situlah gue ngobrol banyak soal mau di bawah ke mana blog dan segala macem perkara akun-akun pribadi ini.

"Kenapa nggak bikin YouTube aja sih kak?" tanya Anis yang hari itu makan burger ikan karena kata dia makanan itu doang yang bisa dia makan kalo ke Lotteria. Yang lain daging-dagingan agak tidak terjamin masalah halalnya.

"Sebenarnya udah pengen sih YouTube. Tapi belom pede aja liat muka sendiri dan diliat sama orang lain. Pengen ngegedein brand KaosKakiBau-nya juga ke banyak platform nggak cuma blog doang. Insha Allah 2016 sih harus udah ada perkembangan," jawab gue.

Walaupun 2016 sudah berjalan setengahnya, dan gue belom sama sekali berani untuk memulai vlog. Walaupun sudah terbiasa dengan kegiatan siaran radio sejak 2008, tapi ngomong di depan kamera sama di belakang mikrofon itu pengalamannya beda banget. Gue kadang nggak bisa mengontrol ekspresi ketika di kamera dan jadinya pasti menye-menye banget. Kalo di belakang mikrofon kan nggak ada yang liat. Tapi YouTube adalah salah satu plan jangka panjang sih. Mungkin kalo gue udah nggak di Jakarta atau kalau gue udah nggak kerja di tempat gue yang sekarang.

Walaupun bisa aja sih sebenarnya disambi, tapi.... ah... Ron ini anaknya pemalas.
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Hey, It's Me!



kpop blogger, kpop podcaster, social media enthusiast, himself


Author's Pick

Bucin Usia 30

Satu hal yang gue sadari belakangan ini seiring dengan pertambahan usia adalah kenyataan bahwa gue mulai merasakan perasaan-perasaan yang ng...

More from My Life Stories

  • ▼  2024 (5)
    • ▼  Maret (2)
      • Menjadi Dewasa yang Sebenarnya
      • I Know..., But I Dont Know!
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (4)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2022 (12)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
  • ►  2021 (16)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2020 (49)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (20)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2019 (22)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (36)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2015 (44)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2014 (34)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2013 (48)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2012 (98)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (19)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2011 (101)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (25)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2010 (53)
    • ►  Desember (14)
    • ►  November (17)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (7)

Podcast ngedrakor!

Podcast KEKOREAAN

#ISTANEXO

My Readers Love These

  • 'Sexy, Free & Single' Music Video: Review Saya!
  • Are You Ready for Your SM Global Audition Jakarta?
  • EXO CHEN! Siapa Member Lainnya?
  • Final Destination 5: REVIEW!
  • EXO MAMA MV: Review Saya! [PART 1]
@ronzzyyy | EXO-L banner background courtesy of NASA. Diberdayakan oleh Blogger.

Smellker

Instagram

#vlognyaron on YouTube

I Support IU!

Copyright © 2015 kaoskakibau.com - by ron. Designed by OddThemes